08🦊 CAPEK

2.9K 278 95
                                    

Jane menelan saliva gugup saat Kinan menatapnya tajam. Sejak kapan Kinan berada di belakangnya? Ia rasa saat melewati koridor tadi tak melihat siapapun.

"Siniin HP lo."

"Nggak!" tolak Jane sembari menutupi area kantungnya.

"Lo tau Jane, gue nggak suka lo buat sahabat gue nangis." kata Kinan menatap Jane tajam.

"Kalo gitu bilangin ke sahabat lo buat putusin Ali, gue janji bakal berhenti ngusik sahabat cupu lo setelah itu."

Kinan terkekeh kecil, Jane ini bodoh atau bagaimana? Jelas-jelas Ali sudah berulang kali menolaknya tapi masih saja mencoba segala cara agar cowok itu melihat kearahnya.

Ia juga bingung, sebenarnya apa yang di sukai cewek-cewek dari cowok itu? Berengsek? Yang benar saja! Tampan? Itu mungkin masih dipercaya tapi apakah mereka tak bisa melihat sikap cowok itu? Ia rasa mereka semua benar-benar sakit mata selama ini.

Dan lagi, apakah Jane buta sehingga tak pernah melihat cowok itu dan Airin sering berciuman di depan mereka? Ia benar-benar tak habis pikir dengan jalan pikir sepupunya ini.

"Jane please, nggak usah bodoh banget jadi cewek."

Jane mendengus mendengar itu sebelum melipat tangan di depan dada. Jane balik menatap Kinan sinis. "Lo nggak usah ikut campur. Gue yakin Ali nggak cinta sama Anna selama ini, Ali hanya jadiin Anna pelacurnya aja."

"Terus menurut lo si berengsek itu cintanya sama siapa, lo?" alis Kinan terangkat dengan menatap Jane mengejek. "Lo nggak pernah ngaca atau gimana sih, Jane. Yang lo sebut pelacur barusan itu diri lo sendiri bodoh. Lo hitung udah berapa kali lo sama berengsek itu tidur kalo percuma lo nggak di anggap?" tanya Kinan mengingatkan.

Wajah Jane memerah menahan emosi dengan tangan terkepal kuat. Seharusnya ia sadar bahwa jika berdebat dengan Kinan sampai kapanpun ia tak bisa mengalahkan Kinan. Sial!!

"Lo bakal gue lepas kalo rekaman tadi lo hapus." kata Kinan sembari menahan lengan Jane kuat ketika tau sepupunya itu berniat kabur.

Bruk!

"Apaan sih lo!" bentak Jane terkejut karena punggungnya terasa sakit akibat terbentur dinding.

"Siniin HP lo!"

"Nggak. Lepasin gue!"

"Siniin HP lo!" ulang Kinan kesal.

"Nggak mau, Kin! Lepasin gue!"

Kinan mendengus. "Lo makin hari makin meresahkan, Jane. Kasi HP lo gue bilang!"

Jane terus berontak, menghalangi Kinan yang berusaha merebut ponselnya. Jangan sampai video yang ia ambil barusan benar-benar di hapus. Jangan sampai! Ia harus menunjukkan pada Ali dengan segera.

"Awhh! Kinan apaansih!" protes Jane kesal.

"Batu banget sih lo." kata Kinan, "Kalo dari tadi kan gua nggak bakal buang waktu. Pelit banget sih." lanjut Kinan lagi sembari memberikan ponsel milik Jane setelah berhasil menghapus video yang di simpan Jane tersebut.

"Aarkh! Sialan lo!" teriak Jane dengan muka penuh amarah. Ia menatap punggung Kinan yang mendekati Anna dan Alex yang masih berdiri di depan pintu. "Gagal lagi kan, kenapa susah banget sih buat mereka putus." teriak Jane semakin emosi saat melihat Kinan yang terlihat tertawa bersama Anna.

🦋🦋🦋

Anna menggigit bibirnya mencoba menahan hawa dingin yang semakin menusuk kulitnya. Mengusap kedua lengannya, ia menoleh lagi ke arah pintu gerbang berharap kekasihnya segera keluar.

Ia ingin menghubungi Ali tapi ia takut mengganggu cowok itu jadi lebih baik menunggu saja tapi sungguh, disini sangat dingin. Belum lagi sepertinya hujan akan segara turun.

"Apa aku masuk aja kali ya? Tapi gimana kalo kak Ali lewat pintu samping terus nggak lihat aku?" tanya Anna bimbang.

Anna menoleh ke sekeliling, meneguk saliva ketika mengetahui jalanan terlihat sangat sepi. Tentu, ini sudah hampir pukul empat sore.

Tring!

Ali: Send gambar

Deg!!

Mata Anna memanas, dadanya kembali sakit. Mengusap kasar pipinya ia mengangkat wajah menatap kearah gedung dengan memberikan senyum miris sebelum melangkah meninggalkan halte bus tersebut.

Anna terisak pelan, berjalan meninggalkan halte bus sembari mengusap kedua lengannya yang semakin terasa membeku. Kembali dadanya terasa sakit saat mengingat gambar yang barusan di kirim oleh kekasihnya itu.

Mengapa Ali melakukan hal itu lagi, apa salahnya lagi pada cowok itu sehingga cowok itu kembali membuatnya kembali terluka. Apa ia mati saja biar semua kesedihan ini segera berakhir?

Sepertinya sang pencipta tau bahwa ciptaannya sedang dalam keadaan tak baik-baik saja saat ini. Angin kencang membuat pohon-pohon di sekitar jalan bergoyang. Daun-daun kering berlomba-lomba berterbangan di jalanan dan mana-mana. Selang beberapa menit suara dentuman dari langit ikut memprotes lalu disusul dengan hujan lebat yang mulai membasahi bumi.

Anna kembali terisak, membalikkan tubuh guna menatap bangunan tinggi di depannya sana. Untunglah semua murid sudah pulang beberapa jam lalu membuatnya sedikit bersyukur karena jika tak, mereka akan kembali melontarkan kata-kata kasar padanya sekarang.

Tangan Anna yang masih menggenggam ponsel itu, menekan-nekan dadanya yang terasa sakit. Memukul-mukul mencoba menghilangkan rasa sakit itu sambil menggigit bibirnya kuat-kuat.

"Aku benci kamu hikss...apa salah aku sama kamu sampai-sampai kamu tega ngelakuin hal kayak gini sama aku hikss...aku bukan boneka kamu..." teriak Anna pilu dibawa hujan, kini tubuh dan seragam yang masih membalut di tubuhnya ikutan basah.

DUARR!!

DUARR!!

Anna memejamkan mata ketika bunyi suara menggemakan telinga di atas di sana. Kembali Anna terisak. Matanya terpejam kuat, pipinya basah disusul dengan air hujan yang deras.

"Aku capek..." lirihnya lagi mengeluh entah buat siapa. Tangan Anna meremat kuat ponselnya yang mungkin kini sudah tak bisa digunakan lagi dengan tangan sebelah lagi bertumpu pada jalanan.

"GUA UDAH BILANG BERAPA KALI ANNA! LO NGGAK PANTES NANGISIN COWOK BERENGSEK KAYAK DIA!!"

Deg!

"Hikss..."

"BERDIRI LO!!"

Kembali Anna terisak, ia jelas tau siapa yang barusan berteriak nyaring padanya sekarang, dan ia tau siapa yang berada di depannya saat ini.

Kenapa selalu harus Alex, mengapa selalu harus cowok ini yang selalu menjadi superhero di saat ia dalam keadaan terpuruk, mengapa?

***
TBC
10 Desember 2022

ALIANDOWhere stories live. Discover now