"Jangan ragu, kamu ingat kata kak Riva?" Edward berdeham kecil. "Kerikil padat akan lebih berarti dibanding bongkahan bebatuan berongga."

Rean mengangguk kecil kemudian mengulangi kata-kata Riva dalam hati.

Para oposisi yang membentuk koalisi itu ibarat batu berongga, tampak menyatu, namun rapuh. Mereka saling memendam rasa curiga satu-sama lain.

Detik ini mereka mungkin mengusung satu jurusan yang akan didukung bersama, siapa yang tahu bila waktu pemilihan mereka membalik keadaan?

Ingatlah bahwa virus itu bekerja opornutis. Hakikatnya mereka bekerja untuk hidup. Menumbangkan sel inang hanya dampak dari misinya itu. Oposisi tidak akan tunduk pada satu golongan, mereka hanya mencari kesempatan untuk memenangkan persaingan.

Bila ini untuk kebaikan, majulah, jangan ragu. Aku, Arya, dan Vian mendukungmu. Lanjutkan apa yang telah kami mulai dahulu.

Dengan satu tarikan napas, Rean menegakkan badan. "Eddy, kamu dipihakku, kan?"

"Sampai akhir." Edward menyambut telapak tangan Rean dan menjabatnya erat. "Mari berjuang bersama."

Rean mengembangkan senyum. Tekadnya sudah bulat.

Aku akan menjadi ketua BEM dan membawa kesejahteraan bagi fakultas ini!

⚛️⚛️⚛️⚛️⚛️

Kabar tentang rencana pendaftaran Rean sebagai calon ketua BEM menyebar luas satu fakultas. Gio telah mempublikasikannya berdasarkan keterangan dari Edward selaku wakil ketua HMJ yang menjabat saat ini.

Gio bisa merasakan atmosfer penuh persaingan dari jurusan-jurusan lain yang gagal melakukan kudeta terselubung dengan menyuap Dandy. Gio sebenarnya tidak ingin mengurusi persoalan politik kampus. Namun kali ini rasanya sedikit beda. Rean dan Edward terlibat. Aneh memang, tapi entah mengapa Gio merasa harus membantu mereka.

"Sial! Bisa kalah kita kalau begini!"

Gio yang baru akan berbelok sehabis menaiki tangga lekas bersembunyi di balik dinding begitu matanya menangkap empat orang yang dikenalinya sebagai anggota himpunan jurusan keperawatan duduk melantai di koridor, tampak saling berembuk.

"Rean itu saingan yang sangat berat. Nilai akademiknya bagus, jago bela diri, terkenal di kalangan dosen."

"Ditambah lagi dia adalah sepupu dokter Vian yang manis dan baik hati itu." Seorang perempuan centil berceletuk. "Dan dia juga ganteng. Sayang sangat dingin! DMku tidak pernah dibalas!" tambahnya.

"Dasar! Jangan salah fokus dulu! Bagaimana pun kita harus memenangkan pemilihan! Aku sudah kehilangan banyak uang untuk ini!"

Gio makin merapatkan posisinya hingga mirip bunglon yang menempel di tembok saat sebuah suara berat terdengar melerai pertikaian kecil yang terjadi.

"Jangan khawatir. Kita punya senjata rahasia."

Senjata rahasia? Gio makin penasaran.

"Devide et impera. Politik pecah belah. Kunci utama kesuksesan VOC menjajah Indonesia. Kita tidak akan menang bila harus menyaingi Rean. Maka kita buatkan untuknya saingan yang sepadan."

Gio masih berusaha memahami kata-kata tersebut saat seseorang mengejutkannya dari belakang.

"Oi, batu Giok! Kamu ngapaian menempel di dinding seperti itu! Bosan jadi manusia, ya?"

Gio mengurut dada begitu menghadap pada Rama dan Chelia, hampir saja ia jatuh terjungkal saking kagetnya.

"Rama, lewat jalan lain saja," pinta Chelia dengan kepala menengok ke arah koridor.

"Kenapa, Sweetheart? Kejauhan kalau kita putar lagi."

"Ini daerah anak keperawatan."

"Kata siapa ini daerah anak keperawatan? Kita sama-sama banyar SPP, kan. Ayo, jangan takut begitu." Rama beralih pada Gio. "Jangan-jangan kamu juga takut lewat di sini ya, Gio! Makanya kamu stres dan mencoba jadi cicak kayak tadi."

Gio belum menemukan kata-kata untuk diutarakan saat Rama mendorongnya untuk berjalan duluan. Mau tidak mau Gio pun meneruskan langkah. Apalagi keberadaan mereka sudah diketahui.

Gio menelah ludah. Ia melirik Rama yang melenggang tenang dengan Chelia dalam rangkulannya.

Tiba-tiba seorang anak keperawatan dari kerumunan tadi menghadang jalan mereka. "Wah! Enteng benar! Kalian pikir ini jalan punya nenek moyang kalian, apa?!"

Gio tercekat. Ia mundur beberapa langkah. Chelia pun menyembunyikan wajahnya, merapat pada Rama.

"Duh, siang-siang begini diberi pertanyaan sejarah!" Rama menghentakkan kepala. " Santai saja Bro, kami enggak berpikir begitu, kok. Nenek moyang kita kan pelaut, bukan tuan tanah yang seenaknya mematok jalan."

Chelia membulatkan mata dan mendongak pada Rama yang menjawab dengan santai.

"Kamu tahu persis kalau ini wilayah anak keperawatan!" tandas seorang lagi.

"Jadi sekarang hukum wilayah itu berlaku, ya? Kalau begitu aku yakin kalian semua jago parkour, atau paling tidak bisa terjun bebas." Rama mengubah sorot matanya. "Kalian pikir laboratorium di lantai dua itu milik siapa? Dari ujung ke ujung itu punya laborarotium farmasi. Kalau kami menerapkan hal yang sama, kalian mau pulang lewat mana? Kalian sendiri kan, yang repot kalau harus bawa-bawa parasut setiap hari."

Keempat orang yang kini berdiri menghadang tersebut bungkam. Tidak ada yang bersuara sampai salah seorang maju dan mengulurkan tangan.

Gio mengerutkan dahi. Firasatnya tidak enak. Orang yang kini tersenyum itu adalah yang berbicara perihal politik pecah belah tadi.

"Maafkan teman-temanku yang terlalu sensitif ini, Rama."

Chelia menyipitkan mata mendengar perkataan lelaki tinggi kurus yang berbicara sok akrab itu.

"Aku Mahesa, calon ketua BEM dari jurusan keperawatan."

Rama menaikkan sebelah alisnya saat Mahesa mengulurkan tangan padanya. "Bergabunglah bersamaku sebagai calon wakil ketua BEM."

Mahesa tersenyum ramah. "Pak Arya dulunya organisator besar juga, kan? Dia pasti bangga bila kamu mengikuti jejaknya. Pekerjaannya juga akan jauh lebih mudah dengan bantuanmu, bukan begitu?"

Rama terdiam. Arya memang sangat antusias meminta Rean memimpin mahasiswa di lembaga eksekutif fakuktasnya itu. Riva juga begitu mendukung dan memberi semangat pada Rean.

Gio terbeliak. Jadi ini maksud politik pecah belah tadi? Gio merasa jantungnya berhenti berdetak saat Rama tersenyum dan menyambut uluran tangan itu.

"Menarik. Terima kasih atas tawaranmu."

☕☕☕

TBC

Kira-kira Rama akan menerima tawaran menjadi calon wakil ketua BEM atau tidak ?
🤔🤔🤔

Prescriptio☕  Where stories live. Discover now