13. SEBASTIAN: SEBATAS TEMAN TANPA KEPASTIAN

Start from the beginning
                                    

“Septian marah ya?” tanya Jihan dengan nada pelan setengah takut namun Septian tak menjawabnya.

“Oh iya lupa kamu enggak mungkin marah. Kamu kan bukan siapa-siapaku,” ucap Jihan. Perempuan itu masih mengikuti Septian dari samping. Tidak peduli dengan teman-teman mereka yang berada jauh di belakang.

“Septian enggak mungkin cemburu kan?” tanya Jihan, memastikan.

“Enggak,” jawab Septian. Cowok itu masuk ke dalam LAB sekolah. Membuat Jihan mengikuti pergerakannya yang baru saja menghidupkan lampu.

“Septian mau ngapain?” Tidak ada balasan.

“Septian mejanya bagus ya?” tanya Jihan sambil mengusap-usap meja panjang di samping tubuhnya, kehabisan topik.

Septian memperhatikan Jihan, aneh. “Lo ngapain ke sini?”

“KAN NUNGGUIN AYANG SEPTIAN!” jawab Jihan semangat. Entah kenapa perasaan sedih yang sejak tadi dirasakan Jihan hilang karena melihat Septian. Cowok ini seperti penyemangat. Selalu ada energi positif setiap melihat Septian meski cowok itu hanya diam.

“Gue nungguin Thalita,” ucap Septian seketika membuat Jihan membisu. Kalau bisa diumpamakan. Jihan jatuh ke dasar jurang karena ucapan itu.

“OH IYA GAPAPA! Ini aku tungguinya bakal jauh kok! Nih liat nihhh!” Jihan mencari tempat duduk paling jauh. Cowok itu memperhatikan gerak-gerik Jihan. Jihan duduk sangat jauh dari jangkauannya. “Udah jauh kan? Enggak bakal ganggu Tian kok. Janji deh! SEMANGAT YAA SEPTIAN!” kata Jihan.

Septian membalikan tubuhnya. Cowok itu menghidupkan AC. Ada senyum kecil di bibirnya meski Jihan tidak pernah tau.

****

“Emang bener Zaki sama Jihan deket? Sedeket apa? Pacaran?” Jordan bertanya pada Guntur. Cowok itu sengaja memancing Septian agar ikut berbicara karena sejak tadi Septian hanya diam seolah sibuk dengan dunianya. Buku, pulpen dan LKS menjadi hal utama yang harus cowok itu kerjakan.

“Enggak mungkin pacaranlah orang Jihan aja sukanya sama Asep,” tutur Guntur. “Dari kacamata gue nih. Zaki suka sama Jihan. Sebelas dua belaslah sama Ojix.”

“Emang Oji suka sama Jihan?” tanya Bams menimpali.

“Enggak deh gue gak lagi,” ucap Oji. Cowok itu melirik ngeri pada Septian yang sejak tadi menulis. Oji benci membandingkan dirinya dengan orang lain. Tapi untuk kali ini dia harus tau diri. Septian—walaupun di mulut berkata tidak. Tetap saja tindakannya menunjukan bahwa cowok itu peduli pada Jihan.

Peduli. Nyaman. Sayang. Lalu pacaran. Oji sudah hafal sehafal-hafalnya fase-fase itu.

“Ya udah Ji nanti kita cari cewek. Nih, nih Fifi. Hayyy Fifi caem,” ucap Jordan menghibur Oji.

“Weh jangan yang itu! Yang itu punya gue,” protes Bams ketika nyapu di kelas.

“Emang Fifi mau sama lo Bams?” tanya Jordan.

“Maulah! Sekarang sih belum tapi nanti pasti mau. Kemarin abis jalan sama gue,” cengir Bams lalu melirik Fifi. Cewek itu tidak peduli sama sekali. Padahal melewati Bams dan bangku Jordan untuk mengambil buku di meja paling belakang. Bahkan digoda Bams pun Fifi diam. Seolah cowok itu tidak ada. Kasat mata.

“Jalan mulu jadian kaga,” cibir Oji.

“Sebastian. Sebatas teman tanpa kepastian,” ucap Nyong.

Hayy Abang Septian. Serius amat. Lagi kerjain apa tuch?” Jordan sengaja bertanya lebay dan duduk di samping cowok itu. Membuat Septian harus bergeser ke samping. Tangannya masih sibuk menulis. Ada bagan-bagan rumus lalu angka-angka yang membuat Jordan bahkan pusing hanya dengan melihatnya.

SEPTIHANWhere stories live. Discover now