15. Dikeroyok

519 86 11
                                    


Suasana taman sangat ramai oleh penonton dan pengisi acara festival. Pertama-tama, Keira mengajak Naira menyaksikan pertunjukan barongsai. Pertunjukan itu tampil di bagian paling depan dekat gerbang. Setelahnya mereka menonton kuda lumping, permainan angklung, tari topeng ireng, juga menyempatkan diri menikmati jajanan yang berderet-deret memenuhi sepanjang kawasan taman. Ratusan pengunjung tampak antusias menonton kesenian daerah yang ditampilkan.

"Makin siang tambah rame aja, ya," Naira melihat berkeliling sembari menyesap jus semangka yang baru dibelinya. "Abis ini kita mau ke mana, Kei?"

"Ke mal aja, yuk!" Keira cepat menyahut. "Rasanya gue pengen nyari kaos-kaos santai gitu. Gue lihat di internet, Verizone mau ngadain konser dalam waktu dekat. Gue harus nyiapin kostum buat nonton, nih."

"Yang bener?" alis Naira terangkat karena tertarik. "Kalau gitu besok ajak gue, dong. Gue juga pengen sesekali nonton konser. Kalau perginya sama lo, Bunda pasti ngebolehin. Apalagi kalau ada Mas Fadil."

"Soal itu gampang. Mas Fadil kan juga ngefans Verizone. Jadi Mama sama Papa jelas bakal ngijinin kalau kami perginya berdua." Keira memberi isyarat Naira untuk membelok ke jalan keluar taman bagian lain dari gerbang utama. Salah satu mal terbesar di kota memang berada tak jauh dari sana.

"Seneng ya punya kakak cowok. Punya hobi sama, bisa diajak seru-seruan ke mana-mana," sambil mengimbangi langkah sepupunya Naira berceloteh. "Nah gue, punya kakak cewek aja galak, seenaknya, nggak cocok diajak berbagi cerita. Mana hobinya gebukin orang pula."

Keira tertawa, "Tapi Mbak Kelly kan bisa melindungi lo, Nai. Dibanding Mas Fadil, kakak lo malah lebih bisa diandalin kali," ujarnya geli. "Lagian punya kakak cowok nggak sebagus bayangan, kok. Apalagi kalau orangnya macam Mas Fadil. Dia nistain adiknya mulu tiap ada kesempatan. Nggak bisa diajakin curhat. Kalau tahu aib gue malah disebarin ke orang-orang."

Kini giliran Naira yang tertawa. "Mas Fadil emang rese sih kadang, tapi paling nggak dia nggak sadis kayak Mbak Kelly," ia menarik napas ringan. "Untunglah gue punya sepupu sesama cewek dan seumuran kayak lo."

"Iya, gue juga bersyukur banget. Meskipun gue lebih sering ketemu temen di sekolah, tapi tetap aja nggak ada yang klop-nya kayak lo," sahut Keira, setuju. "Sayang banget kita nggak pernah satu sekolah dari dulu."

"Moga aja kalau udah lulus sekolah nanti kita bisa masuk Universitas bareng," Naira mengusulkan. "Asal lo nggak masuk Oxford atau Harvard aja, sih. Otak gue kan nggak sejenius lo."

"Haha, lo bisa aja, Nai. Nggak lah. Papa minta gue kuliah dalam negeri aja, kok. Lagian lo juga pasti bisa kalau lebih giat belajar," ucap Keira dan Naira hanya tertawa kecil menanggapinya.

***

"Ini bagus, nggak?" Keira menarik sebuah kaos putih lengan pendek dari gantungan. Kaos itu bergambar angka sepuluh di bagian depan, warnanya hitam dan berukuran besar. Ada dua garis horizontal di bagian lengan dengan warna serupa. Sementara di bagian punggung ada tulisan 'Life is not easy' membentuk lingkaran.

"Wah, keren tuh!" Naira mengamati baju itu dengan mata berbinar. "Asli, ini keren banget, lho."

"Ya udah. Ayo, kita samaan!" Keira mengambil baju yang sama dari hanger lain. Baju itu meski sama tapi warna dasarnya hitam. Sementara gambar angka, garis, dan huruf-huruf di tulisan punggungnya yang berwarna putih. "Besok kalau jadi ke konser kita pakai ini aja biar kompak."

"Boleh banget," sahut Naira senang. Dengan segera mereka membawa baju itu ke tempat kasir untuk membayar.

Selesai dari stan pakaian mereka naik ke lantai atas menuju food court untuk makan siang. Meskipun belakangan sering bertemu namun ada saja hal-hal menarik yang keduanya perbincangkan. Waktu pun terlewati dengan begitu menyenangkan.

Princess Pink's BoyfriendWhere stories live. Discover now