bag.9

8.2K 347 61
                                    

Tok tok tok  ....

Suara ketukan pintu itu sontak membuat Faris—Ayahanda Avista mengalihkan pandangannya dari laptop. Menatap pintu dengan tatapan tajam. Siapa yang berani mengganggunya saat dirinya sedang sangat fokus. Entahlah, perusahaan Oscorp miliknya dari minggu lalu dengan minggu sekarang mengalami penurunan drastis. Membuat Faris menjadi frustasi akibat masalah bisnisnya.

"Masuk." Satu kata keluar dari mulut Faris. Mengizinkan seseorang untuk masuk ke dalam ruangannya. Matanya kembali melirik laptopnya dan memikirkan bagaimana caranya meningkatkan perusahaannya menjadi normal.

Hentakkan sepatu high heels menggema di ruangan Faris. Orang yang datang adalah sekretarisnya, Barbie. Lengkapnya Barbiesya Catherine.

Sial! Barbie adalah mantan pacar Faris sewaktu di SHS, banyak yang bilang mereka berdua memang cocok. Bahkan di kantor ini saja masih banyak yang beranggapan mereka berdua adalah seorang suami-istri. Faris bergidik ngeri saat banyak klien yang mengatakan mereka berkeluarga. Sekaligus jijik sendiri dengan tatapan memuakkan dari para kliennya di kota ini.

Di sanalah, di Jakarta Faris bertemu dengan Syara. Perilaku Syara, ucapan Syara, wajah Syara, semuanya membuat Faris lupa akan Barbie. Syara yang penyabar membuat Faris semakin tergila-gila ingin memiliki istri yang sangat perfect itu.

Orangtua Faris—Vero—memerintahkan Faris untuk mengurus pusat Oscorp di Jakarta sehubungan dengan Vero yang menetap ke Filipina untuk bicarakan bisnisnya pada kakek Faris dan kerabatnya—Azazel.

Faris pun hanya patuh dan menjalankan sesuai arahan dari Ayahnya, tapi apakah ini malapetaka atau apa? Faris kembali bertemu dengan Barbie. Terlebih Barbie yang diusulkan Vero untuk menjadi sekretarisnya. Faris berusaha tidak akan kembali pada masa lalunya yang kelam bersama Barbie. Untungnya, dia selalu ingat dengan Syara.

"Tuan Alden ingin bertemu Anda pak," ucap Barbie saat sudah berdiri tepat di hadapan meja Faris.

"Alden Nichol?" Faris memastikan.

"Ya, Tuan."

Faris hanya mengangguk tanpa melirik sedikit pun pada Barbie. Baginya, laptop lebih menarik daripada Barbie. Wanita itu pun berjalan keluar ruangan Faris. Lalu menghela napasnya pasrah. "Mungkin tidak akan seperti dulu."

Selang beberapa saat, Alden datang ke hadapan Barbie setelah diberitahu letak ruangan Faris di mana. Barbie masih saja berdiri membelakangi pintu ruangan tersebut sambil mengambil napasnya dalam-dalam.

Alden memperhatikan Barbie dengan tatapan memuja. Tubuh Barbie memang wajar dipuja, apalagi sekarang Barbie hanya menggunakan setelan kantor yang ketat. Mencetak jelas lekuk tubuhnya.

"Ada yang bisa saya bantu Tuan Alden?" tanya Barbie yang menghamburkan tatapan Alden yang sedang memperhatikannya dengan lapar—seperti pria hidung lainnya.

"Siapa namamu?" balas Alden, ke luar dari konteks bisnis.

"Anda ingin bertemu dengan Tuan Faris? Dia di dalam, masuklah. Saya sudah bicara dengannya bahwa Anda akan datang," sahut Barbie yang mengambil topik lain, tak tertarik untuk mengindahkan apa yang Alden bilang.

"Oh baiklah. Kau sendiri siapa? Untuk apa berjaga di depan ruangan Tuan Faris?"

"Saya akan pergi ke ruangan saya, permisi." Barbie sama sekali tidak merespons semua ucapan Alden dan langsung berlalu begitu saja meninggalkan Alden. Tidak sopan memang, tetapi mau bagaimana lagi? Alden bahkan lebih tidak sopan dengan caranya menatap Barbie.

Axella [PROSES REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang