18. UNTUK YANG PERTAMA

926K 89K 59.6K
                                    

18. UNTUK YANG PERTAMA

Whatever you are, be a good one.”

“Lo apain Jihan?” tanya Jordan sudah pasang badan. Cowok itu seperti abang yang marah karena adik perempuannya disakiti.

Septian tidak menjawab. Cowok itu masuk ke dalam dengan langkah tergesa. Gegap gempita langsung menyambutnya. Ketika melihat Jihan sedang tertidur dengan kepala menelungkup di atas meja. Cowok itu mendekat namun ketika menyadari ada Zaki di dekat Jihan. Septian memelankan langkah dan memasang raut wajah tidak bersahabat.

“Eh Sep! Ada Mauren juga nih,” goda Guntur.

Bams menoleh sengit. Gak penting banget Tur, tatapannya menyirat seperti itu.

“Septian? Ke sini?” Galaksi yang tidak mau menoleh tertawa. “Gak mungkinlah Asep ke sini apalagi jam segini. Paling lagi belajar di perpustakaan rumahnya. Atau lagi ngerjain PR di kamarnya. Gak mungkin Asep ke sini. Dia kan ogah ke sini.”

“ITU BENERAN ASEP KALI LAK!” ucap Nyong dengan nada tinggi membuat Galaksi menoleh dan seketika terkejut.

“Eh Sep? Tumben lo mau ke sini,” sapa Galaksi setelah sadar dari keterkejutannya.

“Ikan hiu makan kedondong. Enak dong,” ucap Nyong.

“Jadi rame,”

“Lo ke sini karena mau ketemu kita atau mau ketemu Jihan?” pertanyaan menjebak itu datang dari Oji.

Septian tidak menyahut. Cowok itu memperhatikan sekeliling yang juga memperhatikannya karena teman-temannya begitu hiperbola menyambut kedatangnnya. Septian tidak begitu suka keramaian seperti ini kecuali teman-temannya. Septian tidak begitu ingin lama-lama. Dia harus mendapatkan jawaban yang terus mengganjal di hatinya.

“Jihan? Jangan tidur di sini,” suara Zaki membuatnya menoleh. “Gue anterin pulang ya?”

Tangan Zaki dengan kurang ajar merapikan rambut Jihan dari wajahnya. Membuat Septian geram melihatnya.

“Jihan lo teler banget. Baru gitu doang padahal,” kata Zaki lagi.

Septian mendekat. Cowok itu menyingkirkan tangan Zaki dari punggung Jihan membuat teman-temannya sekaligus Zaki terkejut. Tanpa mengucapkan apa-apa cowok itu mendekati Jihan dengan wajah hampir sejajar. Wajah perempuan itu merah. Kedua matanya tertutup. Akhirnya Septian melihat bibir Jihan yang biasanya mengoceh itu tertutup rapat kali ini. Sementara Jihan merasa ada deru napas yabg mendekatinya. Jihan kenal aroma gentleman ini. Sangat tidak asing. Tapi siapa?

“Ayo pulang,” bisik Septian dengan nada rendah. Itu adalah kata-kata perintah.

“Lo mau ngajak Jihan pulang Sep?” tanya Zaki membuat Septian meliriknya. Bahkan lirikan itu hanya ditujukan oleh Zaki. Septian juga tidak mau repot-repot menolehkan kepalanya pada Zaki yang berdiri di samping kiri Jihan.

“Lo yang ngajak Jihan ke sini?” pertanyaan Septian sungguh tepat sasaran. Sementara Zaki diam. Tidak berani menyahut.

Septian tau?

“Dia cewek, Man. Bukan cowok kaya kita,” ucap Septian.

“Lo mau tanggung jawab kalau dia kenapa-napa?” tanya Septian lagi namun cowok itu sambil bergerak untuk memapah Jihan. Sementara Jihan bergumam tidak jelas. Kepala perempuan itu jatuh pada bahu tegap dan keras milik Septian.

“Gue? Bukannya lo Sep?” Zaki membalik keadaan. “Mungkin aja lo yang mau ngapa-ngapain Jihan kan?”

“Gue bukan lo,” Septian tetap saja dingin. “Liat cewek dikit langsung turun.”

SEPTIHANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang