11. Fraternity☕

Start from the beginning
                                        

Rama mulai serius. Sama seperti dirinya dan Rumy, Erva juga mengulang praktikum di laboratorium Kimia Analisis, tempat di mana terdapat beberapa instrumen dan perangkat analisis senilai ratusan juta rupiah. Akan membutuhkan pelelangan organ tubuh untuk ganti rugi, sebab Rama masih terlalu jaim untuk merengek pada "seseorang" yang dengan mudah dapat melakukan pengadaan alat itu lagi, ataupun meminta uang pada kakeknya--meski ia yakin orang tua penuh semangat yang mengiriminya uang setiap minggu tanpa diminta itu akan mengabulkan permintaannya.

Gelengan Erva untuk yang kesekian kali membuat Rama bernapas lega. "Jadi kenapa?"

"Itu ... Chelly error praktikum Fitokimia."

"Chelly? Chelia? Chelia-nya kita? Jangan bercanda, Erva!"

"Nggak! Aku diberi tahu Cassy, katanya Chelly tidak diluluskan respon lisan di empat percobaan yang dipegang kak Aldo, laporannya juga diberi nilai di bawah standar."

Rama mengepalkan tangan kuat-kuat. Tidak lulus respon? Yang benar saja! Chelia memiliki nilai yang selalu sempurna dan menguasai semua materi, bahkan untuk nama senyawa serumit nama Osas si Uvuvwevwevwe atau seabstrak nama Kwazawazawazaquikkwalakwaza *?* zabolaza.

Laporan di bawah standar? Rama bahkan sering kali melewati dua-tiga halaman saat menyalin laporan Chelia lantaran isinya kelewat lengkap. Aldo jelas hanya mencari-cari alasan untuk membuat Chelia tidak memenuhi persyaratan ikut final dan error praktikum.

Rama bergegas menapaki undakan tangga menuju lantai 5, disusul Erva di belakangnya.

"Rama! Kamu mau kemana?"

"Laboratorium Fitokimia, mau kuhajar Aldo sialan itu sampai masuk rumah sakit sekalian!"

Erva terkesiap. "Jangan, Rama! Kata Cassy, Naya bilang kalau Rean berpesan ke Edward untuk mengingatkan kita semua untuk berhati-hati."

Rama menggeram, namun menyadari kebenaran dari peringatan Erva yang sedikit pleonasme, ia menarik kembali langkahnya.

Rama merogoh saku, mengeluarkan ponsel dan menunggu panggilan teleponnya tersambung.

"Rama?" panggil suara diseberang ragu-ragu.

"Hm."

"Ada apa? Tumben kamu menelpon duluan."

"Mau lihat aksiku lagi, tidak?"

"Aksi apa--oh,Tuhan! Jangan lagi Rama, aku banyak kerjaan sekarang!"

"Laboratorium Fitokimia lantai 5, aku tunggu."

Panggilan terputus.

⚛️⚛⚛️⚛️️⚛️

Cassy bersembunyi di belakang Edward takut-takut. Cassy pikir semua kegilaan Aldo sudah berakhir dengan nasib tragis yang menghancurkan laptopnya tempo hari hingga sidang hasilnya ditunda. Kenyataannya, asisten itu justru semakin menggila.

Aldo melempar laporan yang penuh dengan coretan pantulannya ke arah Chelia. Rean sigap memasang badan kemudian menyerahkan laporan yang kusut dan tersobek itu pada Chelia. "Nggak apa-apa, nanti kubantu menulis ulang," tuturnya mengabaikan tatapan dongkol dari Aldo.

"Kampret! Yang suruh kamu ambil laporan itu siapa, hah?!"

Rean memutar tubuh menghadap Aldo, "Tidak ada. Inisiatif saya sendiri, Kak" jawabnya tegas.

Aldo meniup poni panjang di dahinya dan bertepuk tangan sedang asisten lain di belakangnya mulai kasak-kusuk. Sebelumnya terjadi perdebatan antar-asisten atas sikap Aldo yang di luar batas itu, namun Aldo begitu keras kepala dan tidak segan berlaku kasar, apalagi asisten yang lain itu berada di angkatan yang sama dengannya.

"Kalian lihat sendiri?" Aldo melayangkan pandangan ke seluruh praktikan. "Satu contoh ketidakprofesionalan dalam praktikum! Mau berlagak sebagai pahlawan kamu?!" Aldo menunjuk Rean yang berdiri melindungi Chelia.

Rean mendengus dan menepis telunjuk Aldo dengan tenang. "Mengatasnamakan amanah untuk kepentingan pribadi. Siapa yang tidak profesional di sini?"

Aldo merungus, ia maju mendorong bahu Rean, namun nihil. Rean tidak goyah sama sekali. Dengan mudah ia menahan tangan Aldo, memelintir, kemudian mendorongnya kembali.

Dua asisten cowok lain bersegera menangkap dan mencekal Aldo yang ingin menyerang lagi. "Hentikan! Dia bukan tandingan kita," bisik salah satu di antaranya yang membuat Aldo semakin gusar.

Suasana kelas menjadi riuh. Chelia menggenggam tangan Rean, mencegahnya maju duluan. Chelia tidak ingin kejadian yang menimpa Rama dulu terulang kembali. Meski Aldo jelas salah, bila Rean memukul duluan, Rean akan kena getahnya juga.

"Kami akan menghadap dengan dosen penanggungjawab praktikum. Saya dan Chelia tidak keberatan mengulang tahun depan serta melepas jabatan kami sebagai asisten kelas 1 bila terbukti bersalah. Tapi bila tidak, sebagai sesama asisten, saya rasa aturannya sudah kita pahami bersama." Rean angkat bicara, menatap satu per satu asisten senior untuk angkatannya di kelas itu.

Para asisten tersebut mulai kebingungan, di satu sisi mereka segan dan ingin membela Aldo sebagai teman satu angkatan, namun disisi lain reputasinya sebagai asisten juga dipertaruhkan.

Rean membungkukkan badan dan menarik tangan Chelia menuju pintu keluar. Aldo yang tak bisa menahan diri lepas dari cekalan dua temannya dan mengejar Rean sambil melayangkan tinjunya. Menyadari itu Rean segera mendorong Chelia agar menjauh kemudian memutar tubuh bagian atasnya seraya memperkuat kuda-kuda.

Rean sudah siap menangkis dan melawan balik ketika tiba-tiba seseorang menghalau di depannya dan menjadi sasaran tinju Aldo. Pukulan Aldo terbilang cukup keras, terbukti dari besarnya gaya yang diterima Rean saat tubuh itu terdorong ke arahnya, beruntung pertahanannya cukup kuat sehingga mereka berdua tidak harus menubruk lemari asam.

"RAMA!"

Chelia yang juga meneriakkan nama Rama terkejut begitu mendengar seruan lain dengan frekuensi lebih keras di ambang pintu. Untuk sesaat seluruh penghuni kelas dikejutkan oleh sosok dengan suara berat yang berdiri di sana.

"Pa-pak Arya?!" Naya terbata.

Rean yang menahan bahu Rama bisa melihat seringaian diiringi darah yang merembes keluar dari sudut bibir cowok itu. Chelia menghambur ke arah mereka disusul Arya dengan panik.

"Kamu tidak apa-apa?" tanya Arya dengan suara bergetar begitu Rama terduduk dibantu Rean dan Chelia. Hatinya bergemuruh saat melihat Rama terbatuk dan meludahkan darah dari dinding pipihnya yang terkoyak.

Rama yang masih menunduk tersenyum kecil, ia lalu menengadah, menatap Arya sambil mendesis. "Uuuh ... berdarah."

Arya tergemap kemudian bangkit menuju Aldo yang jatuh tersungkur. Arya menatap Aldo dengan berang, menarik kerah jas laboratorium asisten tersebut dan memaksanya berdiri.

"Bedebah! Apa yang kau lakukan pada adikku?!"

☕☕☕

TBC

Prescriptio☕  Where stories live. Discover now