6. Sayang?!

42 6 4
                                    

"Si Rano mana sih?" tanya Aura yang sedari tadi mondar-mandir mencari Rano.

"Dia mah ketua kelas sok sibuk, kerjaannya kan ngilang mulu," sahut Mita.

"Di lapangan mungkin, dia kan panitia buat lomba besok," ucap Aufa menanggapi.

"Dasar, vokal dilupain,basket mulu yang dipentingin," gerutu Aura kesal.

Bagaimana tidak? Minggu depan ia dan tim paduan suara harus mewakili sekolah dalam acara penting. Tapi Rano, yang bertugas mendata tim paduan suara malah tidak bertanggung jawab.

Mendengar kata basket, Anggi ingat akan sesuatu.
"Nonton latihan basket yuk?" ajak Anggi tiba-tiba. Raut wajahnya tak lagi murung.

"Ih, kok tiba-tiba semangat gitu?" heran Bella.

"Udah ayo, keburu selesai," ucap Anggi langsung bangkit dari kursinya dan berjalan menuju luar. Tak melihat pergerakan dari para sahabatnya, ia kembali ke dalam kelas dan menarik satu persatu sahabatnya. Mereka berjalan menuju lapangan basket di lantai satu. Tak terlalu ramai, tidak juga sepi.

"Pantes aja ngajak kesini, ternyata Dafa main," gerutu Aufa.

"Tuh kan, Dafa lagi, aku masih nggak yakin deh kalian berdua baik-baik aja," sahut Hanifah yang masih saja curiga.

Aufa mendelik ke arah Hanifah. Hanifah hanya menyengir.

"Loh,Dila ngapain di sana tuh," ucap Mita heran.

"Eh, iya, kok dia bisa di sini sih," heran Hanifah. Pasalnya, tidak semua siswa bisa menonton latihan ini. Tapi karena beberapa dari mereka bertujuh juga ikut mengurusi kegiatan lomba, maka mereka diperbolehkan menonton latihan ini.

"Seneng banget dia liat mereka main," lanjut Aura.

"Suka kali sama salah satu pemainnya," tebak Andin.

"Jangan-jangan suka sama Dafa," ucap Mita membuat mereka bingung.

"Kenapa semua hal disangkutin sama Dafa sih?" sahut Anggi dengan nada yang terdengar... kesal?

"Ehehe, bercanda Rainbow," jawab Mita.

"Kantin aja yuk, Fa," ajak Aura kepada Aufa. Aufa mengangguk tanda setuju. Mereka berdua berjalan meninggalkan lapangan basket.

"Ikut deh," teriak Andin dan Bella serempak. Tak lama, diikuti Hanifah dan Mita yang ikut pergi.

"Lah kok pada pergi," ucap Anggi.

Anggi memutuskan untuk menyusul Dila yang ada di depan. Tapi sebelum menyusul, Dila sudah lebih dulu menghampirinya.

"Anggi? Kok sendiri?" tanyanya.

"Udah pada balik, tau tuh pada nggak betah di sini," jawab Anggi.

"Kamu sendiri ngapain di sini?" Anggi balik bertanya.

"Tadi nggak sengaja lewat terus tertarik," jawab Dila disertai senyum.

"Tertarik sama basketnya atau sama pemainnya?" tanya Anggi menggoda.

"Ih, apaan sih," jawab Dila malu. Ya, sepertinya dia tertarik pada salah satu pemain di sana. Pemain bernomor punggung 10.

Dafa.

***

Tela Pendhem Group

Hanifah : .

Aura : apa?

Aufa : apa?

Mita : apa?

Bella : apa?

Andin : apa?

Anggi : apa?

Hanifah : dasar jomblo gabut!

Andin : kamu yang gabut! Ngapain nge-chat cuma titik doang gitu.

Aura : (2)

Aufa : (3)

Bella : (4)

Mita : (9999999)

Hanifah : iya aku gabut :( kafe biasa, yuk!

Anggi : ciri-ciri malming kesepian👆

Hanifah : iya! Udah ayo, siapa yang gabut harus berangkat.

Chat itu berakhir dengan pesan Hanifah yang tidak direspon oleh satu pun anggota grup. Hanifah tak mempedulikan itu, ia langsung bersiap menuju kafe.

15 menit tak ada tanda-tanda kehadiran para sahabatnya, ia kembali membuka aplikasi whatsapp nya. Tapi sebelum itu, para sahabatnya datang secara bersamaan.

"Idih, ternyata kalian gabut juga," ucap Hanifah menyindir.

Tak ada yang merespon lagi, mereka langsung duduk dan memesan makanan.

"Eh, eh, liat deh pelayan itu," ucap Aura dengan pandangan ke arah seorang pelayan wanita yang sedang melayani pelanggan di meja yang tak jauh dari mereka. Sepertinya tak asing. Mereka menajamkan pandangan pada wanita itu.

"Lah, bukannya itu si Dila?" ujar Bella ragu.

"Eh, iya, itu Dila," sahut Hanifah.
Dila, entah merasa diperhatikan atau bagaimana, ia menoleh ke arah meja mereka. Anggi langsung memanggilnya,

"Dila, sini!"

Dila sempat kaget melihat mereka, namun ia segera menyelesaikan pekerjaannya dan berjalan ke arah mereka. Ia duduk di samping Andin yang ada di pojok.

"Kamu ngapain di sini?" tanya Andin.

"Kerja," jawab Dila singkat.

"Kerja?" tanya Aufa mengulangi perkataan Dila. Dila mengangguk.

"Aku hidup di Jakarta kan butuh biaya, harga di Jakarta beda sama di Jogja, uang dari orang tua aku nggak akan cukup buat biaya aku hidup di sini. Jadi, aku cari kerja sampingan." Dila menceritakan alasannya bekerja.

Mereka hanya mengangguk dan ber-oh- ria.

Makanan mereka datang, mereka menikmati itu sambil sesekali mengobrol.

"Heh Anggi, kenapa senyum sendiri sih daritadi. Liat apaan sih," tanya Aura yang penasaran dengan Anggi

"Nggak papa kok," jawab Anggi masih dengan senyumannya.

Hanifah yang ada di sebelahnya langsung mengambil ponsel Anggi.

"What the??!! Apa ini?! Sayang?!" teriak Hanifah terkejut.

"Hah apaan?" tanya Mita yang panik-panik penasaran.

Hanifah memperlihatkan ponsel Anggi pada Mita membuat Mita sedikit mencondongkan badannya. Diikuti semua sahabatnya.

Setelah melihat apa yang ada di ponsel Anggi, mereka menatap Anggi tidak percaya.

Tidak percaya pada apa yang telah Anggi lakukan.

-Aran Dihata-

Don't forget to vote and comment

Thank you

Melepas Kau Senja Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu