Arya memasukkan berkas-berkas di mejanya dengan terburu-buru. Tidak tersisa banyak waktu lagi sebelum pertemuannya dengan para petinggi kampus di mulai. Ia harusnya bersegera, namun sesuatu di depan ruang kerjanya membuat pria itu berhenti dan berteriak frustrasi.
Tawa renyah Vian kemudian membuat Arya spontan berbalik dan mendapati dokter muda itu duduk santai di ruang tunggu kantornya. "Kamu pasti tahu, kan?!" tudingnya yang membuat tawa Vian semakin membahana.
"Ayolah, jangan terlalu serius begitu." Vian merentangkan tangannya di sandaran kursi.
Arya mengusap wajah sembari
menarik sepasang sepatu bulukan
dari rak di depan ruang kerjanya. "Lihat?! Anak itu sungguh-sungguh ingin mengerjaiku! Sebentar lagi aku ada meeting, masalahnya!"
"Pakai ini saja dulu," Vian melepas sepatunya, "kalau sempit paksakan saja, kalau longgar sumpal dengan tisu." Dokter itu menepuk kotak tisu di atas meja dengan santai.
"Anak bengal itu benar-benar!" Arya mendengus begitu selesai memodifikasi sepatu milik Vian yang sedikit kebesaran dengan tisu. "Aku baru saja menasehati masalah kehadirannya di kelas, sudah berulah lagi dia!" rutuk Arya.
"Dia anak yang baik."
"Baik, katamu?"
Vian mengedikkan bahu. "Dia cukup berbesar hati untuk tidak kau anggap dan bersedia menyembunyikan statusmu dari teman-temannya. Sampai sekarang tidak ada yang tahu kecuali adik sepupuku, Rean. Bahkan dia meminta Riva untuk tidak memberitahu Chelia."
Arya mendengus. "Itu demi kebaikannya sendiri!"
Vian meninggikan sebelah alisnya. "Benarkah? Atau kau yang belum mampu bersikap normal selayaknya seorang kakak di hadapan umum?"
"Kenapa juga aku harus begitu. Keluargaku tidak akan berakhir
seperti ini bila saja .... Sudahlah, lupakan!'"
Vian menghela napas. "Don't play victim! Kau pikir sepuluh tahun hidup sendirian itu mudah? Dengan uang dan semua fasilitas dari kakekmu, harusnya dia sudah terlibat beberapa aqkenakalan remaja sedari dulu, tapi dia bahkan tidak pernah menyentuh rokok dan alkohol sekalipun."
Arya mengatupkan bibirnya.
"Kau pernah menyayanginya lebih dari dirimu sendiri, Arya. Tidak sulit untuk memperbaiki hubungan kalian lagi. Apa pentingnya ikatan darah?"
Arya masih setia dengan keadaan
diamnya sampai Vian bangkit dan menepuk pundaknya.
"Tuhan tidak memberi hak hidup kepada sembarangan makhluk. Kau ingin menyalahkannya karena sudah lahir ke dunia? Aku tahu kau tidak sekejam itu."
⚛️⚛️⚛️⚛️⚛️
Rama terlalu sibuk menunduk, memandang puas pada sepatu baru mengkilap di kakinya sampai tidak sengaja menabrak bahu seseorang yang tengah menelpon.
"Ups, sorry Bro!" Rama menengadah, menemukan sepasang mata yang menatapnya tajam. Duh! Si Brokoli Beku! Rama berdecak dalam hati begitu menyadari orang yang barusan ditubruk olehnya adalah Dandy Pratama--ketua HMJ berambut keriting yang ambisius, arogan, dan dingin. Rama sempat curiga pemimpin himpunan jurusannya itu adalah keturunan Suku Air Selatan
"Kamu bilang apa?! Sorry?!"
"Terus apa, mianhae?
YOU ARE READING
Prescriptio☕
Mystery / ThrillerMenjadi mahasiswa farmasi yang super sibuk seolah cobaan yang belum cukup bagi Rama dan kawan-kawannya. Berbagai kejadian misterius terjadi pada orang-orang yang memiliki masalah dengan salah seorang di antara mereka. Ketika persahabatan diuji oleh...
04. Ethernal Lethargia ☕
Start from the beginning
