20. FEELING + MNG

Mulai dari awal
                                    

"Kalau mau ke kelas ngapain masih di sini sama Jihan? Sana ke kelas," ucap Jordan. Cowok itu tadi sempat melihat bagaimana raut muka Jihan dan Thalita saat bicara. Jihan yang begitu, entahlah. Sedih mungkin? Dan Thalita yang tidak terlalu peduli. Setelah Thalita pergi. Barulah Jordan kembali membuka suara.

"Diapain sama Thalita?" tanya Jordan.

"Gak diapa-apain kok Dan," ucap Jihan.

"Yang bener?"

"Bener," jawab Jihan antusias.

"Tapi kok muka lo kaya sedih gitu?" tanya Jordan. Jihan meringis. Cowok ini benar-benar teliti dengan raut wajahnya.

"Masa iya muka gue kaya sedih?" tanya Jihan. "Perasaan lo aja kali."

"Entar kalau diapa-apain tuh bilang Han. Jangan sampe pas udah kejadian baru bilang," ucap Jordan khawatir pada Jihan membuat Jihan tertawa mendengarnya. Tidak biasanya seorang Jordan-teman Septian yang jarang dekat dengannya jadi berbicara banyak seperti ini padanya. Entah karena kasihan atau memang ingin menawarkan bantuan.

"Tenang aja Dan. Nyawa gue ada sepuluh kok," ucap Jihan bercanda.

****

Sepulang sekolah Jihan menunggu Septian di perpustakaan. Cowok itu berjanji ingin mengajarinya matematika hari ini. Maka di sinilah Jihan. Menunggu kehadiran Septian. Tadi Jihan sempat lewat kelas Septian. Kelas cowok itu sudah bubaran. Maka Jihan pikir sebentar lagi Septian akan tiba.

Tapi sampai detik ini juga Septian belum datang menemuinya di perpustakaan. Sudah terhitung satu jam Jihan menunggu. Septian tidak datang juga. Jihan sudah mengiriminya banyak pesan dan menelpon ponselnya berulang kali namun nihil. Septian tidak bisa dihubungi. Bahkan pesannya pun tidak dibaca.

Dua jam kemudian. Jihan masih menunggu Septian. Cewek itu mulai mengantuk.

Tiga jam kemudian. Jihan masih setia menunggu sambil mencoba beberapa soal sendiri dan menggambar desain gaun. Namun Septian tidak juga datang. Septian tidak pernah ingkar janji. Jihan resah. Cowok itu bahkan pribadi yang sangat tepat waktu. Mulanya Jihan percaya cowok itu akan datang tapi kini rasa yakin itu perlahan-lahan menghilang.

"Siapa tuh?" suara itu membuat Jihan menoleh. Zaki datang. Di jam seperti ini?

"Lo ngapain di sini Han?"

"Nungguin Septian. Lo ngapain Zak?"

"Mau ambil buku gue yang ketinggalan di perpus. PR yang gue kerjain pake laptop di sini," ucap Zaki. Cowok itu lantas mengambil buku yang ada di laci meja.

"Lo ngapain nungguin Septian jam segini?"

"Belajar bareng," jawab Jihan. "Tapi dari tadi dia gak dateng-dateng. Gue nunggu udah hampir 3 jam lebih," kata Jihan.

Zaki melihat jam yang ada di pergelangan tangannya. Cowok itu sedang pakai baju ekskulnya yaitu sepak bola. Zaki ini adalah jenis laki-laki yang sama multitalentanya dengan Septian. Bahkan dia ikut banyak ekskul dan kegiatan dari sekolah yang semakin menambah intensitasnya berada di lingkungan ini.

"Waduh Han. Udah dari tadi di sini? Ini udah mau malem," ucap Zaki.

"Pulang aja yuk Han. Besok lanjut lagi. Tega banget. Lo pasti dikerjain sama Septian nih. Masa cewek disuruh nunggu tiga jam di sini," dumel Zaki.

"Lo liat kan udah gelap? Tadi juga kenapa gak lo idupin lampunya Han?" omel Zaki semakin menjadi-jadi. Sementara Jihan malah melamun di sampingnya.

"Han?" Zaki akhirnya memanggil nama Jihan dengan lembut.

"Iya?"

"Suka boleh. Tapi jangan terlalu. Jangan nyiksa diri lo sendiri. Kalau dia gak kasih balesan. Jangan ditunggu. Terlalu buang-buang waktu. You deserve better," ucap Zaki namun karena itu Jihan jadi kepikiran.

SEPTIHANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang