2016 » Don't Go

471 54 3
                                    

"Besok kita harus segera pulang." Rachel yang berada dalam pelukannya mendongak.

"Kenapa? Aku masih pengen disini." Ya, Rachel sangat betah di Meikarta. Ibu mertuanya itu selalu baik padanya. Masakannya enak-enak. Rachel dianggap anak sendiri olehnya. Ini efek sudah lama ingin anak perempuan, tapi yang mereka punya hanya Chenle. Punya keturunan lagi bukan hal yang mudah untuk mereka.

"Enam hari lagi kan? Kita butuh buat nyiapin banyak hal."

"Tapi lusa aja. Jangan besok." Bujuk Rachel tapi Chenle enggan goyah pendiriannya. Ia ingin hari pernikahan yang sesempurna mungkin.

Lagipula pernikahan mereka mendadak. Itu karena ibu Chenle yang mau mereka cepat-cepat menikah. Rachel awalnya enggan. Tapi semakin kesini ia mulai merasakan kasih sayang ibu mertuanya. Seperti ibu sungguhan. Kasih sayang yang tidak pernah Rachel rasakan. Lagipula Chenle mencintainya. Rachel juga. Jadi tunggu apa?

Mereka juga belum sempat menyiapkan apa-apa. Karena itu Chenle langsung membuka ponselnya untuk memboking tiket. Tapi sayangnya dihari besok, semua tiket maskapai sudah habis terjual. Hanya tersisa satu di kelas ekonomi.

"Kan, aku bilang juga apa,.."

"Gapapa, aku berangkat duluan nanti kamu nyusul besoknya."

"Kenapa ga sekalian lusa aja kita berangkatnya?"

"Sayang, kita belum nyiapin apapun."

"Kan bisa minta tolong EO atau apa gitu." Tapi Chenle menggeleng. Sama kasusnya dengan Veronica, ia ingin menyiapkan semuanya sendirian. Karena baginya, itu acara yang sangat spesial.

Karena malas berdebat, Rachel pun memutuskan untuk kembali memejamkan mata. Wajahnya menyusup ke dada bidang tunangannya. Memcari kehangatan disana. Wangi khas milik Chenle selalu berhasil membuat Rachel tertidur.

Sementara empunya mengeratkan pelukan, setelahnya mengecup puncuk kepala Rachel penuh kehangatan. Tidak ingin ia lepas seolah takut seseorang mengambilnya darinya.

💐💐💐





"Kamu mau kemana?" Rachel menghampiri Chenle yang tengah berbenah. Memasukkan beberapa pakaiannya kedalam koper. Chenle sudah rapih dengan kmeja putih dan celana hitam yang terlihat cingkrang sampai mata kaki. Tapi justru iru membuatnya terlihat cool. Jangan lupakan sneakers putih yang baru dia beli kemarin di Trans Studio Mall. Rambutnya juga ditata. Diangkat ke atas memamerkan dahinya. Singkatnya, Chenle sangat tampan.

"Jadi berangkat sekarang? Pagi banget."

Chenle tersenyum manis. Kemudian merentangkan tangannya memberikan sinyal, Hug me.

"Don't go." Kata Rachel. Chenle terkekeh gemas.

"Ya Tuhan, Ra. Kita kan cuma ga ketemu satu hari. Aku udah pesan tiket buat kamu besok."

Tapi entah apa penyebabnya Rachel menangis.

"Udah jangan nangis." Chenle mengusap air mata Rachel.

"Aku harus segera berangkat. Udah hampir telat ini. Aku berangkat ya,."

💐💐💐


Veronica tidak bisa menolak rasa senang dan bahagia yang kini membuncah di dadanya. Bagaimana tidak? Renjun, tunangannya itu tengah mengisi ruang kosong di ruas-ruas jarinya. Memang tidak ada sedikitpun kehangatan yang terasa. Terkesan sangat kaku bahkan.

Dan satu hal lagi yang membuat Veronica kecewa, di jari-jari Renjun, tidak ia jumpai cincin pertunangan mereka. Ahh, Veronica kembali merasa hanya dirinya sendiri yang excited dengan perjodohan ini. Sebenarnya Veronica juga sudah pesimis, tapi pesan singkat dari Renjun yang tidak pernah Veronica sangka. Bahkan ia cukup senang pria itu mau menghubunginya duluan. Renjun bahkan yang mengajak untuk fitting gaun tadi pagi.

Jadi apa maksudnya ini? Demi Tuhan, Renjun membuat Veronica bingung setengah mati.




Dan tanpa tanpa Veronica ketahui, Renjun tengah berusaha untuk menyamankan diri. Dia barusaja memutuskan untuk belajar mencintai Veronica, calon istrinya. Lagipula, gadis yang mengisi seluruh tempat dihatinya juga sudah pergi. Pergi jauh, sejauh-jauhnya. Ke tempat yang tidak akan pernah bisa Renjun gapai lagi.



Waktunya untuk memulai hidup yang baru. Lagipun Veronica gadis yang baik dan cantik. Renjun tidak melihat sama sekali ada celah darinya. Dia sempurna.

"Renjun,." Renjun memalingkan seluruh atensinya pada obsidian Veronica yang gelap. Memenuhi seluruh panggilannya. Sambil tersenyum.

"Kita makan yuk!" Permintaan itu juga Renjun penuhi.








"Emm, Renjun..."

"Veronica,.."

"Eh kamu duluan aja."

"Ngga, kamu duluan aja gapapa."

Sepertinya cara komunikasi Renjun dengan Veronica juga berkembang.

"Kamu mau ngomong apa?" Veronica kaget bukan main. Renjun mengatakan ini sambil meraih tangannya. Mnggenggamnya lembut.

Obsidian mereka juga bertemu kembali. Dan seketika itu juga Veronica merasa menyesal telah berharap. Tatapan itu masih sama. Kosong. Bukan seperti yang Renjun berikan pada Rachel. Bukan seperti yang Veronica selalu dapatkan dari Na Jaemin.


"Silahkan dinikmati." Suara ramah dari pramusaji itu menginterupsi.

"Ahhhh, yes Thanks." Ujar Veronica. Bersamaan dengan itu pula, tangannya ia tarik dari Renjun. Kemudian Sikunya tidak sengaja menjatuhkan garpu dari piring saji.

Renjun menunduk mengambil garpu yang Veronica jatuhkan. Dan ketika itu pula sesuatu keluar dari kerah kmejanya. Veronica melihatnya. Itu cincin tunangan mereka. Renjun menjadikannya sebagai bandul kalung.

"Please take a clean fork again for me" Ujar Renjun pada salah satu pelayan.


"Renjun,"
Yang dipanggil menoleh. Mengangkat alis seolah berkata dengan isyarat: "Iya?"

"Cincinnya..." belum sempat Veronica merampungkan kalimatnya, Renjun memangkas seenaknya. "Ahhh, iya. Kemaren itu cincinnya kekecilan di jari manis aku. Jadi aku jadiin kalung. Kan ga lucu kalo dipake di kelingking."

Ahh itu benar, Veronica tidak tahu ukuran jari Renjun saat membeli cincin itu. Veronica juga ingat ketika ia memasangkan cincin itu di jari manis Renjun, bahkan tidak sampai di pangkal jarinya.




Dan pada akhirnya Veronica menyadari satu hal, bahwa cintanya tidak bertepuk sebelah tangan lagi. Bahwa pada kenyataannya Renjun hanya perlu waktu. Bagaimanapun juga mereka baru mengenal satu sama lain.

Benar kata Jeno, pernikahan bukan perkara main-main. Kedua pihak harus benar-benar saling yakin dan serius. Untuk menciptakan itu, bukankah harus saling kenal dulu? Akan tidak lucu jika dalam sebuah pernikahan, pihak-pihak yang terlibat merasa seperti orang asing. Dan Renjun sudah menentukan pilihan jalan hidupnya.

💐💐💐


Rachel dan calon ibu mertuanya sedang menikmati waktu senggang di depan televisi. Apalagi kalau bukan drama.

Suasana begitu menyenangkan sampai ketika sebuah breaking news muncul di sela-sela iklan.

Mereka bilang, beberapa waktu yang lalu terjadi kecelakaan pesawat tujuan Incheon yang berangkat dari Soekarno-Hatta. Dan betapa terkejutnya Rachel dan calon mertuanya saat mendapati nama Zhong Chenle berada di daftar kolom korban.


TBC

Meikarta (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang