DELAPAN: Friendzone

117 21 0
                                    

08 | FRIENDZONE?

*

Tidak masuk sekolah selama seminggu membuatku benar-benar lembur mengerjakan tugas dan menyalin pelajaran yang tertinggal. Untung Zia berbaik hati mengajariku beberapa pelajaran yang aku kesulitan memahaminya. Selain Zia, Anisa juga membantu.

Drtt.. Drtt.. Ponselku yang ada di atas ranjang bergetar halus. Kulurkan tanganku mencoba meraihnya tapi tak sampai. Akhirnya aku beranjak dari kursi belajarku mengambilnya.

Pesan dari Irfan. Mimpi nggak sih? Antara percaya dan tidak kubaca sms itu.

Irfan : Ris, boleh nanya gak?

To the point tanpa basa-basi.

Marissa : Apa?

Irfan : Angga itu makanan kesukaannya apa?

Marissa : Makanan apa pun dia suka. Emang kenapa?

Irfan : Aku mau main ke rumahnya. Kudengar dia cuma tinggal sendiri di rumah. Mau aku bawain makanan.

Marissa : Ouch.. Gak perlu, Fan. Angga jago masak kok. Jadi gak usah dibawain makanan. Lagi pula dia juga punya depot. Jadi gak bakalan dia kelaperan.

Semenit. Dua menit. Irfan tak juga membalas. Pada menit ketiga ponselku bergetar.

Irfan : Gitu ya.. Makasih. balasnya.

Marissa : Sama sama.

Selalu percakapan tentang orang lain. Dan selalu tidak pernah lebih dari lima pesan, bahkan sering kurang. Sekarang mood-ku buruk. Kulempar ponselku ke atas ranjang. Lalu kuhempaskan tubuh ke atasnya. Aku ingin tidur.

*

Mataku terbuka saat adzan subuh bergema. Entahlah, aku merasa ingin memulai sesuatu yang baru hari ini. Aku ingin menetralkan hatiku. Mungkin gak akan bisa menghapus Irfan. Tapi setidaknya mengurangi pengaruh buruknya dariku. Sampai kapan aku harus kehilangan kendali akan emosiku sendiri. Toh hidupku tidak melulu soal Irfan. Ada banyak hal yang harus kukerjakan. Dan cinta macam apa yang berakibat buruk pada orang yang merasakannya. Iya, aku harus bisa mengendalikannya.

Ya muqallibal qulub, tsabbit qalbi ala dinik, wa tsabbit qalbi ala tho'atik.

["Wahai Sang Pembulak-balik Hati, tetapkanlah hatiku atas agama-Mu dan tetapkanlah hatiku atas ketaatan pada-Mu."]

*

"Neng Marissa! Ada teman yang mencari Neng di depan," kata Bi Imah.

Kualihkan pandangan dari layar laptop ke arah Bi Imah yang berdiri di pintu kamar. "Siapa, Bi?" tanyaku.

"Ndak tahu, Neng. Orangnya tinggi ganteng," jawab Bi Imah kurang spesifik. "Bibi seperti pernah mengenalnya dulu," katanya yang kemudian langsung membuatku mengerti siapa yang ada di depan.

Angga. Pasti Angga. Kenapa tiba-tiba ke sini? Dia kan tahu aku sedang sibuk mengerjakan tugas.

"Iya, Bi. Nanti Marissa temui."

"Ya sudah, Neng. Bibi kembali ke dapur dulu!"

"Iya, Bi."

Kupasang kerudung asal-asalan lalu segera kuhampiri Angga di luar.

Angga. Tuh kan benar tebakanku. Siapa lagi cowok yang berani mencariku kalau bukab dia.

"Assaalamu'alaikum," ucapnya.

With Luv (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang