2012 » Berbeda

670 88 23
                                    

Renjun rindu seperti ini. Duduk di balkon kamar dengan Saeron yang menjadikan bahunya sandaran. Menikmati menungkiknya matahari di ujung barat. Dulu sering begini. Tapi entah apa sudah lama mereka tidak melakukannya.

" Matahari itu indah ya. Tapi sayang ga bisa dipandangi sepanjang hari."

"Maksud kamu, Sa?"

"Kalo kamu lihat matahari siang-siang, mata kamu sakit dong?"

"Ohhh."

"Ahaha ga penting banget kan?"

Hening.

Hingga bulan hendak muncul untuk menggantikan tugas matahari menerangi bumi.

"Udah yuk, masuk!" Ajak Saeron.

"Kenapa? Ga mau lihat bulan dulu? Bulan itu lebih indah dari matahari loh. Bulan juga hangat."

"Ga ah, Sasa ga suka bulan."
Renjun terkekeh mendengarnya.

"Kamu ini aneh. Kok malah lebih suka matahari daripada bulan." Karena perempuan pada umumnya lebih suka bulan memang. Benar?

"Bulan emang hangat dan indah. Bisa dipandangi sepanjang malam lagi. Tapi bulan ga se-setia matahari. Bulan datengnya ga nentu. Kadang kemaleman, kadang kesiangan. Kalo matahari, selalu dateng tepat waktu. Seolah sadar, kehadirannya sangat diharapkan."

Renjun tersenyum kecut dengan ingatan bak kaset rusak yang berputar di otaknya. Selama ini dia merindukan Saeron. Saeron tidak pergi ke sekolah lagi. Karena dia menjalani home schooling. Semenjak kecelakaan itu, Mark jadi over protectiv dengan adiknya.

Katakan Renjun gila. Saeron sedang duduk di sebelahnya. Menikmati sunset bersandar pada bahunya. Tapi rasanya Saeron sedang berada di tempat yang sangat jauh darinya. Dan ini tak mampu mengobati rindunya, malah menambah beban rasa.

Saeron yang lebih banyak bicara, dia juga tidak pernah menangis Renjun perhatikan selama beberapa minggu terakhir ini. Padahal, biasanya Saeron itu cengeng. Melihat keluarga kecil yang sedang berjalan-jalan di taman saja, dia menangis.

Satu hal lagi, ketika Renjun mengajak ia makan malam di sebuah restaurant, Saeron malah menanyakan hal yang tak seharusnya ditanyakan.

"Kenapa Renjun ajak Sasa kesini? Tumben."

Padahal itu tanggal 3 Juli. Ditanggal itu juga mereka selalu makan malam di restaurant tersebut. Karena Saeron bilang dia suka disana. Tempatnya tidak terlalu ramai. Dindingnya bukan beton atau bata, tapi kaca. Jadi mereka bisa menikmati cantiknya Meikarta dari sana.

Tanggal itu juga, selama ini Saeron tak pernah lupa. Renjun tahu itu karena Saeron yang selalu mengucapkannya lebih dulu. Ya, itu tanggal jadi mereka.

Dan peristiwa ini membuat Renjun semakin yakin, jikalau orang yang sedang menjadikan pundaknya sandaran sekarang ini, bukankah kekasihnya, Saeron.

"Masuk yuk, matahari udah tenggelam. Gelap, dingin lagi." Ajak Renjun.

"Tapi Sasa masih mau lihat bulan."

Perkataan Saeron membuat Renjun tertegun seketika. Lantas dia berdiri dari duduknya. Saeron sedikit kaget dengan perlakuan Renjun yang terlalu tiba-tiba. Mata birunya menatap Renjun penuh tanya.








"Ka... kamu siapa?"

"Maksud kamu apa?"

"Kamu bukan Saeron. Kamu siapa?"

Benar sekarang. Tidak salah lagi, dia bukan Saeron. Pikir Renjun. Jadi itulah sebabnya kenapa dia tidak bisa menjadi penawar rindunya .

"Dimana Saeron?"

"A....apa maksud kamu?" Saeron tergugu.

"CEPAT BILANG DIMANA SAERON?!"

"Aku ga ngerti maksud kamu, Renjun."

Setelahnya Renjun mengerang mengacak rambut merahnya. Kemudian melangkah cepat keluar apartemen Saeron. Sementara Saeron masih dengan raut bingungnya.

💐💐💐




"Yoora, Rachel dimana?"

Umpati Renjun bodoh! Mengapa dia baru ingat sekarang. Padahal dari kemarin Rachel tidak kembali ke apartemen.














Tbc

Meikarta (END)حيث تعيش القصص. اكتشف الآن