"Tapi aku kok baru kepikiran, ya!" Rafa tampak merutuki diri.
"Kepikiran apa?"
"Kita kan, kembar! Kenapa nggak dari dulu kita daftar sekolah satu orang saja. Kita gantian masuk, terus ijazahnya bisa dipakai bersama!"
Rama yang sedari tadi berusaha menahan suara akhirnya tertawa. "Ide bagus! Tapi itu kalau salah satu dari kalian bisa bersembunyi dari petugas sensus atau meretas catatan Badan Pusat Statistik."
"Aduh, ribet juga!" Rafa dan Rafi kompak bersuara.
Edward menepuk jidat. "Pemerintah tidak seceroboh itu. Kita semua terdaftar di catatan sipil negara. Kalian pikir akta kelahiran, kartu tanda penduduk, dan kartu keluarga itu dibuat tanpa tujuan?"
Chelia yang mendengar penuturan Edward mengerutkan dahi. Proses pendaftaran dan pengurusan berkasnya sewaktu mendaftar sebagai mahasiswa diurus oleh Riva melalui Arya. Chelia ingat pernah melihat sekilas kartu keluarganya, namun hanya menjumpai dua nama di sana.
Rivandra Arzachel dan Michelia Arsyakayla.
Chelia menggeleng kuat-kuat. Memorinya mungkin bisa merekam sesuatu dengan sempurna, namun kelima indranya bisa saja salah menangkap informasi. Ayanya masih hidup dan dalam keadaan sehat. Kemarin malam ia masih bercanda dengannya via telpon.
"Tapi seru juga ya, punya kembaran!" Cassy menyambung obrolan.
"Tentu! Segala sesuatu kita lakukan bersama-sama. Pahalanya dibagi dua, dosanya juga dibagi dua." Rafa melakukan high-five dengan Rafi.
"Senangnya, berasa punya bunshin!" imbuh Rama.
"Bunshin?" Naya menautkan alis.
"Jurusnya Naruto."
"Hah?"
Rean menghela napas. "Semacam klon."
Rama mengambil posisi berselonjor di lantai. "Aku juga ingin punya klon."
Chelia duduk di sebelah Rama. "Itu bukan mustahil, tapi kemungkinannnya sangat kecil. Kalian pernah dengar tentang stem cell?"
Erva memiringkan kepala. "Apa itu, Chelly?
"Stem cell adalah sebuah sel dalam tubuh organisme yang dapat berkembang menjadi berbagai organ. Bila stem cell diambil dan ditumbuhkan dalam media yang sesuai, stem cell itu dapat tumbuh menjadi satu individu baru yang utuh dan sama persis dengan individu awal."
Rean melenggut. "Ah, totipotensi," ujarnya mengambil tempat di sebelah Chelia.
"Ya. Dengan kata lain, bahkan hanya dengan sampel potongan kuku, kita sudah dapat menciptakan klon yang sempurna."
Chelia mengamati teman-temannya yang larut dalam imajinasi masing-masing.
"Pada mulanya stem cell hanya digunakan untuk menciptakan organ donor untuk mengganti organ yang telah rusak, namun kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi kini lebih dari itu."
Rama terduduk. "Jangan bilang
mereka berhasil menciptakan manusia kloning?"
Chelia mengangguk. "Kabarnya begitu. Perusahaan Bioteknologi di Amerika bernama Clonaid mengklaim telah berhasil menciptakan manusia pertama bernama Eve. Mereka juga berhasil menciptakan bayi laki-laki dari sampel jaringan yang diambil dari anak yang tewas dalam kecelakaan. Namun Clonaid tidak mampu menunjukkan bukti yang konkret sampai saat ini."
Rafa dan Rafi saling berpandangan dengan mulut terbuka. "Wah, seperti di film-film saja!"
Chelia melanjutkan. "Menurut isu yang tersebar, ada sebuah proyek di Amerika dengan visi membuat kloning dari tokoh-tokoh penting dunia untuk generasi yang akan datang. Mereka bahkan menyediakan jasa titip sel yang bisa dihidupkan beberapa tahun kemudian. Dengan begitu, klien mereka bisa bertemu dengan keturunannya di masa depan. Namun hal ini belum tervalidasi dan masih jadi pertentangan di kalangan ilmuwan."
"Kenapa? Bukankah itu hebat?" sergah Cassy.
"Sebab itu melanggar kode etik kemanusiaan. Manusia kloning akan memiliki garis keturunan tidak jelas dan menyalahi hukum agama." Rean ikut memberi argumen. "Terkait dengan tujuan kloning, akan sangat menyedihkan bila klon tersebut dibuat hanya untuk menjadi pendonor organ. Menciptakan kehidupan lalu melenyapkannya demi mempertahankan kehidupan yang lain, logika macam apa itu?"
Chelia membenarkan. "Lagi pula bagian terpenting dari kehidupan adalah ruh yang diberikan Tuhan. Tanpa ruh, manusia hanya seonggok daging tak bermakna."
"Kalau dipikir-pikir, kemajuan ilmu pengetahuan itu mengerikan juga!" Edward bergidik.
"Begitulah! Makanya aku malas belajar!" dalih Rama yang dibenarkan dengan semangat oleh Rafa dan Rafi.
"Karena itu aku bersyukur punya kloning alami seperti Rafi." Rafa merangkul Rafi lalu dengan setengah terkekeh melanjutkan, "Setidaknya sudah ada cadangan organ untuk transplantasi kalau ada apa-apa."
Rama ikut terkikik. "Semacam asuransi biologis, ya!"
"Yup! lumayanlah bisa cangkok ginjal dia."
Naya memukul lengan Rafa dengan gulungan kertas. "Cangkok ginjal seenak udel, kamu pikir pohon mangga!"
Rafi mendukung Naya dan melirik Rafa tidak suka. "Jangan bilang begitu! Memang kamu mau terjadi apa-apa pada dirimu!" tegurnya.
"Aku kan bilang kalau ada apa-apa." Rafa menekankan pada kata "kalau" dalam kalimatnya. "Dasar pelit, takut banget dimintai organ! Asal kamu tahu, daripada meminta organ milikmu, lebih baik aku ikut program kloningnya Amerika itu."
Mereka kompak tertawa kecuali Rafi. Ia terus memperhatikan Rafa yang tergelak lalu memandang ponsel yang dihibahkan saudara kembarnya itu.
Meski sering bertengkar dan merajuk, Rafi benar-benar menyayangi Rafa. Ia tidak ingin terjadi sesuatu padanya, bahkan dalam pengandaian sekalipun.
☕☕☕
TBC
YOU ARE READING
Prescriptio☕
Mystery / ThrillerMenjadi mahasiswa farmasi yang super sibuk seolah cobaan yang belum cukup bagi Rama dan kawan-kawannya. Berbagai kejadian misterius terjadi pada orang-orang yang memiliki masalah dengan salah seorang di antara mereka. Ketika persahabatan diuji oleh...
25. Devincio ☕
Start from the beginning
