Part Satu

108K 6.4K 696
                                    

Aturan Baca Cerita Greya

Komentar apapun yang menunjukkan ketidaksukaan kalian terhadap alur, tokoh, sikap, akhir, cover, etc. GUE NGGA PEDULI!! INI CERITA GUE. NGGA SUKA? NYINGKIR!!

Tolong bener2 nyingkir ngga usah baca.

GUE NGGA MENCIPTAKAN CERITA SESUAI KEMAUAN PEMBACA. TAPI KEMAUAN GUE.

*Menerima kritik beserta saran.
*Cuma bisa memberi kritik tanpa saran. lebih baik ngga usah kritik!!
*Benci dengan komentar GUE BINGUNG SAMA CERITA INI!! tanpa mau menjelaskan bagian yang bikin bingung. kecuali dijelaskan bagian mana yang bikin bingung, agar bisa diperbaiki.

Di sini kita KERJA SAMA! Ngga gue KERJA SAMA KALIAN jadi harus menuruti mau kalian.

JADI JANGAN NGATUR-NGATUR. APAPUN YANG TERJADI DI CERITA SAYA. ITU HAK SAYA.

Apapun alurnya. Silakan baca, terima, tanpa membebani saya dengan keinginan kalian. Kalau ngga mau. Bisa hapus cerita ini dari daftar bacaan kalian.

Maaf. Bukan saya sombong atau tidak butuh pembaca.

Saya ingin menulis tanpa tekanan, tanpa tuntutan, tanpa berusaha mengikuti keinginan kalian yang tidak sesuai dengan isi kepala saya.

Saya ingin menjadi diri saya sendiri melalui cerita saya.

Jadi tolong hargai itu.

****


Sudah setengah jam lebih rasanya Afika melihat bu bos si pemilik usaha Binatu tempatnya bekerja duduk diam di samping mesin suci berjenis front load dengan bibir manyun lima senti.

Biasanya bibir itu digunakan untuk mengajukan komplen. Komplen atas kinerja karyawan yang kadang membuat tensi darah naik seketika. Tapi hari ini, Diana berbeda sekali.

Afika lega sih, karena untuk beberapa menit tak mendengar omelan Diana. Pasalnya, Afika tadi melakukan kesalahan kecil. Yaitu salah memasukkan celana milik pelanggan ke pelangganan yang lainnya. Tapi kelegaan itu mengandung rasa khawatir. Bagaimana jika Diana sedang menyiapkan amunisi untuk mendampratnya?

Bu bosnya itu tak seperti wanita-wanita pemeran utama yang ada di FTV yang biasa ia tonton. Baik hati. Bah! Apa itu baik hati? Diana tampaknya tak mengenal dua kata itu. Yang Diana kenal ada sekumpulan nama binatang di Ragunan.

Tapi bukan monyet, onta, komodo, jerapah yang keluar dari mulut Diana ketika marah. Bukan. Melainkan Babi, dan Anjing! Naaah kira-kira Ragunan juga memelihara kedua binatang itu tidak, ya?

"Sumpah! Kak Di kalo lagi diem gitu kok auranya nyeremin, ya?!"

Afika melirik Seto, sesama pekerja di Syauqia Laundry milik Diana. "Diam kau. Kalau didenger, diamputasi gajimu!"

"Ish! Jelek kali doamu."

Seto pergi, dan Afika yang beristirahat dari pekerjaannya menyetrika, menggeleng kepala. "Semoga ini bukan tanda-tanda kiamat ya Allaaaah!" Afika setengah berteriak kaget, kala yang ia pikirkan sedari tadi berteriak memanggil dirinya.

"AFIKA! KENAPA ADA YANG NANYAIN CELANANYA YANG ILANG?!"

Diana, si wanita dua puluh sembilan tahun, yang sering dijuluki perawan tua karena belum menikah dan bahkan tak memiliki pacar karena katanya dia lebih garang dari para lelaki yang sempat dekat dengannya datang menunjukkan sebuah pesan di layar ponselnya pada Afika. "KAU KERJA GIMANA, KA?! CANGCUT MAREBU AJA JANGAN SAMPAI KETUKER! LAH INI CELANA JEANS ORANG! KALAU GANTI, DUITNYA DUA KALI LIPAT DARI BIAYA DIA LAUNDRY!"

Afika terpejam sepanjang Diana mengeluarkan caciannya. Dia berharap gendang telinganya dapat bertahan. "Iya, salah kak. Maaf." Dia melirik Seto yang berdiri di belakang Diana, tampak tersenyum mengejek.

Dari Mata Turun Ke HatiOnde as histórias ganham vida. Descobre agora