Part 8 : Serangan di Atap Sekolah

2.5K 57 0
                                    

Gue dan Gina turun saat istirahat telah tiba, seisi sekolah melihat kami berdua jalan berdampingan. Gina pergi menuju kelasnya, begitu juga gue yang langsung disambut Niko dan Ardi. "Cie elah ga dapet Dean malah deketin temennya" ledek Ardi sambil memakan beng beng

Saat itu, sungguh enggan membalas ledekan Ardi. Niko melihat, seolah paham gue lagi ga mood buat diganggu. Ardi? Dia mah bodo amat. Dia mah mana tau temennya lagi badmood atau apalah.

"Abis ini pelajaran Bu Ulis ,mager banget. Cabut yuk" Lanjut Ardi, membuang sampah beng beng. Tadi pagi, gue udah cabut. Sekarang diajak lagi. Yah gue mau lah kalau diajak cabut. Cabut itu seperti seni, perlu keahlian agar tidak ketahuan. Jika masih amatir, bisa bisa kalian sulit sekali keluar.

Cabut itu butuh trik. Salah satu triknya adalah menitip absen, pura pura ke kamar mandi setelah diabsen atau diam diam keluar dikarenakan ada telepon mendadak padahal dari teman sebelah. Gue pake cara langsung keluar tanpa berpamitan. Lagipula mana ada cabut pamit dulu ke guru. Mau digantung.

"Yaudah ayok" Niko menjawab diikuti anggukan.

Tempat biasa kami bertiga cabut pelajaran adalah rooftop . Tempat yang nyaman juga sepi menjadi sebuah destinasi favorite ketika jenuh di dalam kelas .Sampai di rooftop kami bertiga duduk di kursi mengelilingi meja bundar. Ardi mengeluarkan rokoknya "ko, sebat dulu lah"

Niko mengambil rokok Ardi, menyalakan dengan korek berwarna merah "gar mau kaga? Cobalah satu isepan" Niko menyodorkan rokok. Gue diam, hanya menatap ke depan seolah tidak ada orang. Juga tidak menghiraukan tawaran Niko.

"Ye nih anak daritadi diajak ngomong ga dijawab" Ardi menghembuskan asap rokok ke atas. Niko menyetil rokok untuk menjatuhkan abunya. "Lo lagi kena radang gusi atau pagi pagi lu lupa cebok?"

Niko langsung menyerebot kata Ardi "Gar, Gina cerita tentang Dean yah?" sudah kebiasaan Niko menebak dan tebakkan itu benar. Niko pernah bilang dia jago menganalisis kemungkinan yang terjadi. Kemungkinan gue diem, yah pasti gara gara Dean.

"Iya ko" Jawab gue tanpa ekspresi sama sekali. "Kenapa Dean? Lagi deket sama orang?" Gue diam, menunduk. Ardi memakan keripik yang dia bawa. Niko memegang rokok, menghisapnya.

"Ye ela lo masih nahan aja sama kita berdua" Ardi ingin mendorong badan gue, Niko menahan. Niko memberi isyarat jangan-ganggu-Edgar-dulu . "Iya, Dean lagi deket sama orang. Orang yang ga pernah kita suka"

"Cowok emang gamungkin kita suka, emang kita Niko. Homo hahahaha" Ardi tertawa lepas, menendang bangku Niko. Tidak Niko pedulikan. Lagipula kadang omongan Ardi suka lepas begitu saja tidak mengetahui situasi.

"Sama Rizki, ketua Chorm" Kata gue. Tawa Ardi menghilang. Dia mematikan rokok. Matanya membesar,badan ia condongkan ke depan. Niko masih santai, bersandar kebangku lalu meminum es cappucino yang tadi dia beli.

"Gar, hati hati sama dia. Dia bisa bikin lo kenapa napa. Dia sinting lebih nekat dari kita berdua" Nada suara Ardi memberat, mengindikasikan dia mulai serius. Padahal sedetik tadi dia berkelakuan seperti monyet lepas dan sekarang menjadi monyet yang sudah dikandang kemudian dikasih pisang.

"Paham banget men, cuman gue ga akan rela Dean sama dia"

"Gar, gue yakin Rizki gaterima ceweknya direbut orang lain. Apalagi direbut lo. Lo ga inget terakhir kita berdua ribut sama dia. Tangan gue patah dan lo dirawat" Ardi dan gue pernah berantem dengan Rizki.

Engga ada masalah apa apa, kita dicegat sama anak Chorm dan para preman. Motor gue diancurin, mereka mengepung kami berdua. Kami berdua melawan, walau sekeras apapun pertarungan yang kami hadapi. Jangan harap kami lari.

Edgar StoryWhere stories live. Discover now