2016 » Fiance

436 50 0
                                    

Dua pria berparas rupawan itu menatap Renjun tidak percaya. Sementara objeknya hanya memijit pelipis merasa pening. Yang satu lainnya bampak santai saja.

"Dude, lo yakin?" Yang berkulit paling gelap buka suara. Sementara kakaknya terlalu malas untuk menyuarakan pertanyaan-pertanyaan yang berputar di kepalanya.

"Cuman tunangan kan? Belum dipingit." Chenle berujar santai kemudian menegak air putihnya.

Haechan masih tidak memahami cara berpikir kedua sahabatnya itu. "Ya tapi kan tetep aja.... Guys, kita ini masi muda. Nikmati aja dulu."

Mereka memutuskan untuk mengadakan reuni kecil-kecilan di rumah Renjun saat mendengar kabar salah satu sahabatnya yang lama menghilang itu pulang ke Meikarta. Ya, Chenle memutuskan untuk pulang sebentar untuk mempersiapkan pernikahannya. Tapi belum ia katakan pada mereka.

"Le, lo kesini ngajak Rachel?" Tanya Renjun.

"Iya." Chenle menjawab seadanya kemudian meminum airnya lagi. Ia memang baru minum dua gelas hari ini. Masih harus enam lagi untuk memenuhi kebutuhan cairan tubuhnya.

"Rachel? Siapa lagi tuh?" Haechan dibuat bingung dengan nama-nama perempuan yang ia dengar pagi ini.

"Tunangan gue."

"WHAT?" Pekik Haechan membuat Jeno yang duduk disebelahnya terkejut.

"Udah lama sih. Bulan depan mau nikah juga."

"WHAT?!!" Kalau ini Jeno dan Renjun juga ikut memekik.

"Jadi kalian mau mulai kehidupan baru ya?" Gumam Jeno.

"Yaudah Jen. Kayaknya cuma kita yang bakalan ngebujang lama." Haechan bergelayut manja di lengan kekar Jeno.

"Lo aja kali. Gue ngga." Jeno melepas paksa pelukan Haechan. Haechan menatap abangnya bingung.

"Semalem Mami bilang, anak temennya mau dijodohin sama salah satu dari kita. Mami tahu lo ga mungkin mau. Makanya gue yang....." Kemudian Haechan memangkas kalimat Jeno.

"HAHAHHAHA Jangan bercanda lo!"

"Yang bener Jen? Terus lo terima?" Renjun menganggapnya serius. Begitupun Chenle. Sementara Haechan mulai merembes air matanya melihat Jeno yang mengangguk.

"Jen lo jangan tinggalin gue lah...." dia kembali bergelayut pada Jeno.

"Gue dari dulu mainnya perempuan. Beruntung ada yang masih mau. Lagian bentar lagi kuliah udah kelar. Jadi ya, gitu." Ya, selama ini kan Jeno kerjaannya pacaran sana sini. Mantannya bertebaran dimana-mana. Habis manis sepah dibuang. Kalau bosan ya, tinggal ganti yang lain. Lagipula banyak yang ngantri.

Tapi makin kesini, makin dewasa dan ingin berkomitmen, tidak ada satupun yang mau Jeno ajak serius. Mereka sudah terlanjur men-cap Jeno seperti ini: "Lee Jeno itu cowok untuk diajak main saja. Bukan untuk diajak menikah." Dan mungkin ini yang namanya karma, pikir Jeno.

Haechan masih sesenggukan. Haechan sayang Jeno. Haechan tidak siap kalau Jeno harus jauh darinya. Walaupun cara bicaranya datar dan dingin seperti itu, Haechan tahu pasti, Jeno sangat menyayangi adiknya. Hanya saja caranya berbeda dengan kakak yang lainnya. Dia punya cara khusus untuk mengungkapkan rasa sayangnya.

"Kalo lo nikah, terus nanti siapa yang bangunin gue? Siapa yang beresin kamar?Siapa yang ngerjain tugas gue? Siapa yang...."

"Eh Blackhole! Lo pikir Abang lo ini babu lo?" Tapi memang begitu nyatanya. Hanya saja entah kenapa Jeno tidak mau mengakuinya. Ketika Haechan meminta diambilkan semangka, Jeno akan bilang : "Manja banget! Lo punya kaki punya tangan buat apa?!" Tapi beberapa saat kemudian, Jeno akan kembali dengan sepiring semangka segar untuk Haechan. Cih, dasar tsundere!

"Yaaaa bukan gitu.... bukan gitu..... pokoknya lo jangan nikah dulu...." rengek Haechan membuat Jeno memutat bola mata malas.

Padahal niat Jeno tidak begitu. Hanya tunangan saja, bukan menikah. Jeno juga tidak ingin meninggalkan adiknya sendirian. Dia ingin melihat Haechan menikah duluan. Lagipula, selama ini selalu main-main, Jeno jadi tidak mengerti apa-apa soal komitmen. Ia ingin belajar bagaimana bertahan dengan satu wanita. Mengikatnya dengan status bertunangan merupakan pilihan yang tepat.


🌸🌸🌸

Veronica tidak bisa berhenti tersenyum dari tadi. Kakinya ia simpuhkan. Jari-jari mungilnya tidak berhenti membolak-balikkan halaman. Jangan lupakan bibir mungilnya yang bersenandung sekenanya.

"Nona, apa perlu saya carikan butik lain?"
Mr. Hwang yang sedari tadi setia berdiri didekatnya buka suara. Sudah tiga katalog Veronica teliti, namun tidak ada satupun gaun yang memenuhi keinginannya. Padahal semua gaun terlihat cantik dan glamour sehingga membuat kesan mewah. Tapi Veronica mencari gaun yang simpel. Ini kan hanya acara pertunangan, bukan pernikahan. Veronica mau memakai gaun-gaun cantik seperti itu saat pernikahannya saja nanti. Acara tunangannya tidak boleh lebih bagus dari pernikahannya.

"Aku kan udah bilang, aku mau ngurus acara tunanganku sendiri." Mr. Hwang merasa khawatir dengan majikannya itu. Sudah sepekan Veronica kurang tidur mengurus acara pertunangannya. Belum lagi Veronica masih berstatus mahasiswa yang sibuk dengan tugas-tugas. Mr. Hwang takut Veronica jatuh sakit. Ya, Mr. Hwang sudah manganggapnya seperti putrinya sendiri. Pasalnya, sudah sejak kecil Mr. Hwang menjadi personal asisten Veronica. Mengingat Veronica yang jarang dipegang orangtuanya yang super sibuk, ia lebih sering menghabiskan waktu bersama Mr. Hwang.

"Tapi Nona..."

"Mr. Hwang, VE-RO-NI-CA." Veronica menekan setiap suku kata namanya.

"Bukan Nona." Imbuhnya.

"Iya-iya, Veronica. Ngomong-ngomong kenapa bersikeras nyiapkan acara tunangannya sendirian. Kan ada Mr, Mr. Hwang bisa bantu."

"Mr. Hwang, acara ini spesial buat aku. Sebenernya aku pengennya nyiapin ini ga sendirian,"

"Oohh, yaudah. Mr mau kok bantu Caca." Caca adalah panggilan kecil Mr. Hwang untuk Veronica. Karena dulu, waktu masih kecil Veronica kesusahan melafalkan namanya. Jadilah dia hanya mampu bilang kata 'Ca' yang merupakan suku kata terakhir nama Veronica.

"Bukan itu... aku pengennya nyiapin acaranya itu bareng sama Renjun. Kan lucu, kayak di cerita-cerita Wattpad gitu."

"Wattpad apa?" Alis Mr. Hwang bertaut tidak mengerti. Ponselnya saja hanya berisi buku telepon dan alamat surel. Mr. Hwang itu gaptek. Dia tidak punya waktu untuk mempelajarinya.

"Ya itu deh, pokoknya. Tapi gimana lagi, aku juga ngerti, kita kan dijodohin." Raut Veronica tiba-tiba berubah muram. Mr. Hwang duduk disebelahnya, mengusap punggungnya. Veronica pun menyandarkan kepalanya di dada asistennya itu. Ia memang sering begini dari dulu. Mr. Hwang juga akan dengan senang hati memberi kata-kata penenang sambil mengusap kepalanya.

"Caca jangan sedih, Mr yakin, Tuan Muda juga suka sama Caca kok. Buktinya Tuan Muda ga nolak perjodohannya kan?"

Mr. Hwang bukan hanya sekedar personal asisten untuk Veronica. Beliau mampu merangkap menjadi sosok teman, sahabat, bahkan Ayah untuknya. Dan Veronica menyayangi Mr. Hwang, begitupun sebaliknya.







TBC

Meikarta (END)Where stories live. Discover now