"Sangat."

"Ayah hanya ada waktu menghubungi sekarang. Ayah akan pulang besok."

"Ayah akan pulang besok?!"

"Kenapa terkejut begitu? Kau sangat merindukan ayah, eh?"

Arya tidak mendengar lagi perkataan ayahnya, fokusnya beralih pada Rama yang masih terlelap memeluk lengannya.

"Arya? Kau masih di sana?"

"Ah, iya! Maaf, ayah bilang apa tadi?"

"Pulanglah ke rumah."

"Apa?!"

"Pulanglah ke rumah saat ayah datang nanti. Sehari mangkir dari pekerjaan bukan masalah besar, bukan? Atau haruskah ayah yang berkunjung ke rumahmu?"

Mendadak Arya merasa gagu.  Bila bagi Rama dirinya di masa lalu seperti monster yang akan mengamuk saat diajak bicara, bagaimana dengan ayahnya yang tak tanggung-tanggung memukul dan mencambuknya dengan cemeti?

"Arya? Kau tidak akan meninggalkan pekerjaanmu, ya? Kau benar-benar anak ayah!" Arya kembali mendengar ayahnya terkekeh. "Kalau begitu ayah akan datang ke kantormu saja. Sudah dulu, lanjutkan istirahatmu, Nak."

"Tidak, ayah tunggu—"

tuut ... tuut .. tuut ...

"Ini gawat!" Arya berdecak.

"Gawat kenapa, Kak?" Rama mengucek matanya yang masih setengah terpejam.

"Rama! Kamu bangun? Aku berisik, ya?"

Rama menggeleng. "Apa yang gawat?"

"Bukan apa-apa. Ada masalah dengan kerjaanku. Itu saja."

Rama menatap Arya kesal kemudian meraih ponselnya.  "Ini baru jam berapa. Istirahat lah, Kak."

Arya melongo beberapa saat sampai Rama mematikan ponselnya yang meletakkannya kembali ke nakas.

"Kamu kenapa terbangun?" tanya Arya saat Rama mengambil posisi berbaring lagi, kali ini dengan tidak memeluk lengannya.

"Aku mimpi buruk."

"Oh, ya? Dikejar hantu?"

Rama mendelik meski matanya belum bisa benar-benar membuka. "Bukan!"

"Lalu?"

"Aku bertemu ayah." Rama menenguk sebentar. "Ayahmu."

Arya terkesiap. Apa yang baru saja dikhawatirkannya ternyata mimpi buruk Rama.

"Kenapa, Kak? Maaf, aku tidak bermaksud menyinggung."

"Tidak, bukan begitu. Aku mengerti apa yang kamu rasakan." Arya kemudian menarik kembali selimut yang tersingkap. "Tidurlah lagi. Nanti kubangunkan."

"Kamu nggak lanjut tidur?"

"Aku ada kerjaan. Istirahatku sudah cukup." Arya bangkit. "Serius, Rama. Jangan khawatir," tegasnya lagi melihat air muka tidak terima dari Rama yang menekuk wajah.

Arya mulai menghidupkan laptop dan kembali menyusun berkas-berkasnya. Sesekali ia melirik pada Rama yang kembali terbuai di alam mimpi. Wajahnya terlihat begitu tenang dan damai.

Arya menarik kedua sudut bibirnya membentuk senyum kecil. Satu hal yang harus dilakukannya sekarang adalah menghindarkan segala mimpi buruk bagi adik kesayangannya itu.

⚛️⚛️⚛️⚛️⚛️


Online area adalah spot paling krusial bagi seorang informan seperti Gio. Akses internet yang lancar mempermudah aksinya dalam mencari informasi dan mengirim berita. Gio sengaja mengambil posisi di pojok agar statusnya tidak diketahui orang-orang yang sebagian besar menggunakan fasilitas fakultas itu untuk bermain game online ketimbang mencari referensi.

Prescriptio☕  Where stories live. Discover now