Kasus 07, Sastra Indonesia Luna Lumbridge, Bagian Pengakuan Pencurian.

52 4 0
                                    

Santap malam di wisma bukan bagian terbaik, tapi tetap saja makanan disana lezat untuk dimakan. Hari sudah larut, jam berdenting sepuluh kali menuju tengah malam. Makanan dari dapur sekolah yang tak termakan, digunakan lagi untuk diolah menjadi menu baru. Hari ini ada lobster bakar dengan saus putih.

Muna memakannya tanpa selera. Sia Lee yang mengaku tak nafsu makan, menaruh piring meminta babak keempatnya dimulai. Muna menghisap sup, kepalanya kosong, dia bahkan tak sadar jikalau sup yang dia makan belepotan kemana-mana.

Ai yang sadar Muna berpikir serius, jadi inging menganggunya, dia langsung bertanya.
"Bagaimana tadi siang?"

"Nihil, ukhti. Ana gak nemu apapun." Muna mulai memain-mainkan daun selada dengan memutarnya. "Tangan akhi Faza yang amis memang datangnya dari dapur. Si akhi baru saja mengobok-obok ikan untuk dipilih, tebakan ana digunakan pada piketnya besok"

"Ikan apa yang ada disana? Gurami? Nila? Ikan bawel?" Ai kepo

"Bawal" Ujar Muna cepat

"Ih tuh kan bawal! Dasar ikan!" Suara a nya ditekan hingga terkesan berbunyi bawel.

Muna geleng-geleng. Dia membawa piringnya ke bak cuci,kran dinyalakan. Dia bilas dengan air sebelum ditaruh di mesin dishwasher. Ai memberikan piringnya ke Muna untuk ditaruh juga.

"Teri-makasih" Nada terinya ditekankan.

"Ukhti masih mau bercanda tentang ikan?"

"Kurang-Lele-bihnya gitu"

"Ukhti, ana lagi ga pengen bercanda"

"Jangan bersikap apatis, Mun, santai aja. Orang apatis itu mirip dengan orang Tuna-wicara, tau gak"

"Ana pergi lo" Muna mulai mbete.

"Kemana? Ke Timur laut? Selatan? Tenggiri?"

"Kalau ukhti terus-terusan bilang gitu, Hiu-bungan kita putus!" Suaranya dikerasin, tapi tidak bermakna serius.

"Et dah sendirinya ngelawak. Hehehe" Ai ngakak. Sesudahnya, dia ngajak Muna pergi.

"Ayo pergi ke lantai dua. Aku ingin membuatmu berteman dengan anak-anak penghuni disana"

Muna berpikir, Eli, Navika, Anne, Luna Lumbridge. Semuanya bukan kombinasi tepat untuk mood Muna di kondisinya sekarang. Tak membalas, dia hanya berdiri mengkode untuk ke kamar mandi. Ai mengangguk, dia bilang akan menunggu di meja.

Apa yang akan dibahasnya disana? Muna mencoba mengorganisir pikirannya. Sesaat, dia jadi ingin kabur diam-diam lewat jendela.

Muna mendengar Ai membisikkan suatu teriakan padanya.
"KAU GA BISA KABUR DARI PERTEMANAN!" Seolah membaca isi pukuran Muna. Akhirnya dia membilas mukanya sedikit dengan sabun, lalu naik ke lantai dua.

Disana ada Hani, Anne, juga Eli. Biasanya Athillah juga ikut nimbrung tapi hari ini dia tak ada. Hani nampaknya baru menangis. Ai mencoba menanyakan apa yang terjadi padanya.

"Oh, kami hanya baru bicarasshh. " Jawab Eli, masih dengan gayanya yang agak mendesis.

"Apa kau mengatakan sesuatu yang kejam padanya?" Ai bertanya

Eli hanya mengangkat bahu. "Mungkin, karena sebenarnya aku menceritakan kisah tentang hamster sekolah, yang salah satunya mati di mesin cuci"

Dengan agak meraung-raung, Hani berkata, "H-h--hamster yang manis... Kita biasa menamainya Alberto. Dia s-suka sekali kacang... hwee!"

"Oh my god, Hani mulai nangis!" Teriak Eli.

Anne, yang tiba tiba saja masuk kedalam membawa semangkuk sereal nanas dan berkata "Tetanggaku bilang cengeng akibat beberapa kebutuhan psikologisnya terlalu terpenuhi ketika kecil, misalnya kelebihan kasih sayang orang tua..."

17 Kasus-Kasus Muna. (Book 1)Where stories live. Discover now