Part 14 : Ditolak Ibunya

1.7K 45 0
                                    

Setelah ditampar Dean, gue pulang ke rumah untuk mandi dan mempersiapkan diri untuk bertemu Dean.Kalau ingin bertemu dengan dia, badan harus bersih bisa bisa dia bersin jika badan ini kotor.

Bi Sari datang ke kamar saat gue lagi pakai parfum. "Loh Edgar mau kemana? Pakai kemeja segala. Mau kondangan?" Dia duduk dia tempat tidur.

"Enak aja, Edgar mau kerumah calon jodoh"

"Memangnya kamu yakin jika dia jodoh kamu? Emangnya tau darimanasih kalau itu jodoh kamu?" Kata Bi Sari tertawa sedikit, wanita berumur sekitar 45an ini adalah orang yang merawat gue dari kecil.Orang yang lebih peduli terhadap diri ini dibanding orang tua sendiri.

"Yakin, tadi sempat ngintip daftar jodoh. Katanya aku jodoh sama dia. Tunggu saja 10 tahun lagi, bibi dapet undangan"

"Kalau ternyata tidak jodoh?"

"Berarti bibi salah dapet undangan. Sudah pasti aku jodoh sama dia hehe"

"Oh iya gar, besok Ayah sama Bunda pulang. Tumben yah mereka berdua datang kerumah secara bersamaan"

Gak gue jawab sama sekali, masih asyik menyisir dan memakai pomade. Bibi diam, dia selalu tahu jika membicarakan kedua orang tua adalah hal yang tabu.Tapi dia masih gemar membicarakan itu, berharap gue bisa mengerti kerjaan nyokap bokap. Alah, adanya juga mereka yang harus mengerti. Bukan anak yang harus mengerti.

Padahal, mereka bisa keluar dari zona nyaman lalu mencari pekerjaan lain di Indonesia agar bisa ketemu gue setiap saat.Ini mah engga, malah asik keluar negri tidak memperdulikan anak sendiri.

"Kamu gak rindu sama Ayah? Sudah lama kamu gak jumpa sama dia"

"Udah yah bi, Edgar berangkat" gue melongos pergi melalui pintu berwarna coklat tanpa menjawab perkataan terakhirnya, Bi Sari masih duduk melihat gue pergi.

Sampai di garasi, gue memasuki mobil BMW 760Li berwarna silver. Sebelum ke rumah Dean, gue mau beli bunga dulu. Ketika sampai di toko bunga, gue mencari bunga yang paling besar.

"Buat siapa dek bunganya?" Tanya si penjaga toko sambil menyiapkan bunga. "Yang pasti bukan buat abang, bukan buat istri abang juga"

"Yah pastilah bukan buat istri saya, saya kan belum menikah hehe"

"Yah maksudnya bukan buat istri abang di masa depan, tapi buat calon pacar saya" Kata gue sambil duduk melihat dia menyiapkan bunga. Abangnya ketawa "hahaha... pasti seneng dia dikasih bunga sebesar ini"

"Belom tentu dia bisa senang" Sang penjual bunga melihat gue heran "Kenapa?"

"Kalau abang yang ngasih bunganya, pasti dia akan merasa biasa saja. Kalau saya yang ngasih, dia akan merasa spesial!"

"Lah kalau ternyata dia lebih senang diberi oleh orang lain. Bukan sama kamu, juga bukan sama saya. Lantas pernyataan kamu salah dong?"

"Engga salah. Masih benar, orang lainnya itu suruhan saya. Jika bukan suruhan saya, pasti dia sudah menghilang"

"hahaha bisa saja kamu. Ini sudah selesai saya rangkai" Gue mengambil bunga yang dia beri,sembari memberi uang. "Terima kasih bang" Bunga ditaruh didalam mobil, mesin mobil menyala dan mobil melaju menuju rumah Dean.

Jakarta kala itu tetap ramai, banyak kendaraan lalu lalang. Dalam perjalanan ditemani lantunan musik,mulut menyiapkan kata saat bertemu Dean. Empat puluh menit dilewati dalam perjalanan yang menguras tenaga. Malam itu, Jakarta terkena macet yang parah hingga gue mencari cari jalan pintas. Namun malah tersasar.

Biasanya hanya butuh waktu dua puluh menit, kali ini dua kali lipatnya. Memang jalanan menuju rumah Dean adalah jalanan yang rawan macet. Ditemani perut yang meraung raung kelaparan, gue tembus macet jakarta demi permohonan maaf.

Edgar StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang