Chapter 1.2 [1/2]

Mulai dari awal
                                    

"Itu ...."

Tawa singkat bersirat nada getir ia lontarkan sebelum memulai. Fokus dari pandangannya buyar, ia lagi-lagi menjatuhkan pandangan ke sembarang arah. Mula-mula ia menelan ludah dan mengangguk-angguk sebelum mengukir senyum samar.

Dia sengaja mengulur waktu. Begitu pikir beberapa wartawan yang ada tepat ketika Kirika menggosok tengkuknya cukup lama.

"Sepertinya akan menjadi tekanan yang berat. Tapi bagi saya tak masalah." Kirika memulai, "Sebelumnya ... saya berterima kasih kepada para penggemar, termasuk pers yang sudah mendukung saya sampai sejauh ini. Berkat dukungan kalian, saya selalu bersemangat untuk menari di atas gelanggang."

Kirika menghela napas. Pandangan lurus, bersamaan dengan mimik yang dipaksa terpatri datar. Para wartawan masih menunggu, bersama dengan dua skater di kedua sisinya, dan juga para panitia.

"Barangkali terlalu mendadak. Namun, keputusan yang saya buat sudah bulat," kata Kirika sambil menyelipkan rambut ke belakang telinga kala ia menyunggingkan senyuman. "Setelah ini, saya akan menggantung sepatu skating saya."

Beberapa wartawan tampak tak berhasil menyembunyikan keterkejutan. Ketika mereka hendak menanyai Kirika kembali dengan segunung pertanyaan, para panitia segera mendorong mereka sebab waktu untuk konferensi pers sudah habis. Kilatan-kilatan kamera berkedip dengan cepat, berlomba-lomba mengabadikan foto sebanyak yang mereka bisa tepat ketika Kirika melarikan diri dari konferensi.

Para skater segera mengejarnya, menanyai mengapa ia memutuskan untuk pensiun dini. Beberapa skater menangis di hadapannya, tidak bisa berkata apa-apa. Enggan menjawab, wanita muda itu segera mengalihkan pembicaraan. Dia hanya meminta untuk tidak khawatir mengenai dirinya yang mendadak mengakhiri karir yang ia cintai.

Pertunjukan gala harus tetap diadakan. Dan semuanya berjalan dengan lancar. Kirika memberikan pertunjukan yang memukau sebagai pelengkap ucapan selamat tinggal dan rasa terima kasih.

Beberapa hari setelah Olimpiade Musim Dingin, media massa masih saja dipenuhi dengan berita pengumuman dadakan dari si skater muda. Lebih mengejutkannya lagi, Kirika menghapus segala jejaknya di media sosial, bahkan akunnya sekaligus. Terlebih, Kirika menolak untuk menghadiri undangan acara televisi atau menerima ajakan menjadi bintang iklan atau brand ambassador sekali pun.

Kirika seakan tak pernah lagi ditemukan jejaknya. Seolah ditelan bumi.

Suatu hari, salju turun perlahan. Kirika menengadah memandang langit di balik jendela. Silvis yang duduk di sofa bersama dengan buku segera menoleh seraya melepas kacamata bacanya. Manik biru Silvis menatap lurus kepada sosok yang berdiri membelakanginya.

Pasalnya, Silvis mengambil cuti. Dan tentu saja itu merupakan kesempatan yang langka. Terlebih saat ini ia berada di dalam satu ruangan bersama Kirika, lengkap dengan aura canggung yang merebak memenuhi ruangan.

"Kirika," panggil Silvis.

Yang dipanggil segera menoleh. Manik delima yang memandangnya datar membuat rasa bersalah Silvis semakin meruak di dalam dada. Enggan untuk memperlihatkan hal itu, Silvis memutuskan untuk mengalihkan pandangan sambil menutup buku.

"Entahlah. Sebenarnya keputusanmu agak sedikit mengejutkanku," jelas Silvis kemudian. "Apa kau benar-benar yakin?"

Kirika mengangguk sebelum ia kembali menoleh untuk memandang ke luar jendela. Lantas si manik delima menyaksikan burung yang seolah tengah bermain dengan salju di atas dahan, membuatnya terdiam sejenak sebelum menjawab pertanyaan dari Silvis.

"Keputusan itu tidak bisa kutarik lagi, bukan?"

Penyataan yang tepat. Silvis dengan resah menyandarkan punggung ke badan sofa, menahan diri untuk tidak mendengkus.

"Setidaknya aku bisa berterima kasih padamu sebab kau mengizinkanku untuk kembali menari di atas gelanggang," kata Kirika. Dia melanjutkan dengan suara berbisik, "Bahkan hingga saat-saat terakhir."

Kirika menoleh kepada bagian jendela yang berembun. Dia mengangkat tangannya, dengan telunjuk ia menggurat garis lurus di sana dan berhenti setelah menciptakan beberapa senti.

"Jadi aku akan menuruti semua perkataanmu," lanjut Kirika. "Itu perjanjiannya, bukan?"

Perlahan Kirika menengadah memandangi butiran salju yang masih banyak ingin singgah ke bumi.

"Aku sudah menuntaskan semuanya ...."

Dan kau justru rela kehilangan segalanya, timpal Silvis dalam hati.

Diam-diam pria itu justru mengernyit sakit.

"Jangan khawatir ... aku sudah siap."

Kirika berbalik. Wanita muda itu tersenyum samar. Jelas senyumnya tampak berbeda dari beberapa hari silam. Auranya yang biasa berkilau sirna sudah. Sementara Silvis belum merespon. Pandangan dari manik biru laut yang semula terpatri lurus itu seketika turun ke sembarang arah.

~*~*~*~*~

Trivia :

Dalam kompetisi figure skating, terdapat dua program per kompetisi untuk ditampilkan, Short Program (SP) dan Free Skating (FS). Keduanya memiliki perbedaan durasi. Sesuai dengan namanya, SP memiliki durasi pendek.

Storm oleh Eric Radford (seorang musisi yang juga seorang figure skating asal Kanada) adalah lagu pengiring yang dipilih Kirika untuk SP khusus untuk Olimpiade Musim Dingin keduanya.

Dan Adiós Nonino dari Forever Tango adalah lagu pengiring FS Kirika Alford (dengan dipotong-potong bagiannya menjadi 4 menit dengan bonus 15 detik).

Fate : A Journey of The Bloody Rose [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang