Bab 18

332 27 0
                                    

Bukan tak mampu keluar rumah, hanya saja kamu terlalu menyayangi kasur dan bantal guling mu. Hingga tak tega meninggalkan mereka sendirian, dan membiarkan mereka bernasib seperti status sendiri mu yang di tinggal pergi.
-Skyple-

Happy reading!

***

Para muda-mudi tengah asik bercengkrama di luar rumah mereka, sekedar mengelilingi kota. Mampir di kedai makan, dan kegiatan lainnya di malam minggu.

Tidak hanya jomblo saja yang jarang memadati jalanan di malam minggu, tapi pasangan jarak jauh juga bernasib sama. Lebih memilih menghabiskan waktu bersama kasur dan bantal guling kesayangan. Meski dalam hati selalu berharap bahwa malam minggu nya akan menjadi cerita yang berbeda seperti pasangan di luar sana.

Namun berbeda dengan Alya, gadis itu malah duduk gugup setelah mengganti pakaiannya menjadi celana jeans dan sweater putih. Setelah sebelumnya ia dengan bodohnya bersikap seperti remaja yang akan di jemput kekasih nya untuk malam mingguan. Mengenakan dress peach selutut dan rambut di gerai.

Untungnya ia segera tersadar, yang menjemput nya hanya seorang teman yang kebetulan meminta tanggung jawab atas hal yang tidak ia lakukan. Ya, campur tangan sedikit kan tidak terlalu berpengaruh bukan.

Lupakan, soal itu. Sedari tadi ia merasa gugup, tak ingin pergi mengingat ini adalah hari terakhir nya menemani Langit.

Deru mesin mobil sudah terdengar di pekarangan rumahnya. Suara langkah kaki Bunda yang menaiki tangga menuju kamarnya pun sudah terdengar.

"Nak, Langit udah jemput tuh." Alya memunculkan kepalanya di balik pintu kamar, melihat sang Bunda yang tengah berdiri di hadapannya.

"I-iya Bun, suruh tunggu sebentar Alya ambil tas dulu." ia hanya memberikan cengiran khas nya dan kemudian Bunda mengangguk dan kembali turun ke bawah.

Perlahan Alya menutup kembali pintu kamarnya, menarik nafas kemudian mengambil tas nya. Dan melangkah pasti.

"Gak usah gugup, lo gak bakalan di tembak ini kan? Tenang Al, ini cuma malem terakhir tugas lo sama Langit." ia meyakinkan dirinya menuruni tangga.

Begitu turun, matanya langsung bertatapan dengan mata langit yang tengah memperhatikan nya.

Langit menggandeng tangan Alya begitu sudah berhadapan, "Bun, aku izin bawa anaknya keluar ya. Paling telat jam 10 kita pulang kalo gak macet."

"Iya, awas jangan macem-macem ya. Bunda tunggu jam 10 malem sudah sampai sini." Langit mengangguk dan berpamitan menyalami  Bunda Irene.

••••

"Emm, Lang. Kita mau kemana ya? Dari tadi ko muter-muter doang?" Alya bertanya tanpa menoleh.

Langit melirik sekilas ke arah Alya, "Gue emang sengaja muter-muter."

Kini Alya berbalik menatap Langit penuh curiga, "Jangan bilang lo mau nyulik gue kan?" Langit terkekeh pelan.

"Ih tuh kan lo ketawa, turunin aja deh Lang. Gue mau pulang ke Bunda aja deh ah." Alya berusaha melepas seatbelt nya. Astaga drama apa lagi ini? Langit buru-buru mengerem mobil nya dan memarkirkannya dengan hati-hati. Ia menahan tangan Alya yang sedari tadi berusaha melepas seatbelt nya.

Difficult Choice ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang