10. DIA TIDAK CINTA KAMU

916K 78.3K 30.1K
                                    

10. DIA TIDAK CINTA KAMU

Suatu saat kamu akan merindukan seseorang yang ingin kamu singkirkan dalam hidupmu.” — Jihan Halana

Jihan merutuk. Jam setengah 8 dia masih di jalan. Perempuan itu selalu susah bangun pagi. Kalau pun dia bangun pagi itu pasti karena alarm yang disetel lebih dari satu di menit yang berbeda-beda.

“Telat ya, Neng?” tanya supir angkot.

“Iya Bang, bisa lebih cepet gak?” ujar Jihan was-was. “Ngebut dong Bang!”

Jihan keluar dari angkot ketika tiba di depan gerbang sekolahnya yang besar. Gerbang itu sudah tertutup rapat membuat Jihan jadi tambah deg-degan. Penampilannya berantakan. Rambutnya dibiarkan terurai, sedikit kusut. Bagaimana jika Bu Dayu atau Pak Dandang melihatnya? Habislah sudah Jihan hari ini. Namun ketika melihat gerbang kembali. Jihan melihat Septian. Berdiri di sana. Terhalang besi-besi. Lalu cowok itu membuka gerbang sekolah agar Jihan bisa masuk.

“Kok belum dikunci?” tanya Jihan dengan muka cengo pada Septian.

“IHH SEPTIAN KOK BISA KEBUKA?” tanya Jihan lebih kencang.

“IH SEPTIAN?! SEKARANG KAMU JADI SATPAM SEKOLAH JUGA??” tanya Jihan makin ngaco.

“Udah masuk jangan banyak tanya,” ucap Septian dingin. Menutup gerbang sekolah seperti semula setelah Jihan masuk. Gerbang sekolah ini sebenarnya susah dibuka dan ditutup karena sudah tua meski penampilannya terlihat klasik. Tapi Septian dengan biasa saja melakukannya. Dengan muka datar dan gerak-gerik tegas namun pasti.

“Septian gerbangnya gak dikunci?” tanya Jihan. Septian diam. Cewek aneh ini benar-benar menguji kesabarannya.

“OHH! APA JANGAN-JANGAN KAMU TELAT JUGA YAAA?” tanya Jihan cempreng.

Septian tidak menghiraukannya. Cowok itu menoleh ke kiri dan melihat Pak Dandang serta satpam sekolah. Septian lalu mengamit tangan Jihan. Mengajaknya pergi bersama. Lari dari kawasan itu.

“Ngapain Septian?” tanya Jihan kaget karena Septian tiba-tiba berhenti dan jongkok di depannya.

“Cepet naik,” geram Septian. Jihan mengernyitkan dahinya karena intruksi itu begitu singkat baginya.

“Jihan cepet naik,” ujar Septian. Singkat, jelas dan padat. Cowok itu benar-benar kehabisan kesabarannya.

“Naik ke mana?”

Septian geram. Cowok itu menarik kedua tangan Jihan ke lehernya lalu menggendong perempuan itu di punggungnya. Cowok itu hanya diam. Mengajak Jihan naik ke tangga atas. Melewati lantai dua lalu sampai ke lantai paling atas sekolahnya. Sementara Jihan? SHOCK berat! Pengin teriak fangirl pada Septian tapi Jihan tahan-tahan. Cewek itu tidak akan lupa kalau Septian melewati banyak tangga sambil menggendongnya dengan kecepatan lari yang tepat. Sangat akurat.

“Ternyata selain otak lo yang lemot. Lari lo juga lambat,” ejek Septian pada Jihan setelah sampai atas.

“IH APAAN SIH? KOK JADI NGEJEK-NGEJEK?” ujar Jihan melotot, tidak terima.

“Gimana bisa lo bakal dapet peringkat satu di kelas kalau kaya gini? Paling sepuluh besar aja lo gak sampe,” ujar Septian seperti Mauren kemarin. Sadis. Benar-benar menusuk sampai ke hati Jihan. Tapi bukannya gentar. Jihan malah tambah jatuh cinta. Aneh. Bener-bener aneh.

“Lo liat dari sini,” suara Septian terdengar serius. Seperti sedang mengajari Jihan. “Bu Dayu di depan kelas IPA 1. Pak Dandang lagi mau ke gerbang sama satpam. Ruang guru di tengah sekolah. Kalau kita lewat koridor utama. Kita pasti ketauan belum masuk kelas,” ujar cowok itu menatap dari atas sini.

SEPTIHANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang