"Oke, ayo!"

"Jun, gue ke rumah Zainal dulu ya, numpang pipis," Jundi hanya mengangguk menanggapi tanpa mengalihkan pandang dari ponselnya.

Kedua orang itupun meninggalkan Jundi di pos satpam sendirian. Pak satpam masih tidur di dalam pos setelah jaga malamnya jadi hanya Jundi sendiri disana.

"Assalamu'alaikum?" Sebuah suara perempuan menginstrupsi kegiatan Jundi. Membuat pemuda itu mengalihkan perhatiannya dari ponsel tercinta.

"Wa'alaikumsalam," Jundi menatap si pemilik suara dan agak sedikit terkejut. Cantik man. Pekiknya dalam hati.

"Maaf dek, mau tanya boleh?"

Dek cuy katanya?

"I-iya kenapa?" Jundi menjawab canggung. Habisnya perempuan ini nampak seumuran dengannya. Yah, ia memang agak tinggi namun agaknya tetap saja lebih tinggi Jundi.

"Tau rumahnya Pak Ustad Salman gak?" Tanya perempuan itu to the point.

"Tau kok, eum... kamu kerabatnya Pak Ustad Salman?"

Perempuan itu mengangguk, "iya dek. Aku dari Bekasi. Dulu kesini udah lama, tapi lupa jalan."

Jundi tersenyum kemudian. Kalau dilihat lebih seksama, wajah perempuan itu sedikit tak asing. "Rumah ustad salman agak jauh dari sini sih, di ujung komplek. Harusnya tadi kamu naik ojek langsung ke rumahnya,"

Perempuan itu cemberut, "tadi aku dari stasiun naik angkot sih, kata mba Yeri nanti ada Ical nungguin di pos, tapi anaknya gak ada,"

Jundi melirik warung bubur yang nampak penuh itu. Mungkin maksud perempuan ini Haikal. Parah sih anak itu, punya saudara sebening dan secantik ini gak bilang-bilang. Eh, Astaghfirullah.

"Yaudah, aku anter!" Ajak Jundi tanpa ragu. Niatnya hanya membantu, sekalian modus.

"Eh beneran?" Gadis itu menatap Jundi dengan penuh binar. Duh, Jundi jadi dag-dig-dug kan kalau begini.

Jundi menggaruk tengkuknya dan mengalihkan pandangan dari gadis itu, ia pun mengeluarkan kunci motornya dan berjalan mendekati motor Vario hitam miliknya yang terparkir disana.

'Oke Jun, niatnya menolong ya.' Jundi meyakinkan dalam hati.

"Eum... ngomong-ngomong nama kamu siapa?" Tanya Jundi sembari menyalakan mesin motornya.

Gadis itu tersenyum. Manis. Bikin Jundi diabetes mendadak. "Rausya,"

"Jundi," balasnya dengan senyuman pula. "Dan kayaknya kita seumuran deh, jadi jangan panggil dek ya!" Tambahnya.

"Eh, masa iya? Aku tujuh belas,"

Jundi tersenyum lebar, "sama!" Pekiknya agak keras. Menghadirkan tawa ringan dari gadis bernama Rausya yang baru saja di kenalnya. Tolong, Jundi oleng dari menolak dekat dengan perempuan.

"Maaf ya, habisnya kamu pake celana training MTS NEGERI 1 AL-HIDAYAH. Aku kira beneran masih MTS. Soalnya muka kamu juga mendukung,"

Hari ini ia memang memakai celana training MTS miliknya yang ternyata masih cukup karena training yang biasanya sudah di packing untuk ke Bromo besok. Tapi, memang ia terlihat semuda itu?

"Ummh, yaudah yuk!"

"Eh, iya!"

Jundi membantu Rausya menyimpan backpacknya di depan dan gadis itu duduk di boncengan motornya dengan posisi menyamping karena gadis itu memakai gamis berwarna biru muda yang manis. Semanis orangnya-ehm.

Sejujurnya, Jundi gugup karena Rausya adalah gadis pertama yang di boncengnya selain sang Ibu. Perlu di tekankan sekali lagi, Jundi hanya berniat membantu ya.

Melamarmu Where stories live. Discover now