(17) S3

4.8K 437 7
                                    

Sudah tiga hari aku di Bandung. Jam dinding masih menunjukkan angka delapan lewat sepuluh. Untung aku dapat kamar yang jendelanya menghadap ke jalan. Untuk mengusir bosan, aku tinggal geser bangku ke depan jendela, buka gorden, menatap kehidupan malam di bawah sana. Jarang-jarang aku baca buku, ditemani secangkir cokelat panas, plus pemandangan yang lumayan keren. Messi? Jangan ditanya. Entah apa yang ada di kepalanya, video call di kamar mandi. Dia kalau sudah VC sama suaminya, suka nggak ingat apa-apa. Eh, apa aku juga nanti kayak gitu ya?

Baca buku di ketinggian segini saja, aku bisa merasakan adrenalin meningkat. Feel-nya kena banget, apalagi pas baca adegan Bujang dilontarkan dari ketinggian ke gedung Grand Lisabon. Aku jadi ikut bayangin, aku yang ada dalam alat pelontar itu, lalu mendarat mulus di ... aku menyondongkan wajah ke jendela, ah aku tarik kata-kataku. Aku takut ketinggian. Kalau di cerita, Bujang bisa mulus sampai gedung di seberangnya, lah kalau aku? Jika berhasil membelah langit malam, aku akan berakhir di pucuk pohon di seberang kamarku. Aku belum kawin, aku nggak mau mati muda. Aku tahu, itu hak priogratif Tuhan, tapi aku nggak berencana mati sekarang. Aku belum ketemu Erland. Siapa tahu dia nanti hubungi aku, kan?

Ponselku menyalak. Aku lupa menyalakan mode senyapnya. Sebenarnya aku ingin menonaktifkan benda itu, tapi takut Ibunda Ratu Jodha menelepon, lalu nggak tersambung, bisa-bisa dia menyusulku ke sini. Aku laporan tiga kali sehari. Saat sarapan, makan siang, jam setelah makan malam. Kapan aku benar-benar dianggap sudah besar? I'm not a girl, not yet a woman, rasanya hidupku mirip sama lagu itu.

Aku lelah banget hari ini. Pantas saja, rekon kali ini melibatkan senior kolektor. Ternyata, di kantor cabang daerah, terdapat temuan yang mengejutkan. Salah satu staf keuangan, bagian penerimaan di kota Surabaya, dicurigai menggelapkan uang perusahaan. Nilainya ratusan juta. Mungkin bukan nilai yang besar bagi perusahaan secara umum, tapi nilai itu cukup signifikan di kantor cabang, dan tersangka melakukannya seorang diri.

Di sini tidak membicarakan, uang tunai yang diambil begitu saja dari brankas, karena masing-masing unit dibatasi jumlah dana tunai yang dipegangnya. Ingat, kan, soal petty cash yang pernah aku ceritakan? Aku lupa, kalian belum tahu cara kerja penerimaan di perusahaan tempatku bekerja.

Semua penerimaan dan pengeluaran perusahaan, sudah sepenuhnya menggunakan jasa perbankan. Sales, debt collector, dan unit pembayaran, tidak diperkenankan menerima uang tunai. Meskipun pada prakteknya, hal-hal seperti itu masih ada, tetapi selama ini tidak bermasalah. Pihak yang menerima pembayaran tunai, selalu menyetorkan uang tersebut ke rekening perusahaan, lalu memberikan bukti setornya untuk diproses oleh bagian keuangan, agar diberikan kode transaksi. Kode itu yang akan mereka simpan dan gunakan untuk proses selanjutnya.

Semua transaksi perusahaan sudah terkomputerisasi, dan setiap akhir bulannya, bagian keuangan wajib lembur untuk menyocoknya saldo di bank dengan transaksi yang tercatat. Tidak ada tanda-tanpa penyimpangan dalam hasil kerja mereka. Jika terdapat selisih, tapi hal itu bisa diketahui sebabnya, itu bukan penyimpangan atau temuan. Terkadang, transaksi yang mepet jam dan tanggalnya, bisa tercatat di tanggal berikutnya oleh pihak bank. Kan mereka juga harus melakukan hal serupa. Jangan tanya bagaimana, karena aku tidak bekerja di bank.

Balik lagi, ke kasus ini. Di hari ketiga, baru ditemukan Sembilan transaksi ganda. Satu kode pembayaran, untuk dua dokumen penerimaan. Ada yang salah di sini. Manusianya? Sudah pasti! Tapi ada hal lainnya yang membuat hal itu terjadi. Sistem!

================================

Update siaaaang. Kali aja ada yang gabut dan nungguin kelanjutannya Hana.

Eh, kalian pernah nggak sih ngebayangin jadi tokoh cerita yang kalian baca? Aku sering lhoo. Apalagi pas bagian-bagian action. Ikut deg-degan juga.

Pengen banget deh, bisa nulis yang bikin pembaca merasakan perasaan tokoh. Doakan aku yaaaa.

Salam sayang,
San Hanna

LOVAUDITWhere stories live. Discover now