(27) Shocking News

5.2K 415 0
                                    

Sepanjang jalan, menuju FO yang akan disambanginya, Messi terus mengejekku. Dia terus menyangkutkan semua hal dengan Juna. Setiap momen, tanpa kecuali, terutama mulai dari si Messi yang salah paham ke Juna karena aku nangis-nangis, sampai ketika Juna nolongin aku waktu tersedak sosis. Sekarang dia terus ingetin aku buat baik-baik ke Juna. Kalau perlu aku duluan yang menyatakan cinta. Hellow!! Apa, sih, yang ada di kepalanya Messi?

Di salah satu di Jalan Riau, aku mau beli jaket, tapi nggak jadi, mengingat jaketku sudah terlalu banyak. Sepatu? Kalau yang sering kupakai belum jebol, aku nggak akan ganti. Untuk soal alas kaki, aku nggak suka terlalu banyak model. Di kamarku hanya ada dua sepatu pantofel untuk kerja, walau dipakai hanya pas meeting atau bertemu petinggi perusahaan, ada satu running shoes, ada satu sneakers, dan satu sandal untuk pesta. Sedikit, kan? Apalagi dibanding punya Mama. Dia punya satu lemari besar, khusus untuk sepatu dan tas pesta dengan warna senada. Ribet sangat. Kenapa sih, perempuan hobinya menyocokan warna barang-barang yang dipakai? Penting, ya?

Kakiku rasanya sudah tidak sanggup mengikuti jejak Messi. Dia masih semangat mondar-mandir dari satu FO ke FO lain. Berhubung di sini jarak FO berdekatan, dan akan lebih rumit jika pindah tempat parkir, aku bebaskan Messi untuk menclak-menclok ke manapun dia mau. Aku lebih baik di sini, makan seporsi batagor dan es krim durian.

Saat sedang asyik mengulum es krim, ponselku bergetar. Layarnya berkedip, nama Juna terpampang. Aku menggeser ikon hijau ke atas, “Napa, Jun? tumben pakai telepon segala?”

“Mau telepon doang. Nggak boleh?” tanya Juna di seberang.

Bibirku tertarik ke atas, “Napa, sih? Aneh banget! Eh. Lo sudah sampai Bogor? Tadi tiba-tiba hilang gitu aja.”

Hening sebentar, hanya terdengar suara hembusan napas. “Karena itu aku telepon kamu ....”

“Tuh, kan! Mulai lagi, kan, aku-kamunya,” selaku.

“Maaf! Tadi aku buru-buru. Katanya Ibu dibawa ke rumah sakit. Makanya, aku nggak pamitan sama kamu. Begitu selesai urusan administrasi rental, aku langsung naik mobil travel ke Bogor. Sekarang aku lagi jalan ke rumah sakit. Doain, Ibu, ya?” pintanya lirih.

Aku menelan ludah, “Semoga Ibu baik-baik saja, ya, Jun. Kamu juga hati-hati, ya?”

Thanks, Han. Aku ... umm ...,” Juna menggantung kalimatnya.

“Iya?” pancingku.

“Nggak jadi, deh. Eh, aku sudah sampai nih. Kamu hati-hati juga, ya! Bye.”

Juna memutus sambungan telepon. Aku memandangi layar yang kini sudah menghitam. “Kok gue ikut aku-kamuan juga, sih?” gumamku sembari mengaduk gelas es krim yang mulai mencair.

Ponselku bergetar lagi. Aku buru-buru menggeser ikon hijau tanpa memperhatikan siapa yang menelepon.

“Han! Jadi pulang hari ini, kan? Besok ada acara penting di rumah, jangan ke mana-mana lagi, ya. Langsung pulang!” suara perempuan yang nggak asing terus berbicara dari seberang sana.

Aku menjauhkan ponsel dari telinga, melihat nama yang terpampang di layar. Mama. “Mama?”

“Iiih, anak ini. Ya iyalah mama, siapa lagi? pokoknya ingat pesan, mama, ya, langung pulang atau perlu dijemput?”

“Mama, please! Hana bisa pulang sendiri. Ada acara apaan, sih?” tanyaku penasaran karena Mama nggak pernah begini.

“Farish mau lamaran,” ucap Mama girang.

“APA?”

“Kamu itu kenapa, sih, Han? Dari tadi aneh begitu. Farish mau kenalin pacarnya ke kita.”

“Tadi katanya mau lamaran. Ini mau ngenalin. Ya udah, Hana pulang kok hari ini. Mungkin sampai rumah malam. Sudah dulu ya, Ma. Bye.”

Farish mau ngenalin siapa, ya, ke Mama-Papa? Apa salah satu ceweknya? Tapi yang mana? Perasaan dia belum punya cewek baru, batinku. “Oh iya, gue kan harus ceritain tentang kejadian di rental hari ini. Hampir saja lupa,” pekikku lalu menepuk jidat. Aku mengirimkan foto-foto yang kuambil ke Farish via surel. Aku sengaja tidak mengirimkannya lewat WA, biar dia bisa menerima foto dengan kualitas yang bagus. Aku juga sudah jelaskan dengan rinci semua kronologinya, serta dugaan awalku.

================================

FO : Factory outlet

Surel : surat elektronik, alias email.

Kali aja ada yang belom tau, kaaan.
(ditimpuk batako lagi) abis itu lempar semen sama pasir ya. Lumayan buat bangun rumah.

Masih lanjut? Cuzzzz

-San Hanna-

LOVAUDITWhere stories live. Discover now