"Aku mencium bau darah dari sana." Ungkapan itu membuat kernyitan sedih Aikawa semakin dalam. "Tak apa. Menyingkirlah jika bukan kalian pelakunya."

Belum ada yang mau bergerak. Lekas mulut Kirika berucap, "Atau aku akan melaporkan kalianlah pelakunya ke wali kelas."

Kalau sudah begini, tidak ada yang akan mampu mendorong Kirika keluar barang sejenak. Pada akhirnya mereka menyerah, memilih menyingkir dan mengizinkan Kirika untuk menghampiri mejanya.

Meski berakhir puas setelah mendapatkan pemandangan di atas meja, manik delima itu sama sekali belum menunjukkan perubahan ekspresi. Dia hanya mulai melangkah menghampiri meja dan menarik kaki meja.

Semua orang menarik napas ketika gadis itu mengangkat meja dan di antara mereka memekik kaget setelah ia melemparnya jauh sampai menghantam meja guru. Kemudian dia berbalik, menyapu pandangan sekitar.

Kirika mendapati seorang pemuda berwajah pucat melintasi koridor. Ia tampak kesulitan bernapas, sementara caranya berjalan terlihat sedikit lesu. Pemuda itu tengah meracau tak jelas seiring air matanya yang mengalir deras.

Ada yang tidak beres dengan anak itu.

Separuh teman sekelas Kirika yang menyadari tujuan pandangannya segera terundang untuk memandangi pemuda itu, bahkan hingga pemuda itu benar-benar hilang dari pandangan.

Kemudian tak lama ....

Suara ledakan terdengar jelas, seolah membuat jantung terasa copot. Salah satu murid yang penasaran langsung menghampiri ambang pintu, diikuti oleh beberapa murid lainnya yang penasaran.

Tak lama setelah ledakan di luar kelas terjadi, kali ini mereka dikejutkan oleh asap yang mengepul hebat dari meja Kirika. Setengah siswi di dalam kelas menangis, memekik sebab merasa sesak. Asap yang mengepul dari meja mulai membumbung tinggi menyapa nosel yang tak lama menyemburkan air.

Secepatnya seutuh murid di dalam sana segera mengamankan diri. Namun Kirika masih terpaku di tengah kelas membiarkan dirinya basah oleh hujan yang diciptakan nosel gedung. Suara panik yang meledak seolah menguap di telinga Kirika. Sementara keningnya mengernyit sakit selagi air mata yang bercucuran mulai bercampur dengan air yang ditumpahkan nosel.

Bersamaan ujung bibir gadis itu tertarik untuk melukiskan senyum getir.

Ada yang mau main kotor ternyata.

~*~*~*~*~

Beberapa hari ke depan, kelas 3-1 sementara waktu akan terpisah dan digabung oleh kelas lain yang lebih lapang. Sementara Kirika meminta untuk belajar sendirian di perpustakaan dengan guru bimbingan konseling. Tentu para guru tidak setuju dengan keputusannya dan mereka menggiring Kirika ikut untuk masuk ke kelas lain.

Selagi demikian, pihak kepolisian datang untuk menyelidiki insiden pengeboman di dekat kelas. Mereka berasumsi hal itu terjadi oleh sebab bom bunuh diri. Namun motif lebih lanjut segera ditelusuri.

Tidak sampai di sana. Teror dari penindas terus saja berdatangan. Kirika pernah menemui kawanan tikus yang sudah menggeroti sepatunya di loker sepatu. Sempat didapati pula mereka melompat keluar mencakarnya karena panik sebelum kabur ketika ia membuka loker.

Setiap hari ia bahkan mendapati sampah di dalam laci. Teman-temannya sudah menyarankan agar mereka berganti tempat duduk. Namun di mana pun Kirika berada, selalu ia dapati sampah di lacinya. Sukses hal ini menimbulkan pertikaian karena mereka mulai saling tuduh-menuduh di dalam kelas.

Pernah sekali ketika jadwal pelajaran olahraga berlangsung, salah satu ponsel seorang siswi meledak di dalam saku celana seragam olahraga ketika hendak estafet. Pahanya melepuh. Namun beruntung tidak ada diagnosis cacat dari dokter.

Fate : A Journey of The Bloody Rose [END]Where stories live. Discover now