Part 26 : Bertatap Muka Dengan Ayahnya

458 17 4
                                    

"Halo, Bunda mau bertemu. Tadi aku cerita kalau kemarin cium kening kamu, terus dia tersenyum. Untung tidak ada Ayah, bisa diledeki olehnya. Aku jemput yah, kamu kesini. Bunda kangen, katanya begitu" Gue menelepon Gina.

"Ihhhh kamu kali yang kangen, yaudah aku siap siap yah. Bilang kalau mau otw"

"Iya aku yang kangen, tadi alasan saja bilang bunda yang kangen hehehe. Oh iya, Aku udah sampe rumahmu, ini lagi di depan gerbang. Ayo bukakan, aku bawa catur. Siapatau Ayahmu suka bermain catur, biar aku lawan. Nakal begini, aku lumayan jago soal catur"

Terdengar suara terkejut dari Gina, dia berteriak" IHHH KAN AKU BELOM MANDI, KOK UDAH SAMPAI AJASIH" Terdengar suara pintu terbuka dan langkah kaki terdengar. Gina menggunakan celana pendek berwarna pink dengan baju piyama lengan panjang bergambar teddy bear.

Belum mandi ditambah rambut berantakan saja kamu tetap cantik kok Gina, tidak perlu malu. Bau badanmu juga wangi seperti memakai parfume. "Tadi sebelum turun aku menyemprotkan parfume, takut bau terus kamu ilfeel deh sama aku" Ah pantas wangi, dia menggunakan parfume.

"Ngomong ngomong ngapain bawa catur?" Tanya Gina sambil matanya mengarah ke papan catur yang dibawa.

"Kan tadi aku bilang kalau mau lawan Ayahmu"

"Ngapain lawan Ayahku, kayak bisa aja. Dia cerdas banget loh" Kata Gina sambil memegang pintu pagar, sementara gue bersender di mobil.

"Engga masalah cerdas atau tidak. Daripada bosan menunggumu bersiap siap, lebih baik bermain catur sama Ayahmu?"

"Iyasih hahaha, yaudah kalau kamu maksa. Sini masuk, Ayah lagi baca koran di ruang tamu. Sekalian deh aku kenalin kamu ke dia, jangan gugup yah. Santai saja" Gina mendorong pintu pagar agar motor bisa masuk. Gue memasukan motor ke dalam rumah Gina.

Gue pernah ke rumah Gina, sering setiap pagi. Tapi tidak pernah masuk ke dalamnya. Gina mengandeng tangan, seakan turis yang tidak boleh pergi kemana mana hingga dia genggam menuju pintu rumahnya. Tiga buah tangga harus kita lalui menuju pintu, rumah Gina memiliki desain yang bagus. Jelas saja, Ayahnya arsitek.

"AYAHH, GINA BAWA TEMEN!!" Gina berteriak bersemangat seperti biasanya, Laki laki berumur sekitar 50an melipat korannya lalu dia tersenyum lebar. Gina melepas genggaman, langsung memeluk tubuh Ayahnya yang gempal. "Ah anak gadis Ayah sudah bawa laki laki nih hahahahahaah" Kata Ayah Gina sambil tetap berpelukan.

"Ayahhh, Gina mau ke atas. Mau mandi, Gina diajak jalan sama dia. Oh iya biar Gina kenalin. Ayah ini Edgar, Edgar ini Ayah aku" Gue mencium tangan Ayah Gina.

"Ayahh, Gina nitip Edgarrr. Dia ngajakin mau catur lohh" Gina mulai berjalan menuju kamarnya yang terletak dilantai dua meninggalkan kami di ruang tamu dengan desain brilian. Seluruh dekorasi hingga furnitur berwarna putih. Gue tidak mengerti benda apa saja yang berada di ruang tamu Gina, karena banyak hiasan yang asing.

Banyak banget barang aneh, jadi daripada gue sotau, ada baiknya kalian searching di google tentang dream living room, seperti itulah ruang tamu Gina. Hehehehe. Alasan. Aslinya mah malas menjelaskan.

Ayah Gina duduk di kursi, gue juga "Nama kamu siapa?" Tanya Ayah Gina menutup koran, berusaha fokus terhadap laki laki berkacamata yang duduk di depan dia sembari merapihkan catur untuk dimainkan. Padahal sudah diperkenalkan, buat apa bertanya lagi yah?

"Edgar om, Nama om siapa?" Ayah Gina ikut menyusun catur, gue rasa dia tertarik untuk bermain. Gue harap dia tidak terlalu jago, biar ada perlawanan. "Oh nama saya Edy, kamu kelas XII? Gina sudah banyak cerita. Habis ini mau masuk mana?"

Salah satu pertanyaan yang selalu gue coba untuk dihindarkan. Belom sama sekali kepikiran akan kemana, hanya berjalan saja mengikuti arus. Dimana saja asal berguna sih sudah cukup, tapi orang tuakan mau yang lebih. Berusaha untuk sang anak memiliki tujuan dan mimpi.Minimal bisa mengalahkan mereka.

"Desain kayanya om, saya gak begitu suka jurusan yang ada hitungannya" Gue mulai menjalankan pion, Ayah Gina juga menjalankan pion yang berada di depan raja " Hahahaha, memangsih desain berfokus pada pengembangan ide kreatif, kamu harus dituntut kreatif nanti"

Gue menjalankan kuda,maju kedepan dan sekarang berada disebelah pion " Iya memang, lebih baik mengembangkan ide ketimbang memecahkan soal aljabar dan integral. Lebih baik satu jam mendesain, dibanding menulis dua baris jawaban matematika"

"Kamu sebenci itu sama matematika? Saya juga sebal, apalagi saat kuliah. Harus menghitung luas tanah, luas pintu dan perbandingan skala bangunan. Betul betul melelahkan, tapi yah mau gimana orang tua maunya gitu" Ayah Gina meminum kopi yang berada disebelah papan catur setelah selesai menjalankan pion.

Ayah Gina terkesan tenang, dari suaranya yang halus layaknya orang jawa dan mudah beradaptasi terhadap orang baru. Dia bahkan bisa membawa suasana rileks terhadap seorang pria yang baru pertama kali berjumpa dan sudah mengajaknya bermain catur, apalagi pria tersebut adalah gebetan anaknya. Namun dia sama sekali tidak membahas kami berdua.

" Kamu lihat" Ayah Gina bersandar dan tidak memperdulikan permainan, dia lebih memilih mengobrol.

Dia menunjuk sebuah dinding yang berisi potret lengkap keluarganya yang dibentuk secara indah. Beberapa foto berbentuk horizontal dan ada pula vertikal. Digabung dan dibentuk sehingga jika dilihat dari jauh membentuk persegi panjang.

"Itu adalah potret keluarga saya, saya pajang di ruang paling depan agar tamu yang datang tahu bahwa kami keluarga yang harmonis dan saya pribadi menginginkan masing masing anggota saling mengedepankan urusan keluarga dibanding yang lain. Maka dari itu saya taruh di ruang paling depan. Agar ketika mereka keluar, mereka selalu ingat rumah"

"Semua desain, warna dan bentuk memiliki makna. Itu salah satu makna desain yang saya buat dan beritahu ke setiap anggota keluarga. Mengharapkan mereka untuk menyanyangi satu sama lain dan mempriotaskannya. Semua desain, punya makna" Tutur Ayah Gina.

"Seorang seniman harus mampu mepresentasikan gambar menjadi makna, apa kamu bisa menjadi seperti itu?" Dalam satu kali percakapan saja sudah sangat menggambarkan betapa bijak Ayah Gina, hampir sama dengan Gina namun Ayahnya lebih menunjukan kedewasaan.

Dia kembali melanjutkan kata kata "Kamu sudah berusia tujuh belas, kalau perhitungan saya tidak salah, sudah waktunya berpikir masak masak soal jurusan. Jangan asal masuk, ingat kamu laki laki. Harus membanggakan keluarga, jangan pontang panting tanpa arah"

Saat ini, gue banyak mendapat nasihat dari laki laki yang baru pertama kali dikenal. Pertandingan catur harus diberhentikan sejenak untuk kita berdua berbicara. Berbeda sekali dengan Ayah yang gemar bercanda atau Papa Ardi yang santai. Laki laki ini gemar memberikan nasihat.

"Haii, Aku udah siap nih" Teriak Gina menganggu kami. "Ehhh anak Ayah sudah rapih, yaudah sana jalan sama Edgar. Hati hati yah jangan pulang terlalu malam"

"Iyaaa Ayah" Gina mencium tangan dan pipi Ayahnya "Om pergi dulu yah" Gue mencium tangannya "Iya jaga baik anak perempuan saya" Gue mengangguk.

Edgar StoryWhere stories live. Discover now