Edward kembali bungkam. Sebenarnya ia ingin merahasiakan hal tersebut sampai rapat yang ia rencanakan sehabis kuliah nanti, namun ini adalah masalah internal yang perlu ditindak cepat. Dan bagaimana pun juga, Chelia harus tahu lebih dulu agar tidak merasa terpojok. Lagipula ia harus meminta bantuan Cassy untuk menjemput Chelia dan Erva. Edward tidak ingin membuat suasana makin runyam bila nanti Rean tahu Chelia yang biasa berangkat pagi bersamanya malah dijemput Rama.
"Eddy, jangan bengong begitu. Rean tidak ada. Kalau kamu kesurupan di sini, siapa yang mau keluarkan setannya, coba?" Rama berusaha tertawa, tapi sedetik kemudian ia kembali menunduk dan tersenyum kecut. "Hah ... dasar Rean. Aku sudah merindukannya saja."
"Rean hanya butuh menenangkan diri."
"Aku harap begitu." Rama menengok pada Edward lagi. "Chelly bagaimana?"
"Aku meminta Cassy untuk menjelaskan padanya." Edward mengusap tengkuk. "Masalah ini sedikit sensitif, rasanya aneh bila aku yang beri tahu langsung."
Rama mengangguk dan mengulas senyum maklum. Ia merasa beruntung memiliki Edward yang selalu sigap dan berhati-hati dalam bertindak.
"Saat rapat nanti, tolong jangan menekan Chelly. Nanti dia sakit lagi," ujar Rama yang disambut Edward dengan tepukan di bahunya.
"Itu tidak akan. Kami percaya pada kalian berdua. Kita hanya perlu meyakinkan Rean."
Rama menatap Edward lama lalu merangkul bahunya.
"Terima kasih telah percaya padaku, Eddy."
"Jangan berterima kasih. Seperti baru mengenalku kemarin saja." Edward balas merangkul Rama. Hampir tiga tahun sudah ia mengenal Rama. Hampir tiga tahun pula Rama mengijinkan ia dan Rean menempati rumahnya, menggunakan semua fasilitas di dalamnya, juga menyiapkan keperluan mereka dengan cuma-cuma bahkan tanpa diminta. Bantuan Rama selama ini belum sebanding dengan kepercayaan yang ia berikan.
"Ada yang menelepon, tuh!" seru Rama begitu melihat lampu notifikasi HP Edward berkelap-kelip.
"Dari Cassy," kata Edward sesaat sebelum menerima panggilan tersebut. Perlahan kerutan muncul di dahinya yang mencerna penuturan Cassy dengan serius.
Edward menoleh pada Rama. "Chelly kabur?!"
⚛️⚛️⚛️⚛️⚛️
Rasanya baru kemarin Chelia berpikir bahwa Riva adalah satu dari dua orang selain Rama yang tidak mungkin marah padanya. Sekarang ia justru harus dihadapkan dengan masalah besar yang membuatnya takut bahkan untuk sekedar meminta kakaknya itu menjemputnya kembali ke rumah.
"Bagaimana bila Kak Riva tidak percaya dan marah?"
Chelia berulang kali mengulangi pertanyaan yang sama dalam hatinya. Tangannya bergetar, memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang bisa saja terjadi. Pasalnya, foto antara dirinya dan Rama itu kelihatan sangat nyata. Bahkan Chelia sendiri malu melihatnya.
Chelia duduk bersandar pada tembok di samping gedung fakultas. Ia sedang bersembunyi dari Cassy, Erva, dan Naya dan berniat pulang diam-diam. Chelia merasa tidak tenang dan terus was-was, khawatir pengirim pesan misterius tersebut benar-benar menyebarkan foto itu.
Perlahan Chelia memejamkan mata, memulai proses mapping dalam kepalanya. Chelia telah mengembangkan teknik yang beberapa minggu lalu diterapkannya tersebut dan berhasil membangun map tiga dimensi rute perjalanannya dari rumah ke kampus, hampir menyerupai sistem pemetaan web berbasis jaringan. Chelia yakin tidak akan tersesat, namun menggunakan angkutan umum dengan kode-kode jalan yang tidak dimengerti seorang penumpang amatir sepertinya tampaknya akan rumit. Aplikasi transportasi online juga telah Riva blokir dari ponselnya.
YOU ARE READING
Prescriptio☕
Mystery / ThrillerMenjadi mahasiswa farmasi yang super sibuk seolah cobaan yang belum cukup bagi Rama dan kawan-kawannya. Berbagai kejadian misterius terjadi pada orang-orang yang memiliki masalah dengan salah seorang di antara mereka. Ketika persahabatan diuji oleh...
32. Dissolutio ☕
Start from the beginning
