"Lo mau nikah? Sama siapa? Salma juga kan belum tentu mau sama lo!"

Haikal menatap Jundi datar, "Teteh Yeri maksud gue, yakali gue," decaknya.

Jundi terkekeh dan duduk di teras masjid sembari memakan kikonya, "Ada lagi yang mau ngelamar teteh Yeri?"

Haikal menggedikan bahu, "Gak tau, gak ngerti gue sama tipenya teteh. Yang sholeh di tolak, yang tahfidz di tolak, yang kaya di tolak, yang ganteng di tolak, terus dia nyari yang kayak gimana?"

"Yang kayak lo kali, pas-pasan!"

"Enak aja, gue ganteng!" Serunya sembari membuang bungkus kiko asal.

"Heh, buang sampah sembarangan denda lima juta!" Seru Iyang dari dalam masjid.

Jundi dan Haikal menatap anak itu heran. Iyang kan komplotannya Haikal, tumben juga sudah di masjid jam segini.

"Iyang kesambet setan apa udah ada di masjid jam segini?" Seru Haikal heboh.

Iyang menghampiri dua temannya dan duduk di sebelah Jundi, "Di suruh mamah nganter dan ngawasin dedek Bia ngaji,"

Haikal dan Jundi hanya mengangguk, ketiganya memandang lurus ke depan. Menatap sosok Alvano, Zainal dan bang Mark yang berjalan ke arah masjid.

"Gue kagum sama bang Mark," celetuk Jundi tiba-tiba dengan pandangan lurus ke depan. "Ayah bilang, Athalla group itu yayasan besar. Perusahaannya di mana-mana, tapi bang Mark gak nunjukin itu semua dari gaya hidupnya. Dia cenderung sederhana dan apa adanya walaupun banyak duit. Udah gitu dia dari Kairo pula, kalau gue jadi cewek kayaknya udah klepek-klepek sama bang Mark,"

"Setuju gue sama lo Jun, rasanya gue mau ganti bang Lukman sama bang Mark aja," timpal Iyang.

Dari ujung sana, Zainal tengah melambaikan tangannya pada mereka dan Mark tersenyum tipis, seolah malu berjalan dengan anak kurang perhatian ini.

"Nah!" Jundi melirik Haikal, "Teteh Yeri kita jodohin aja sama bang Mark, gue yakin teteh gak bakal nolak sama modelan bang Mark," usulnya.

Haikal terkekeh, "Gue gak yakin teteh mau. Bang Mark tuh ganteng, teteh tuh kayaknya gak terlalu suka sama yang ganteng. Ngeliat om Jafar juga biasa dia mah,"

"Tapi kalau teteh emang tertarik sama bang Mark gimana?" Iyang menunjuk Yeri yang berada tak jauh dari ketiga orang tadi.

Di sana, nampak Zainal dan Alvano tengah menyapa Yeri dan mengajaknya ngobrol sesaat. Sementara di antara mereka, Mark tengah memperhatikan Yeri yang tertawa atas gombalan Zainal. Setelah itu ada keributan kecil antara Alvano dan Zainal yang membuat Yeri tak bisa menghentikan tawanya. Namun bukan itu fokus mereka, melainkan tatapan Mark pada Yeri. Saat pandangan Yeri tanpa sengaja bertemu dengan Mark, perempuan itu tersenyum tipis dan mengangguk sambil berlalu ke dalam masjid.

Ketiga orang yang duduk di teras masjid saling melirik.

"Kayaknya kita punya misi,"

















"Udah pada di pake mukenanya?" Tanya Yeri pada anak-anak kecil yang berkumpul di majlis.

Sudah menjadi kegiatan sehari-harinya mengajar mengaji anak-anak kecil di komplek ini selepas magrib. Meski yang mengaji di majlis hanya anak berusia 4 sampai 10 tahun, dan jumlahnya tak lebih dari 10, namun tetap saja Yeri terkadang pusing mengurusnya. Terutama ketika mereka selesai tadarus, mereka pasti akan berlari di dalam majlis dan tertawa. Namun beruntung ada Sarah yang dengan sukarela membantunya di majlis.

"Ibu, Bia mau di sebelah Aqila awohnya!" Seru seorang anak kecil berusia 4 tahun dengan mukena bergambar frozen.

"Balqis deket ibu aja ya, biar dedek Bia yang di situ," Yeri berusaha memberi pengertian pada anak muridnya yang tengah memeluk anak bernama Aqila.

Melamarmu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang