Prolog

1.5K 146 92
                                    

Yogyakarta, September 2006

Gadis berpakaian seragam putih abu-abu itu menggenggam tepian roknya sendiri ketika laki-laki dihadapannya menatapnya intens.

"Aku suka sama kamu. Apa kamu mau jadi pacarku?" tanya pria itu yang tak lain adalah Surya, teman sekelasnya sendiri.

"Aku menyukaimu dari dulu, Al. Tapi aku tidak pernah punya kesempatan karena Karis selalu membuntutimu. Aku sudah tidak tahan lagi menyukaimu dalam diam. Apalagi kita sudah tingkat akhir dan akan lulus kurang dari setahun lagi," jelasnya.

Alma tetap diam tak bergeming. Surya adalah laki-laki pertama yang menyatakan perasaan padanya secara langsung. Memang, tidak hanya satu atau dua laki-laki disekolah ini yang menaruh hati pada Alma. Bahkan dari awal dia masuk, beberapa kakak kelas sering menggodanya. Tapi diantara mereka hanya menggoda tanpa menyatakan atau menyatakan tapi hanya dengan surat yang bisa dipastikan berakhir di tangan Karis yang merobeknya dan membuangnya di tempat sampah.

Tapi saat ini, Surya yang menurut Alma baik hati sejauh ini, menyatakan perasaannya langsung padanya di kantin saat pulang sekolah. Alma masih diam, belum membuka suara. Dia belum pernah merasakan gelayar aneh, rasa berdebar atau apapun itu seperti yang dibilang orang ketika jatuh cinta. Hidupnya hanya sebatas sekolah, dapat ranking lima besar paralel, keluar masuk bimbel, dan meladeni kejahilan Karis yang selalu merepotkannya.

"Alma, nggak mau jadi pacarmu!" sebuah suara tiba-tiba muncul dari belakang Alma. Tanpa menengok, Alma sudah tau siapa pemilik suara itu. Karisma Agung Widjaja, dengan seragam yang sudah lusuh, dasi yang tersampir sembarangan di lengan, dan tas ransel yang hanya dia tumpukan bebannya di bahu kanan, kini sudah berkacak pinggang menatap tajam kearah Surya.

"Al?" Surya mengalihkan pandangan dari Karis dan bersikeras mencari jawaban dari Alma.

"Kamu nggak denger? Alma nggak mau jadi pacar kamu!" ulang Karis dengan nada yang makin keras.

"Apa urusan kamu? Kenapa kamu selalu menghalangi cowok-cowok yang mau deket sama Alma? Kamu tau? Kamu menghalangi kebahagiaan Alma!" balas Surya yang sekarang sudah berdiri menatap Karis balik berusaha menyejajarinya tapi sia-sia karena postur Karis tetap saja lebih jangkung dan tegap.

Karis tersenyum asimetris, seolah menyepelekan Surya. "Kamu ini punya apa kok pede banget mau pacarin Alma? Hah?!" ucap Karis sambil terus menatap Surya. "Kamu bisa bahagiain dia?" lanjutnya bertanya.

"Kamu kira aku nggak tau track record kamu udah pacaran sama siapa aja di sekolah ini, di sekolah sebelah? Hah?! Dasar player!" Karis tersenyum asimetris lagi. "Jangan berani-berani kamu pacarin Alma kalau kamu cuma mau bikin dia susah!" lanjutnya yang sekarang semakin berani menunjuk-nunjuk muka Surya yang sudah mati kutu.

"Kamu tau? di dunia ini cuma aku yang boleh ngrepotin Alma, godain Alma, yang lain nggak boleh! Jadi jangan coba-coba kamu deketin dia kecuali seratus persen kamu bisa jamin dia nggak akan kamu bikin repot dan susah!" pungkas Karis dengan nada menekan. Detik berikutnya, Karis sudah menarik tangan Alma meninggalkan tempat itu. Meninggalkan Surya yang geram karena gagal mendapatkan Alma.

Alma meronta melepaskan tarikan tangan Karis dengan paksa saat tiba di parkiran. "Kamu ini nyebelin banget sih, Ris! Bisa-bisanya kamu bilang gitu," ucap Alma kesal dengan nada yang tetap lembut karena Alma bukan tipe perempuan kasar.

Karis tersenyum kecil, "sudah cukup ada satu makhluk yang selalu bukin kamu repot Al, yaitu aku. Kamu nggak perlu nambah lagi," ucapnya sembari menyelipkan rambut gelombang Alma kebelakang telinga. Oh Tuhan! Aku merasakan debaran itu, batin Alma dengan ekspresi kaku.

"jadi kamu akan melarang aku dekat dengan lelaki manapun selain kamu?" tanya Alma sambil mengekori langkah Karis. Karis berbalik dan menatap Alma,

"aku tidak akan melarangmu asal laki-laki itu bisa menjamin kebahagiaan kamu," tandas Karis.

Beyond the Mission (Sudah Terbit- Part Lengkap)Where stories live. Discover now