Part 29 : Tidak Tahu

21 2 0
                                    

Malam itu, semua foto Dean yang tersimpan gue lihat kembali. Memori usang saat menjadi penggemar rahasia kembali keluar.

Perempuan dengan senyum tipis dengan mata teduh sanggup membuat diri ini bahagia walau sebentar. Gue lihat satu per satu, baik foto yang tersimpan rapih di laptop maupun foto yang tercetak.

Seluruh tulisan, puisi dan lirik lagu yang tertuju padanya gue lihat kembali. Hahaha, betapa bodohnya tetap mencintai seorang yang sudah enggan untuk menatap lagi.

Semua hal tentang Dean gue lihat. Mulai dari sosial media hingga jepretan dikala dia tidak sadar. Semua curhatan tentang dirinya yang tertulis rapih di laptop juga gue baca pelan-pelan.

Mengapasih perempuan seperti dia sulit sekali dilupakan, padahal ada perempuan sesempurna Gina tetap saja hati ini tidak berpaling sama sekali. Hati ini hanya terkecoh, tetap mau diapakan saja, Dean hanya sementara terlupakan.

Sudahlah lupakan apa yang pantas untuk dilupakan. Hari ini benar-benar melelahkan, adakah hal yang menakjubkan untuk segera menyudahi hari yang menyebalkan ?

Jika tidak ada, lantas apa guna tetap terjaga. Memandang sebuah foto seorang wanita cantik yang tidak memiliki rasa.

Apa yang dialami benar benar menyebalkan. Hanya terdiam mematung dan susah untuk melepasnya. Sebuah luka di hati yang tertancap dalam sukar dilepaskan.

Padahal, ada perempuan yang bermaksud melepas sekaligus mengobati secara utuh dan tulus. Lantas hati justru menyangkal perasaan terhadap perempuan itu sehingga dia meminta sebuah kepastian yang tidak dapat diberi.

Jadi, buat apa semua perasaan yang hadir. Semua orang yang datang dalam situasi terpelik dalam romansa remaja yang sedang gue alami.

Bisa tidak untuk tak sedrama ini. Kenapa perasaan sebegitu bimbang untuk menentukan siapa yang pantas. Sudah ada orang yang datang mengobati secara penuh, perempuan yang nyaris sempurna namun malah ditolak.

Malah memilih perempuan yang tidak pernah melirik. Perempuan yang sudah memiliki pasangan.

Tapi, ayolah gue harap kalian paham. Memang dalam situasi ini, Ginalah yang menang. Dia yang paling pantas. Dia yang terhebat dan tidak ada duanya. Hanya laki laki terbodoh di abad 21 yang berani menolaknya dan meninggalkannya demi perempuan yang tidak jelas.

Gina hebat, tapi dia tidak punya tempat. Sudah tersisihkan oleh Dean yang telah lama mengisi kursi di hati. Gina hanya mendapatkan ruang yang sangat kecil, setiap kali dia coba ekspansi. Perasaan itu tetap sama.

Begitu kurang lebih yang gue alami saat ini. Seperti manusia sendu pada umumnya, gue mulai mendengarkan lagu galau. Entah kenapa hal sendu seperti ini nyaman untuk disemarakkan.

Gue harap ini cepat usai dan mungkin besok gue akan menghampiri Dean. Tidak peduli dia punya Rizki, ini harus berakhir.

###

Pagi hari gue berjalan di lorong yang ramai penuh dengan murid Cipta Bangsa sedang berjalan menuju kelas masing-masing.

Suasana begitu sejuk karena hari ini mendung namun hujan enggan turun. Dia masih betah berada di atas langit dan awan sudah gelap. Seakan siap menurunkan hujan dengan paksa.

Setibanya gue di kelas gue menghampiri Ardi dan Niko. Mereka terlebih dahulu sampai di kelas.

" Gar. Gimana kabar lo? Asik ga kemarin?" Tanya Niko yang sedang duduk. Gue tetap melanjutkan perjalanan menuju bangku belakang.

" Itu Niko nanya dijawab gar. Kalau ada pertanyaan yah harus dijawab. Kalau ada teman ga punya uang, yah diperbolehkanlah ngutang"

" Gajelas di. Asli" Jawab gue ketus.

Edgar StoryOnde as histórias ganham vida. Descobre agora