34. Repression☕

Start from the beginning
                                        

"Kak Riva, aku mimpi buruk." Chelia dalam pelulan Riva berujar lirih.

"Mimpi apa, sayang?" tanya Riva was-was.

"Aku bermimpi ibu meninggal. Aku melihat ibu dikuburkan. Aku sedih sekali. Tapi mimpi itu hanya bunga tidur, kan Kak?"

Riva tergemap dan diam seribu bahasa.

"Ibu ke mana, ya? Kenapa belum pulang?" Chelia bergumam sendiri sambil terus menatap ke arah pintu. "Tadi aku menelepon ibu dengan telepon rumah, tapi ibu tidak menjawab."

Riva menarik napas dalam-dalam lalu mendudukkan Chelia di sofa. Ia menatap Chelia dengan mata berkaca. Luka di hatinya makin terbuka menyaksikan sorot mata polos penuh tanda tanya dari adiknya itu.

"Chelly sayang Kak Riva, kan?"

"Iya! Chelly sayang sekali!"

"Kalau begitu Chelly mau berjanji akan mendengar Kak Riva?"

"Janji!"

Riva menarik napas panjang dan membelai pipi Chelia. "Apa yang Chelly lihat itu bukan mimpi. Ibu memang sudah tidak bersama kita lagi. Sekarang ibu sudah bahagia di surga. Tapi Chelly masih punya ayah dan Kak Riva di sini. Jadi Chelly jangan bersedih, oke?"

Chelia terpegun. Terlintas kembali rangkaian kejadian saat ia dan ibunya berada di ujung maut. Saat mobil mereka terguncang dan menerjang pepohonan di lereng jurang.

"Tidak! Itu tidak mungkin! Semua itu hanya mimpi! Ibu masih hidup!" Chelia menggeleng sambil menangis.

"Chelly ...." Air mata Riva mulai mengalir.

"Lepas! Kak Riva jahat! Kak Riva bohong!" Chelia turun dari sofa dan berbalik pada Riva dengan tatapan nanar.

Riva mengusap air matanya dan berusaha mengjangkau Chelia lagi. "Chelly sayang sabar, yah ...."

Chelia tetap tidak terima dan menangis sejadi-jadinya.

"Aku pasti bermimpi." Chelia menatap Riva. "Ya, ini pasti hanya mimpi! Ibu bilang, kalau aku mimpi buruk aku harus bangun! Aku harus memaksa diriku untuk bangun!"

Selepas berkata demikian Chelia berlari menuju tepian tangga.

Riva berusaha mencegat Chelia yang mengambil ancang-ancang untuk melompat. Tanpa berhasil dicegah, Chelia langsung menjatuhkan dirinya. Ia mengalami geger otak parah dan memar di beberapa bagian tubuh.

Sejak saat itu emosi Chelia seringkali tidak stabil. Chelia menjatuhkan dirinya di tangga bukan hanya sekali, tak jarang pula ia melukai dirinya dengan benda-benda tajam hanya untuk membuat sadar dari mimpi buruk yang sebetulnya adalah kenyataan yang sebenarnya.

Satu-satunya cara untuk membuat Chelia pulih adalah dengan menghapus ingatannya melalu represi. Suatu metode bersifat koersif yang melibatkan tekanan dan paksaan. Untuk alasan itulah Chelia harus mendekam di ruang isolasi rumah sakit khusus selama dua tahun.

Ingatan Chelia tentang ibunya ditarik keluar dengan paksa. Riva masih ingat bagaimana penderitaan Chelia yang setiap hari harus melalui hari-harinya dengan ancaman dan rasa takut, hanya untuk membuat otaknya benar-benar trauma hingga membuang sendiri kenangan pahitnya.

Prescriptio☕  Where stories live. Discover now