"O rhesus negatif?" seru Arya yang kemudian merutuki diri karena frekuensi suaranya yang impulsif meninggi.

"Iya! Langka, kan? Aku ini memang patut dilestarikan seperti Harimau Sumatra."

Arya terpaku. Itu seperti golongan darah ayah!

"Kenapa, Kak?" Rama menarik-narik lengan Arya yang membisu tiba-tiba.

"Tidak apa-apa." Arya spontan menggeleng. "Ngomong-ngomong, berkas pendaftaranmu sudah lengkap, Rean?" tanyanya untuk mengalihkan pembicaraan.

Rean terkesiap. Belum menjawab, ia justru diserbu dengan pertanyaan dan raut wajah bingung dari Chelia, Cassy, dan Erva.

"Pendaftaran apa?" tanya Chelia memandangi Rean lekat-lekat.

Rean mengelus belakang lehernya. "Pendaftaran ketua BEM."

"Kamu mendaftar sebagai ketua BEM?!" Cassy terbeliak.

Chelia menatap Rean, Rama, dan Edwards sambil cemberut. Rean pernah terlibat perkelahian dengan Dandy sewaktu memperebutkan posisi ketua HMJ. Oleh karena itu Chelia, Cassy, Erva, dan Naya sangat mewanti-wanti ketiga teman laki-lakinya itu agar tidak mengambil peranan besar dalam dunia politik kampus lagi—terkecuali untuk Edward yang memiliki misi khusus.

"Kenapa kalian tidak bilang apa-apa? Katanya harus terbuka!" Chelia memainkan ujung roknya dengan jari.

"Kalau kita yang menyembunyikan sesuatu, pasti kalian akan marah." Erva menambahkan.

Rama menatap Arya dongkol. Ini semua karena pertanyaan kakaknya itu. "Bukan begitu, Chelly. Kami tidak ingin membuat kalian khawatir. Apalagi sudah dekat mid semester."

Riva yang melihat perselisihan itu akhirnya turun tangan. "Apa salahnya bila Rean mendaftarkan diri jadi ketua BEM, Chelly? Rean memiliki potensi besar. Selama lima tahun posisi ketua BEM dipegang oleh jurusan farmasi, bukan? Beban berat bagi Edward bila tidak berhasil mempromosikan calon yang bisa mempertahankan posisi itu."

Edward hanya mengangguk kikuk, membenarkan Riva.

"Tapi ini tingkat fakultas, Kak Riva. Aku pernah dengar kalau persaingan antar jurusan ini sangat mengerikan."

Riva melirik Arya yang menghela napas. "Kak Riva lebih tahu itu, Sayang. Tidak akan ada yang terjadi. Jangan khawatir."

Serempak Edward, Rama, dan Rean mengiyakan.

"Aku berjanji tidak akan terlibat perkelahian dalam bentuk apapun lagi." Rean berikrar.

"Benar. Kami akan baik-baik saja," tegas Edward pula.

"Janji?" Chelia mengangkat kelingkingnya diikuti Cassy dan Erva.

Rean, Rama, dan Edward segera melakukan hal yang sama. "Janji."

Chelia, Cassy, dan Erva akhirnya tenang dan bisa menerima keputusan tersebut sedang Riva dan Arya hanya tersenyum penuh arti, teringat masa-masa kuliah mereka dahulu.

"Yah ... Naya tidak ikut belajar hari ini." Cassy berujar lesu sambil memperlihatkan sebuah pesan dari Naya di layar ponselnya.

Erva mencondongkan tubuhnya pada Cassy. "Naya membalas pesanmu, Cassy? Pesanku dari tadi tidak dibalas."

"Mmm ... ini Naya yang beri kabar sendiri, sih. Aku baru saja mau tanya, tahu-tahu pesannya sudah masuk duluan."

"Oh, begitu. Baguslah kalau Naya sudah ada kabar. Aku pikir dia sakit perut karena makan rujak level 10 waktu istirahat tadi. Mungkin chatku tenggelam jadi tidak dibaca," kata Erva tanpa prasangka sama sekali.

Dengan haru Chelia tersenyum membenarkan Erva. Sejujurnya ia begitu khawatir pada Naya yang seolah menghindar sejak kemarin. Namun menyalahkan Erva juga bukan hal yang tepat untuk dilakukan. Chelia bahkan tidak yakin kalau Erva mengetahui perasaan Gio padanya.

Prescriptio☕  Where stories live. Discover now