21. Explotio ☕

Mulai dari awal
                                        

"Dia cuma minta tolong, kok. Kemarin kan, Gio bantu kita."

Sebuah dehaman membuat Naya dan Chelia yang berbisik-bisik berbalik.

"Ada apa ini? Kok, aku merasa namaku disebut-sebut." Rama muncul di belakang mereka.

Rean yang melihat Rama kembali dengan gelas kimia kosong segera bersuara. "Etanolnya mana?"

Rama menunjuk lemari asam dengan malas. "Masih antri, tuh!"

"Itu Cindy?!" Naya hampir tidak mempercayai penglihatannya. Seorang sosialita seperti Cindy mengambil larutan kimia dengan tangannya sendiri.

"Cari perhatian sama kak Adri, tuh!" Rafa melirik tidak minat.

"Cari perhatian?"

"Iya, Chelia. Cindy itu suka sama kak Adri, asisten kita," jawab Rafi menegaskan.

Chelia hanya mengangguk, tidak ingin tahu lebih banyak perihal Cindy yang hampir saja memutuskan persahabatan mereka.

"Duh, ini warna apa sih!" Rama merengut begitu memeriksa tabung reaksinya.

Rean yang konsentrasinya terganggu sejak tadi menghela napas kasar. "Kamu lulus tes buta warna sebelum masuk ke jurusan ini, kan?"

"Lulus, lah! Masa aku ganteng-ganteng buta warna!"

"Lalu?"

Rama menyikut lengan Rean yang sedang merangkai alat. Rafa dan Rafi hanya berpandangan. Hanya Rama yang berani berbuat sesuka hati seperti itu pada Rean.

"Coba lihat!" Rama menyerahkan kertas berisi tabel rujukan pada Rean. "Hasil positif untuk tiga pengujian yang berbeda itu pink muda, pink pucat, dan pink bening. Sekarang terangkan padaku yang mana yang disebut pink muda, pink pucat, dan pink bening!"

"Blackpink sekalian!" seru Rafa dan Rafi serempak lalu membuang pandangan ke sembarang arah sambil bersiul.

Rean terdiam. Benar kata Rama. Hasil positif pengujian yang ditandai dengan perubahan warna tidak kontras memang kurang akurat.

"Ini juga, hasil positifnya kuning sampai merah bata." Rama mengangkat tabung reaksi yang warna dasarnya perpaduan warna coklat kemerahan. "Kalau warnanya coklat tidak jelas begini bagaimana? Hasilnya jadi tidak pasti, kan?"

"Kuning merah bata? Kenapa nggak kuning es mambo saja!" Rafa berdecak.

"Hijau telur asin sekalian, biar kayak Nippon paint." Rafi menambahkan.

Rean merebut tabung reaksi yang dipegang Rama. Mengguncangnya sedikit lalu menatapnya lekat-lekat. Warnanya memang sulit diidentifikasi. Lensa matanya yang berdilatasi untuk menajamkan fokus semakin melebar saat tiba-tiba lampu di laboratorium itu meredup dan padam.

Suara protes dan desahan tertahan memenuhi ruang tertutup tersebut.

Sekian detik kemudian lampu menyala, namun belum sempat mengucap syukur, para praktikan tersebut harus dikecewakan lagi dengan aliran listrik yang terputus kembali.

"Duh, siapa yang iseng sih!" Naya mengomel begitu larutannya tumpah karena tidak sengaja tersenggol.

Rafa berdiri. "Jangan-jangan ini ulah The Sash Ringing ... The Flash Singing ...."

Prescriptio☕  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang