ErvanaArystia~
Gio, ini Erva. Maaf aku baru dapat jaringan dari wifi fakultas. Terima kasih kiriman kuenya, enak sekali!
😊😊😊

Gio tersenyum kemudian mengetik balasan.

GiordanoOkavianus~
Sama-sama, Va. Maaf juga kemarin menjatuhkan kuemu.

Gio bersandar di kursi, menatap konstruksi tangga melingkar di atasnya. Ingatannya melayang pada kejadian kemarin sore.

Praktikum ditunda menunggu laboratorium kimia selesai direnovasi, namun absensi tetap berjalan seperti biasanya. Waktu  hampir menunjukkan pukul 2 saat Gio baru menyelesaikan urusannya dengan admin utama Notix. Dengan terburu ia pun berlari menuju gedung laboratorium. Telat semenit saja tidak akan ada ampunan dari asisten.

Saat berbelok menuju koridor lantai 3, dengan sangat tidak sengaja Gio menubruk Erva yang menenteng kotak kue dari belakang. Kue cokelat beserta boksnya itupun melayang di udara, berhenti pada satu titik lalu meluncur dengan kecepatan tinggi ke bawah, mendarat mulus tepat di atas kepala prof. Attar yang sedang melintas.

Bola mata Gio hampir keluar dari rongganya begitu melihat siapa korban dari kecerobohannya di bawah sana. Gio lekas menarik Erva sesaat sebelum prof. Attar mendongak dan segera mengambil jalan memutar untuk menghindari CCTV.

"Beruntung kita nggak ketahuan!" Gio menyusap dada dan bersandar lunglai di tembok. Ia melirik Erva yang hampir menangis.

"Maaf ya, Va. Kalau ketahuan prof. Attar, biar aku yang tanggungjawab." Gio paham Erva mungkin masih trauma dengan prof. Attar karena pernah dihukum atas kekacauan yang dibuatnya di kelas dosen killer itu.

"Gio ... hiks!"

"I-iya?

"Kueku HUEEEE ...! Itu ditraktir pak Arya!"

Untuk sejenak Gio terkesiap. Kekhawatiran Erva ternyata jauh dari dugaaannya. "Ditraktir pak Arya?"

Erva mengangguk.

Gio berujar maklum. Pak Arya adalah kakak Rama, wajar saja bila Erva dapat bagian juga.

"Itu kue paling enak yang pernah kumakan. Sisanya mau kubawa pulang untuk makan malam," tutur Erva lagi.

Gio tidak bisa tidak terenyuh. Mendadak ia merasa bersalah. Sama seperti dirinya, Erva juga mahasiswa yang hidup sederhana. Gio mengerti betul betapa bahagianya mendapat gratisan. Terlebih untuk sesuatu yang harganya tidak murah.

Dengan latar belakang kejadian itulah Gio berniat merelakan sebagian uang tabungannya untuk menggantikan kue Erva.

Bagi Gio sendiri, Erva adalah perempuan yang unik. Sifatnya yang polos dan lugu membuat Gio merasa memiliki teman yang harus dilindungi. Meski terkadang arah pembicaraannya tidak Gio pahami, Erva adalah satu-satunya orang di luar Notix yang mengetahui identitasnya, bersedia menjaga rahasianya tanpa meminta ini-itu dengan berbagai ancaman.

Bila saja Gio tidak segan pada Rean, Rama, dan Edward, Gio sudah akan menjadikan Erva teman curhat pertamanya.

"Permisi, Gio." Sebuah sapaan membuat Gio mengangkat kepala, mendapati Chelia yang tersenyum manis seperti biasanya. "Ini ada titipan foto dari Naya, katanya untuk ID card panitia."

Gio menerima foto tersebut dengan sedikit kecewa, berharap Naya yang akan datang. Mata Gio mengerling pada laptopnya yang terbuka, catatan hariannya terpampang jelas di sana. Dengan secepat kilat ia merapatkan kedua sisi komputer jinjingnya itu. Akan sangat kacau bila Chelia melihat apa yang ia tuliskan di sana.

"Eh, ada apa?" tanya Chelia terkejut dengan gerak refleks Gio.

"Bu-bukan apa-apa!" Gio tergagap.

"Bohong, Chel!" Seruan lain terdengar di balik punggung Chelia. Rafa dan Rafi muncul berbarengan.

Prescriptio☕  Where stories live. Discover now