Part 22 : Sepulang Sekolah Bersama Gina

1.5K 29 0
                                    

Gue mengambil motor diparkiran bersama Gina, dia sudah ada disebelah. Sebelum bel berbunyi, gue sudah menunggu didepan kelas Gina dengan muka berantakan habis berantem, tidak gue obati hanya dibasuh air agar darah tidak jatuh ke pipi.

"Kak, kenapa laki laki gemar sekali berantem?" Tanya Gina sambil menaiki motor, gue memakai helm kemudian menjalankan motor " Gatau, gak semua gemar. Aku saja mungkin ehehehe"

"Loh kak? Kok ngomongnya pake aku akuan? Kakak kenapa?" Tanya Gina, rambutnya terkibas terkena angin jalan. Motor dikendarai tidak kencang, padahal ini motor sports. Akh andai saja tiba dirumah ada satu buah motor classic , pasti gue bahagia.

Memakai motor sports kalau tidak dibawa kencang, rasanya aneh. Mungkin caferacer akan jadi pilihan tepat untuk gue bawa ke sekolah. Motor gue yang sekarang, Yamaha R6 memiliki 600cc, membuatnya sangat indah kalau dibawa kencang. Sementara kurang asik kalau dipakai pelan. Andai saja pulang ke rumah, membuka garasi dan didalamnya ada caferacer dengan 150cc.

" Engga apa apa, kamu kan ngomongnya juga aku kamuan. Jadi gak masalahkan kalau aku juga begitu?" Gina tertawa mendengar gue menjawab itu, suaranya terdengar manis di telinga. "Iya gak papa, kalau kakak yang bilang jadi terasa spesial"

Gue tersenyum samar dibalik helm fullface "Gina mampir yuk kerumah, katanya Bunda ingin kenalan" Kata gue asal. Gina tahu kalau sedang dibohongi, karena tidak mungkin Bunda tahu tentang Gina "Sudah malam, takut dilarang Papa"

"Nanti aku bilang ke Papa kamu, tenang saja. Lagipula aku yakin Papamu tidak melarang anaknya untuk berkenalan"

"Akh! Bilang saja kamu yang ingin berlama lama kan?" Nada bicaranya seperti sedang mengintrogasi secara santai "Hahaha iya tuh kamu tahu"

Gina memukul pundak perlahan "Yaudah mau" Jawab dia singkat.

*****

Gue turun dari motor, Gina juga. Dia terlihat kesulitan turun karena jok motor yang tinggi. Jadi perlu bantuan untuk menurunkannya. "Turun dari motor saja masa kesusahan!"

Gina membalas "Terlalu tinggi joknya, kalau joknya seperti sepada roda tiga sih mudah!" Gue langsung mencubit kedua pipinya karena gemas mendengar dia berbicara begitu. Gina langsung mengelus kedua pipinya, terlihat dia malu mendaptkan cubitan secara mendadak.

"Kak Edgar curang!"

"Curang kenapa?"

"Cubit pipi gak bilang bilang, seharusnya bilang dulu biar Gina siap"

"Memang kenapa kalau mendadak? Kamu jadi senang begitu? Kalau bilang nanti jadi gak surprise, lagipula sesuatu yang mendadak bisa membuat bahagia seketika. Lihat kamu bahagia kan dapet cubitan mendadak? Hehe"

"Akh.. engg... ga" Kata Gina terpatah patah, dia bohong. Terlihat dari pandangannya yang kemana mana "Hmm.... iya gak salah lagi bahagianya heheh" Gue menggandeng tangan Gina, menuntunnya untu masuk ke dalam rumah.

"HALLLOOO" Teriak kedua orang tua gue ketika kami membuka pintu, gue diam bingung. "Ada apa?" Pertanyaan pertama yang keluar dari mulut. Aneh saja melihat kedua orang tua menyapa ketika gue membuka pintu. Ayah dan Bunda juga terlihat heran saat anak satu satunya mengandeng tangan seorang perempuan.

Mereka saling beradu tatap seperti mengerti bahwa perempuan yang gue gandeng adalah pacar. Gina memang pacar gue, namun belum resmi. Doakan saja besok dan besok besoknya lagi menjadi resmi. Mungkin lo akan gue undang saat acara peresmian hubungan.

"Ayok ikut Ayah dan Bunda ke garasi" Mereka langsung membelakangi tubuh dan berjalan menuju garasi yang terletak disebelah kanan rumah. Garasi terbuka secara otomatis ketika ayah memencet sebuah tombol. Gue tetap mengandeng Gina, padahal dia sempat protes "Kak lepasin, malu sama orang tuamu"

Edgar StoryWhere stories live. Discover now