bag.10

7.9K 353 54
                                    

"Kita mau lakukan apa di sini?”  tanya Avista. Sekarang mereka sudah ada di salah satu mall ternama di Jakarta. Avista turun dari motor Axel lalu melepaskan helmnya dan memberikannya pada Axel yang baru turun dari motornya juga.

"Belanja,” jawab Axel sambil mengamit tangan Avista agar digandeng menuju masuk pusat pembelanjaan.

"Untuk apa?" tanya Avista lagi.

"Untukmu, Laurel. Suka tidak?"

"Eum, suka! Tapi kenapa kau tak bilang padaku,” keluh Avista, kembali cemberut. Ia mengencangkan tangannya yang sudah digenggam Axel.

"Memangnya harus izin? Ini mal milikmu?" tanya Axel, matanya melihat ke sekeliling. Cukup ramai pagi ini, mungkin karena kebetulan hari Minggu.

Avista menyandarkan kepala bagian sampingnya ke lengan Axel. “Bukan begitu, aku tidak bawa kartu ATM yang saldonya banyak,” jujur Avista, entah sekalian merendah untuk meninggal atau benar-benar merendah.

Axel menerbitkan senyumnya, ia mengacak rambut Avista yang ada di dekat lengannya. “Aku tak menerima penolakan, kauingat?”

*

"Bajunya terlalu ketat!"

"Tidak cocok dengan warna kulitmu!”

"Warnanya terlalu norak.”

"Kau tenggelam dalam baju itu!"

"Tangannya terlalu panjang!"

"Bajunya terlalu murah!"

"Yang ini?" tanya Avista menyodorkan baju yang berwarna hitam kali ini, mungkin karena Axel pria sejati sehingga dia tidak mengiyakan satu pun bajunya yang colourful sejak tadi.

"Bajunya terlalu pendek, kau mau berbagi pusar?”

"Bagaimana dengan yang ini?” Avista melengkungkan bibirnya ke bawah, hampir semua baju yang direkomendasikan dirinya ditolak Axel.

"Terlalu ramai motifnya, ganti.”

"Ini?"

"Ganti!"

"Ganti!"

"Ini Xel bagaimana? Kalau tidak cocok dan kausuruh ganti lagi lebih baik aku pakai karung beras saja!" kesal Avista karena semua pilihan bajunya tak ada yang cocok menurut Axel.

Axel mengalihkan pandangannya dari ponsel. Menatap ke arah Avista dan membangunkan singa yang sedari tadi mengantuk. Matanya tak berkedip sekalipun. Ini sangat cocok! Bajunya tidak terlalu pas dan tidak ketat, tidak mengekspos lekuk tubuhnya dan lengannya juga panjang, tapi tak terlalu panjang.

"Pilihan yang bagus, ayo kita bayar sekarang. Kuyakin kau akan semakin cantik ketika mengenakannya,” goda Axel sambil mencubit gemas pipi Avista.

"Axel! Jangan seperti itu, kita dilihat banyak orang tahu!” keluh Avista. Ia memukuli dada bidang Axel tak terlalu kencang.

“Hanya mencubiti pipimu, tidak mencium pipimu, santai saja," tenang Axel.

Axella [PROSES REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang