07 : First Jeon?

3.8K 457 24
                                    

They can say anything they want, cause they don't know us.

.
.
.
.
.

Yerim, ia mencoba mengerti keadaan. Meskipun sangat ingin, ia berusaha untuk tidak melangkahkan kakinya lebih jauh ke kawasan paling elite di sana.

Ia hanya perlu berhenti tepat di depan rumahnya sendiri dan menahan mati-matian gejolak rindunya.

Ia juga harus mati-matian menahan tangis.

Sekolah rasanya sudah cukup berat. Tidak bertemu Jungkook apalagi. Itu sulit.

Ia menahan tangis sepanjang perjalanan pulang. Ia mencoba menjadi sosok yang kuat untuk bertahan sendiri. Ia mencoba menghentikan pikiran-pikiran buruk tentang Jungkook yang tidak mengizinkannya bertemu.

Tetapi bahkan saat ia hendak membuka pagar rumahnya, ia sudah tidak kuasa lagi menahan pertahanan emosinya ketika sebuah suara memanggil namanya.

"Yerim."

Yerim segera menoleh ke sumber suara.

Ia mendapati Jungkook tengah berdiri beberapa meter darinya.

Pemuda itu datang.

Air mata Yerim sudah tak terbendung. Perasaan yang meluap-luap melucuti jiwanya. Semua kesedihannya, ia membutuhkan wadah untuk menumpahkan keluh kesah.

Tanpa kesadaran penuh atas pikirannya, tubuhnya bergerak spontan ke arah si pemuda dan menerjang begitu cepat ke dalam pelukan.

Jungkook terkejut.

Gadis itu memeluknya begitu erat. Sangat erat.

Tak berapa lama, ia sudah merasakan bagian depan tubuhnya basah. Jungkook mendengar Yerim terisak.

Pemuda itu semakin khawatir dan lambat laun menyalahkan dirinya akan tangisan sang gadis.

"Maafkan aku," lirih Jungkook sambil mengusap punggung si gadis. Mengecup puncak kepala Yerim.

"Wae oppa? Harusnya aku yang minta maaf! Aku sudah banyak mengganggumu. Tapi tolong jangan hindari aku. Aku tidak bisa jauh darimu. Aku sungguh kekanakan dan aku merasa terus membutuhkanmu. Aku egois. Tapi aku sakit, oppa. Maaf.. Hiks. Hiks.."

Jungkook kelabakan. "Siapa bilang kamu mengganggu? Aku tidak menghindarimu, Rim. Sungguh, aku tidak bermaksud." Lelaki itu melepas pelukan. Menatap khawatir wajah
gadisnya yang penuh derai air mata.

"Jujur saja, oppa. Tidak apa. Asalkan jangan jauhi aku." Ujar Yerim di tengah sesenggukan. Ia tidak bisa berhenti menangis. Semua masalah di sekolah memperburuk.

"Aku bersumpah kamu tidak pernah menjadi penggangguku. Aku ... aku yang salah. Maaf, Rim. Aku bahkan datang ke sini karena aku sungguh sudah tidak tahan lagi. Aku membutuhkanmu." Jungkook menatap begitu dalam. Matanya memancarkan keyakinan yang begitu kuat hingga Yerim tidak menemukan sejenis kebohongan sama sekali di sana.

"Lantas ... kenapa oppa--"

"Bukan hal yang seharusnya kau khawatirkan. Aku hanya ... sedikit sibuk, maaf. Apa kamu mau ikut aku sekarang?"

Seize The Night ✔Where stories live. Discover now