2. Dia Kenapa?

66 9 2
                                    

Hawa sejuk menyelimuti Kota Jakarta. Matahari mulai turun diiringi hembusan angin yang sejuk.
Sore yang cocok untuk berkumpul bersama atau bermalas-malasan. Saat ini mereka sedang berkumpul di rumah Hanifah. Bermalas-malasan di kasurnya.

Hanifah dan Mita sedang bermain puzzle di atas kasur. Terlalu serius untuk diganggu.
Anggi mungkin sudah asyik dalam dunia mimpinya. Terlalu indah untuk dibangunkan. Sedangkan Aura dan Aufa hanya bermain ponsel di sofa.

Kegiatan mereka dihentikan oleh teriakan Bella, "Hanifah jorok!!" seketika semuanya menoleh ke arah Bella yang ada di samping meja belajar Hanifah.

"Kenapa sih?" tanya Anggi yang kesal karena tidurnya terganggu.

"Nih! Kulit bungkus coklat di bawah meja,"

"Iya,nanti tak buang," jawab Hanifah tanpa mengalihkan pandangan dari puzzle nya.

"Sekarang dong!" perintah Bella tegas.

"Ih, nanti gampang ah!"

"Hih, males banget sih," jawab Andin seraya mengambil sampah tersebut lalu membuangnya di tempat sampah.

Aura menatap malas sahabat-sahabatnya itu. Perdebatan yang tidak jelas.

"Eh, Hanifah, pinjem gitar ya," ucap Aura.

Senyummu
Tak lagi menggetar rongga hatiku
Hanyut dibawa luapan emosi
Mencabik, mengikis dinding jiwaku
Kembalilah kasih
Tunjukan jalan bimbinglah batinku
Kegelisahan ini telah memuncak
Anganku mengasing saat kau jauh
~~

Mereka ikut bernyanyi diiringi petikan gitar dan suara tangan. Sungguh terlihat sangat bahagia.

"Huhhh keren," heboh Bella.

"Aura, kenapa kamu nggak ikut audisi lagi?" tanya Mita.

"Belum waktunya aku ikut lagi," jawab Aura datar.

"Terus kapan?" sahut Andin.

"Hmm, kalian tau sendiri kan orang tua aku. Mereka menganggap nyanyi itu cuma hobi sampingan aku, dan mereka kurang mendukung untuk mengembangkan hobiku," ucap Aura seraya meletakkan kembali gitarnya.

"Pasti mereka ingin kamu mengikuti jejak kakak kakakmu kan?" sahut Aufa.

"Iya, kamu pasti tau," jawab Aura tersenyum masam.

"Lalu?"

"Aku pengen membuktikan ke orang tua aku kalau aku itu bisa sukses jadi penyanyi,"

"Tanpa dukungan mereka?" tanya Mita.

"Hmm, tidak juga,"

"Sedikit menentang?" sahut Bella.

"Yah, entahlah, lihat saja kedepannya,"

***

Suasana kelas ramai karena tidak ada pembelajaran saat ini. Para guru sedang menjenguk salah satu guru yang sedang sakit. Ketujuh gadis ini berkumpul menjadi satu di pojok kelas.

"Nanti pulang sekolah main yuk," ajak Anggi semangat.

"Nggak, aku ada rapat sampe jam 4," jawab Aufa cepat.

"Aku juga ada latihan vokal nanti," sambung Aura.

"Kalian berdua tuh yaa, paling susah kalau janjian, yaudah deh sama yang lain aja," ucap Anggi dengan nada kesal.

"Aku ada latihan dance sama Mita, kan dua minggu lagi ada lomba basket," ucap Bella sebelum Anggi bertanya.

"Andin, Hanifah, jangan bilang kalian juga nggak bisa," tutur Anggi sedikit menebak.

"Bisa sih, tapi males aja pengen tidur," jawab Hanifah santai.

"Heh, enak aja tidur. Nanti kan ada rapat sama aku," tutur Aufa yang protes mendengar ucapan Hanifah.

"Rapat?" tanya Hanifah.

"Rapat semua pengurus ekskul," jawab Aufa

"Hari ini?" tanya Anggi lagi.

"Iya Anggi Rainbow. Kamu juga kan?" tanya Aufa yang mulai kesal.
Anggi menyengir mengingat kalau dirinya juga harus ikut dalam rapat tersebut.

"Ya udah deh besok aja hangout nya," ucap Anggi.

"Ke perpus yuk gaes!" ajak Anggi semangat.

"Mau ngapain? Kalo ke perpus cuma mau tidur kayak kemarin nggak mau ah," ucap Andin malas. Ia tidak mau jika berlama-lama di perpustakaan hanya untuk menemani Anggi yang tertidur seperti kemarin. Sungguh menyebalkan.

"Ih, kali ini bukan tidur, bener deh," jawab Anggi sedikit merajuk.

"Males ah," jawab Andin yang masih malas mengikuti Anggi.

"Ayooooo," ucap Anggi menarik satu persatu tangan sahabatnya. Mau tidak mau, akhirnya semua mengikuti keinginannya ke perpustakaan. Entah apa yang akan dilakukannya nanti. Yang jelas, Anggi tidak mungkin meminjam buku karena ia tidak suka membaca. Kecuali terpaksa.

Sesampainya di perpustakaan, ekspresi Anggi langsung berbinar semangat.
Sahabat sahabatnya hanya duduk dan mengamati kegiatan Anggi. Ia berjalan sepanjang rak buku sambil sesekali mengintip sela sela rak. Ia terlihat sesekali tersenyum sendiri saat melihat sela sela itu.

Mereka mulai menyadari gerak gerik Anggi. Hanifah memutuskan untuk melihat apa yang membuat Anggi aneh seperti itu. Ia berjalan menuju deretan rak depan Anggi. Setelah mengetahuinya, ia kembali dan memberi tahu sahabat-sahabatnya.

"Pantes aja, ada Dafa," ucapnya sambil kembali duduk.

Brakk!
Aufa membanting buku yang dipegangnya.
"Aku ke kelas duluan," pamitnya singkat dan langsung keluar dari perpustakaan. Panggilan dari Bella tak dihiraukannya.
Mereka saling menatap hingga Aura angkat bicara, "wajar Aufa seperti itu."
Andin mengangguk paham.

"Loh, Aufa mana?" tanya Anggi datang dengan senyum merekah.

"Nggak tau tuh, balik duluan dia," jawab Mita cepat.

"Kenapa?"

"Gara gara kamu sih," ucap Mita asal yang membuat Anggi bingung.

"Nggak papa, dia cuma agak nggak nyaman aja liat kamu kayak tadi," sahut Aura.

"Maksudnya?"
Aura hanya tersenyum menanggapi pertanyaan Anggi. Ia tahu. Ya, ia tahu kenapa Aufa seperti tadi.

-Aran Dihata-

Don't forget to vote and comment
Thank you

Melepas Kau Senja Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz