"Sialan!" umpat Dio lalu mendorong tubuh Adzando cukup kencang hingga cowok itu tersungkur dari kursi yang di dudukinya.

Adzando terduduk di lantai sembari mengernyitkan dahinya. Lalu ia berdiri, menatap Dio tak suka.

"Maksud lo apaan?" tanya Zando dingin.

"Ngapain lo di sini njing?!" balas Dio dengan tatapan tajamnya, kini keduanya malah saling bertatapan dengan aura permusuhan yang sangat kental.

"Lah? Lo sendiri ngapain ke sini? Mau nyari keributan?"

"Cih? Keributan? Nggak ada gunanya gue ribut sama lo!"

"Terus ngapain lo dorong gue segala?"

"Gue nggak suka aja liat lo berduaan di sini sama cewek gue."

"Cewek lo?" Adzando terkekeh pelan. "Cewek bohongan maksudnya?" sambung Zando langsung membuat Dio terdiam. Sejak kapan cowok itu tahu tentang hubungannya dengan Vira.

Adzando dapat melihat ekspresi campur aduk dari wajah Dio sekarang. Padahal ia hanya menebak, dirinya sering mendengar gosip soal hubungan Dio dan Vira yang hanya main-main, tapi tak ia sangka jika itu memang aslinya.

"Nggak usah sok tau lo."

Adzando tak menjawab apa-apa lagi. Dari awal kedatangannya ke UKS hanya untuk menunggu Vira tersadar bukan untuk mencari ribut dengan Dio. Ia pun akhirnya pergi dari ruangan bernuansa putih itu, dan tak lupa menutup pintu UKS dengan kencang.

"Zando sialan!" umpat Dio menatap pintu coklat itu.

Ia kini mencoba menarik napas panjang lalu dihembuskannya secara perlahan.

"Orang sabar di sayang pacar." ucap Dio tersenyum sambil mengelus dada bidangnya.

Setelah cukup tenang dengan emosinya, Dio pun duduk di kursi yang bersebelahan dengan kasur kabin Vira. Dirinya menatap lekat wajah gadis itu yang kini berubah menjadi pucat pasi. Tapi seketika Dio tersenyum, setelah mengamati dengan jelas, dirinya baru sadar bahwa Vira lebih cantik saat tidak memakai kacamata minusnya.

Dio mengambil tangan Vira yang sangat lemas. Lalu mengusapnya lembut seolah menyalurkan tenaga padanya, hingga kini gadis itu mulai perlahan membuka matanya. Ia mengerdarkan pandangannya ke seluruh sudut putih itu. Rasanya sangat buram dan bau obat-obatan.

"Beneran bangun?" tanya Dio cukup terkejut, padahal baru beberapa menit ia duduk di sini dan mengusap tangannya.

"Ini UKS?" lirih Vira pelan.

"Bukan, ini hotel."

Vira hanya meringis sambil merasakan kepalanya yang masih sedikit pening.

"Lo kenapa bisa pingsan? Nggak sarapan?"

Dio menatap Vira cukup lama, ia sedikit khawatir jika keadaan gadisnya terbaring lemas seperti ini.

"Enggak."

"Udah sering di kasih tau kalo mau berangkat tuh sarapan dulu, udah tau punya penyakit. Keras kepala banget." gerutunya masih tak paham kenapa Vira selalu saja mengabaikan kesehatannya.

"Aku lupa, tadi kesiangan."

Vira bangun dan mengubah posisinya menjadi duduk. Memang jika Bi Linda bekerja shift malam Vira pasti melewatkan sarapannya, karena ia tak sempat membuat sarapan sendiri.

"Yaudah, gue ke kantin dulu beli roti."

Dio beranjak dari kursinya lalu melenggang pergi dari sana, tanpa bertanya makanan apa yang ingin Vira makan saat ini.

"Kacamata aku mana?"

Vira yang baru tersadar bahwa dirinya tak sedang memakai kacamata langsung mengedarkan pandangannya ke segala tempat. Ia mendengus kesal, kacamatanya tak ditemukan.

Out of Script [REVISI]Onde histórias criam vida. Descubra agora