Kasus 02, Fisika Muna, Bagian Pernyataan

172 16 1
                                    

Masya Allah

Masya Allah

Apakah orang-orang yang mengerjakan kejahatan itu mengira bahwa mereka akan luput dari azab-Nya? Sangatlah buruk apa yang mereka tetapkan itu!

Rangkaian pola, susunan, langkah, tahap, petunjuk berbenturan secara padu di kepala Muna. Hanya untuk menemukan satu jawaban.

"Satu, siapa penyerang ana?" Muna yang bertanya, Muna pulalah yang menjawab.

"Bukankah sebelum itu, kau harus menjawab pertanyaan yang lain, bagiai merumuskan berita?"

"What, When, Where, Why, Who, How?" Ejanya "Apa, Kapan, Dimana, Mengapa, Siapa, Bagaimana?"

"Apa, Kapan, Dimana, Mengapa, Bagaimana, barulah Siapa"

"Afwan, sungguh, alangkah baiknya jika kita justru memulainya dengan Apa, Kapan, Dimana, Mengapa, Siapa barulah Bagaimana. Tahapan dalam pengerjaan tragedi ini urut bagaikan soal fisika. Maka haruslah kita mengurainya satu-persatu"

"Satu, Apa. Apa yang terjadi? Ana dibunuh. Tapi mungkinkah itu kecelakaan? Ataukah -Innalilahi, ana bunuh diri? Ana rasa tidak untuk itu. Ana sudah punya dasar dan prinsip hingga tak mungkin. Mustahil ana bunuh diri. Ana memang tak tahu segalanya, tapi ana bersikap hati-hati dalam mengucapkan kalimat tersebut. Ana tak mungkin bunuh diri"

"Kecelakaan? Tapi Ana ditusuk dengan sajam. Bukan tertusuk. Tapi dengan apa pula?"

 "Tidak tipis, tapi berjarum. Bukan tongkat, tapi punya dua tangan. Tidak ditemukan di lokasi kejadian" Sayya menambahi.

"Sungguhlah kesimpulan yang memberatkan. Untuk apa si pelaku justru membawa senjata pembunuh Muna Amanita ke kantongnya sendiri ketimbang meninggalkannya? Jikalau itu bukanlah bukti yang penting?"

"Itu bermakna, Senjata pembunuhmu sangaatttt pentiiingggg... hingga pelaku harus membawanya jauh dari jenazahmu"

"Bagaimana jika pelaku masih membawanya saat menemukan jenazah ana?"

"Menurutmu, apakah mungkin?" Senyum Sayya menantang

"Belum mungkin, karena dia akan belepotan darah saat menemukan jenazah ana, kecuali..."

"Kecuali?"

Buru-buru topik beralih "Ana jawab nanti. Nah, pertanyaan kedua, Dimana dan kapan? Di ruang tertutup di ruangan dalam gudang, lima belas menit sejak ana terlihat keluar perpustakaan"

"Kau keluar, tapi ditemukan dalam gudang dalam ruangan terkunci. Tewas. Dipalang dari dalam" Sayya beratraksi berputar-putar di udara. Tetris merah satelitnya meghambur, berjatuhan bagai reruntuhan.

"Ganjil, bukan? Dalam keadaan emosi, ana mau dipanggil masuk ke ruangan terpencil untuk menyerah dibius. Apa ana sudah membuat janji dengan pelakunya?" Empat detik kemudian, Muna berseru "Ya... ana sudah membuat janji... Ana berjanji dengan si pelaku..." 

"Jelaskan padaku, Hattaakkhir"  Sisi komandan Sayya keluar.

"Maka jelaslah seluruh pertanyaan. Ana tahu siapa yang bohong!" Jawab Muna "Ana tahu siapa yang bohong! Itu adalah ana sendiri, Muna Amanita"

"Kau?"

"Ana!" Dia agak terdiam "Tepatnya, ana yang sudah meninggal disana. Dia berbohong bahwa dia tak tahu apa-apa mengenai kebocoran soal UN di sekolah, padahal Muna yang disana tahu"

"Deduksimu lucu juga" Komentar Sayya "Tak ragu-ragu, bahkan"

"Ana tak perlu lagi, karena hanya ana yang mengenal diri ana, maka ana sendirilah yang juga tahu apa yang ana ingin lakukan. Ana tahu ana membohongi Sia Lee karena tak bisa membantahnya! Jika ana tak bohong, mungkin saja ana tak banyak berdebat, tapi ana pastilah minimal membela diri."

17 Kasus-Kasus Muna. (Book 1)Where stories live. Discover now