Sebuah Kisah tentang Fajar

53 4 0
                                    

Ini adalah kisah yang diperuntukkan untuk M. Fajar Effendi.

SMA Nusa Bangsa ialah sebuah SMA unggulan yang merekrut murid-murid berbakat dari seluruh Indonesia. Gengsi dari sekolah ini luar biasa tingginya, tak ada seleksi masuk untuk sekolah, hanya ada satu cara untuk masuk -jalur undangan. Setiap orang yang berminat bisa saja mendaftarkan dirinya dan memoles bahasanya sebaik mungkin di seleksi berkas maupun wawancara, tapi mereka yang luluspun paling-paling cuma masuk ke kelas reguler, yang nyatanya hanya diisi oleh orang-orang super tajir atau bermartabat tinggi. Kelas Kebaikan, kadang disebut kelas Harapan, adalah kelas paling bermartabat, diletakkan di wilayah terpisah jauh dari gedung reguler. Gedung mereka berada di ujung pegunungan terpencil, tapi nyaman dan elit. Lingkungannya sudah diatur khusus dan tak sembarang orang bisa keluar-masuk darinya. Penjagaan di satu sisi dan hutan super lebat dilapisi jurang menjadi pagar alam terbaik untuk mengisolasi mereka.

Kelas angkatan 9, diwakili oleh Kureina Zeylanica Haemadipsa, alumni angkatan pertama Kelas kebaikan sekaligus pemegang tahta Guru BBI (Berkualitas Bersertifikat Internasional) ditandangani oleh SMA Nusa Bangsa itu sendiri, memiliki 17 Murid, diantaranya,

Amanita Muna, sang ketua ROHIS, Calon Pemegang Sertifikat Internasional tingkat Organisator, (Singkatnya, CPSIT Organisator) , merupakan wanita super hati-hati yang tak pernah salah ambil langkah dalam melakukan tindakannya. Disusul oleh sahabatnya, misalnya, Sahila Irvika Salsabila, merupakan CPSIT Drama Artist dengan kemampuan luar biasa untuk menyulap panggung melebihi kenyataan bagi para penonton. Penampilan dari drama yang diatur Ai dijaga ketat karena salah sedikit saja, penonton yang terlalu tenggelam dalam kesedihan bisa saja meninggal saat menonton teaternya. Ada juga CPSIT Astronomer, Ren Chenata. Dia sudah dipesan tempat untuk bekerja di NASA sejak dia berhasil mendeteksi kesalahan perhitungan satelit dalam mencapai kedudukannya ke luar tata surya, menuju wilayah yang disebut awan oort. Sebagai tambahan, mereka para CPSIT akan menjadi bergelar BBI setelah mereka lulus ujian praktek di akhir tahun ke-3 mereka.

Karena itulah, Fajar Effendi, CPSIT Kolektor Prangko, yang sebenarnya tak memiliki apapun selain koleksi prangko-prangko kuno dari zaman bahula, jadi kebingungan saat diminta menampilkan pentas bakat mereka di akhir tahun. Masalahnya bukan karena dia tak punya prangko lagi, dia masih punya 6 juta 890 ribu koleksi prangko, tersimpan rapi dalam galeri yang diberikan pemerintah dan kadang-kadang dibuka sebagai musium dan menjadikannya sarana menambah uang sangu. Tapi itu karena selama ini ibunya sakit, dan... dia butuh biaya berobat... klasik, tapi itu kenyataannya.

Bagian keduanya, Fajar tak punya uang apapun dalam bentuk saldo maupun tunai, hartanya sudah berpindah ke koleksi perangko, juga satu hal, ibunya ialah wanita yang sangat keras kepala. Dia sangat percaya bahwa dirinya sehat, dan dia tak mau dibantu oleh sang anak sebab itu akan membuatnya gagal sebagai ibu. Alasan itu selalu membuat Fajar kesusahan, di satu sisi tak tega melihat ibu sakit, di satu sisi juga tak bisa menolongnya. Semuanya serba salah.

Suatu pagi, disaat dia sedang bingung, seorang wanita datang. Rambutnya tergulai indah, keturuanan ras kulit kuning tapi tak sipit. Matanya menatap lembut, seolah mengundang ajakan bicara untuk Fajar yang sedang susah,

"Hei"

"Hei..." Fajar mengangkat wajahnya. Wah, dia cantik.

"Namaku Lan Sia Lee, Calon Pemegang Sertifikat Internasional tingkat Seniman, panggilannya Sia Lee. Kau?"

"Oh, ah, a-aku... hik!" Kebiasaan jelek Fajar untuk ngorok disaat gugup keluar begitu saja, "Khuok, aku Fajar. CPSIT Kolektor Prangko"

"Wajahmu terlihat kusut hari ini"

"Kau perhatian sekali... aku memang punya masalah." Fajar mulai bercerita dengan menyunggingkan senyumnya, "Apa kau tak keberatan mendengarnya?"

"Tentu, sekalian menunggu upacara dimulai"

17 Kasus-Kasus Muna. (Book 1)Where stories live. Discover now