Chapter 3.12.5 [EX] [2/2]

Depuis le début
                                    

Kirika Alford (Madam) : "Ingat janjimu. Kau tidak boleh ke mana-mana. Sementara aku tidur, terus genggam tanganku, mengerti?"

[[Untitled_Note_26_04_20XX]]

Rupanya cantik. Indah melebihi peri musim semi dalam dongeng.

Dia selalu tampak istimewa dengan keunikan skema warna yang ia punya. Baik mawar maupun bunga sakura agaknya hanya akan menjadi hiasan jika disandingkan dengannya. Ya, ia pun lebih tangguh dari duri-duri mawar yang melindungi diri dari para pemangsa.

Dia memiliki cahaya yang lebih terang dari gemerlap bintang.

Kadangkala menjadi yang paling hangat, pula dibutuhkan di tengah gurun kala malam tiba; di dalam gletser dengan suhu yang membuat siapa saja yang tinggal tanpa persiapan mati menggigil.

Konon tiada metafora yang cocok baginya atas segala kesempurnaan yang tertangkap oleh sepasang lensa artifisial.

Barangkali benar ucap ibu burung pipit yang memberikan kehidupan kepada mesin ini, bahwa empunya kepala besi sedang jatuh hati kepada ia yang dipuja-puja tanpa henti. Batin imitasinya tak lagi sekadar ingin melindunginya.

Namun, ia juga ingin memiliki ciptaan Tuhan yang paling sempurna itu.

"Apalah artinya jika sudah memiliki, tetapi tak mampu melindunginya?"

Berakhirlah semua tampilan data tersebut buyar terpecah oleh empunya suara yang kini melayang-layang di ruang kosong pula temaram. Suasana tempat yang menggambarkan segala hasrat dan harapannya ini membuatnya semakin tak ragu untuk tertunduk dalam dengan air muka muram.

"Saya tidak ingin melihatnya, Profesor," ujarnya lirih. Padahal ia tak lagi menemukan sosok persona si profesor muda, tetapi ia tetap meneruskan, "Saya tidak ingin melihat diri saya yang melukai Madam."

Memori beserta kepribadian lama akhirnya berhasil dipulihkan. Teramat disayangkan, mereka tak memiliki cukup waktu untuk menghapus data baru yang masih bertahan di dalam memori Akira saat ini.

Memang itu bukan perihal baik; data terbaru sejak ia diretas bercampur aduk kini malah membesarkan rasa bersalahnya.

Ya. Baru saja ia kembali mereka ulang kejadian itu; di mana ia menghancurkan sang Madam dan meninggalkannya di gedung yang ia ledakkan. Sedikit pun ia enggan menoleh ke belakang setelah menyelesaikan misi pertama dari tuan barunya.

Kalau saja ia sedang berada di dunia nyata, barangkali jantung imitasinya kini berdetak resah, lantas membuatnya benar-benar ingin berhenti melakukan aktivitas yang tengah ia lakukan sekarang.

Dia tak terbiasa hidup dengan program yang tak dapat dikendalikan. Mengetahui personanya tak bisa menangis, Akira sungguh tak mengerti bagaimana ia melampiaskan kesedihannya sekarang.

"Waktu itu saya berjanji melindungi Madam, tetapi saya lagi-lagi gagal memenuhi janji yang telah saya buat sendiri." Lantas tiada hal yang bisa ia lakukan selain menyalahkan diri sendiri. "Pun, saya gagal melindungi manusia; kini malah menghancurkannya pula. Barangkali ... barangkali saya memang ciptaan yang gagal."

"Jangan berkata begitu." Sejurus suara mengundangnya mengangkat pandangan.

Sejurus kemudian partikel-partikel berkumpul membentuk persona Aoi yang muncul menangkup wajah sendu Akira.

"Profesor ... saya ...." Kembalilah ia tertunduk, semata-mata tak berani memandang netra gelap Aoi. "Saya bahkan mengkhianati keluarga kecil yang telah menciptakan saya—Anda, Profesor Radiovalenka, dan semuanya. Seharusnya Anda tak di sini, begitu pula saya; seharusnya kita tak berjumpa lagi ... saya—"

Fate : A Journey of The Bloody Rose [END]Où les histoires vivent. Découvrez maintenant