Sementara di dalam ruang tengah, dalam diam manik delima juga ikut meneteskan air mata.

~*~*~*~*~

Suasana pemakaman begitu sendu ditambah dengan pohon yang sedang tak berdaun. Lagi-lagi langit menampilkan warna kelabu selagi pastur melantunkan doa bagi sepasang kekasih yang telah tinggal nama. Sementara orang-orang berpakaian hitam, menunduk dan berkabung dalam hati.

Ketika pastur selesai, akhirnya orang-orang membubarkan diri. Silvis dan Aleah, bersama dengan Kirika memutuskan untuk tetap tinggal lebih lama. Kirika tak berkata apa-apa selain mencondongkan tubuh untuk mencium kedua batu nisan bertuliskan Hardy Alford dan Aronia Alford bergantian.

"Ingin menyampaikan doa sebelum pulang?" tanya Silvis kemudian.

Pertanyaan itu sukses membuat Kirika menoleh. Sambil mengangguk, ia bahkan berkedip pelan.

Maka gadis itu menautkan tangannya dan berdoa dengan kepala tertunduk penuh tertopang oleh tangan. Itu merupakan doa yang sangat panjang sebelum mereka akhirnya mereka meninggalkan kedua batu nisan.

"Aku juga harus pergi untuk mengucapkan selamat tinggal pada Akira," ucap Kirika lirih, tepat setelah mereka keluar dari gerbang pemakaman.

Silvis menyanggupi. Maka bersama-sama mereka pergi ke Nagano untuk mengunjungi makam Akira. Masing-masing dari mereka tidak banyak yang berbicara. Kirika justru lebih banyak diam dari siapa pun. Bahkan gadis itu sering tenggelam bersama diri sendiri sampai Silvis harus memanggilnya beberapa kali.

Juga tak banyak yang terjadi di pemakaman Akira Kurihara. Yang ada hanyalah tenaga yang terbuang, sementara mereka terasa jauh karena kesedihan.

Seharusnya esok hari berjalan seperti biasa ....

Hanya saja ....

Kirika mengurungkan diri sepanjang hari di dalam kamar sehingga Aleah terpaksa harus mengambil cuti mendadak. Ketika waktu makan tiba, dia bahkan sedikit pun enggan untuk keluar kamar. Aleah yang mengantarkan makanannya. Tapi wanita itu justru tanpa mendapatkan sambutan hangat apa pun dari si gadis.

Itu terjadi berhari-hari. Bahkan ia tidak berkeinginan untuk menemui teman-teman sekelasnya, atau bahkan sahabatnya sendiri. Musim dingin bersalju ia habiskan dengan bergelung di bawah selimut.

Kadang-kadang si manik delima tampak penasaran dengan pemandangan luar. Setengah kepalanya selalu terlihat jika suasana hati Kirika sedang agak membaik. Namun, hal itu sama sekali tak membuat hatinya sembuh. Malah ketika ia memandang langit, kenangan manis yang ia punya selalu saja terbayang. Semuanya sukses membuka luka lama di dalam hati.

Aleah selalu mendatangi Kirika tepat ia terlelap. Kali ini wanita itu justru mendapati Kirika menggenggam pisau lipat di kala ia terlelap. Dengan hati-hati, Aleah membelai lembut kepala Kirika yang tak lama tersentak dan membuka mata.

"Ah, maaf ...." Suara Aleah sempat tercekat. "Bibi mengganggumu, ya?"

Si manik delima justru beralih kepada sepasang lengan tangannya yang masih utuh tanpa luka.

"Bibi ... tidak marah?"

"Kenapa?"

"Aku nyaris saja ... bunuh diri. Kau tahu itu, bukan?"

Pertanyaan dari suara yang lirih justru membuat Aleah tertegun. Tangannya memilih untuk menyibukkan diri membelai kepala Kirika seraya berpikir. Diam-diam, ia mendengkus resah.

"Kenapa Bibi harus marah? Itu hanya akan membuat luka di hatimu semakin lebar, 'kan?" ujar Aleah seraya tersenyum sendu. Tak lama setelahnya, manik keemasan Aleah tertuju kepada pisau lipat di tangan Kirika. "Tapi sebagai gantinya, Bibi akan menyimpan pisau lipatmu."

Kirika sama sekali enggan bereaksi selagi Aleah mengambil pisau lipatnya. Keduanya hanya memutuskan saling diam dan itu terjadi cukup lama.

"Apa aku tampak bodoh, Bibi?" Suara parau dari si gadis kembali terdengar, mengundang Aleah menoleh. "Mungkin ... ya?"

"Entahlah. Tapi, memang rencana yang hendak kau lakukan ini salah," kata Aleah. "Orang-orang merasa terpuruk seringkali membuat kesalahan. Bibi tidak mempermasalahkannya. Semua orang butuh waktu. Hanya saja, kau tahu ... peperangan dan segala hal yang menimpa keluarga kita sama sekali bukan salahmu."

Kali ini Kirika menoleh kepada Aleah yang tersenyum teduh.

"Masih banyak orang-orang yang mau menopangmu di saat kau terjatuh di sini. Bibi juga termasuk salah satu di antara mereka. Bibi tidak memaksakanmu untuk melupakan semua ini secepat itu, Bibi akan menunggumu bangkit kapan pun itu," lanjut Aleah.

Manik delima itu memanas, tetapi sang empunya menahan diri agar air mata tak keluar dari balik mata. Lagipula dia sudah terlalu lelah untuk menguras air matanya. Kedua pasang manik yang berhadapan itu saling pandang.

Namun, Aleah segera berkedip dan berpaling setelahnya sambil mengembangkan senyum tanggung.

"Baiklah. Kau boleh beristirahat sekarang—"

"Bibi."

Sebuah panggilan sejenak membuat Aleah membatu ketika hendak beranjak. Respon pertama yang Aleah lakukan adalah menoleh kepada Kirika dan kembali duduk.

"Malam ini ... Paman tidak akan pulang, bukan?" tanyanya. "Boleh aku memintamu untuk menemaniku tidur malam ini? Hanya ... hanya malam ini saja."

"Tentu," balas Aleah segera.

Wanita itu segera naik ke ranjang dan merebahkan tubuhnya di samping Kirika. Dengan senyum, ia membelai kepala gadis di hadapannya hingga gadis itu memejamkan mata.

"Terima kasih."

~*~*~*~*~

Hari yang cerah untuk musim dingin. Seperti biasa, ketika Aleah cuti ia akan sarapan pagi bersama Silvis.

Suasana rumah sepi. Bahkan suara burung yang tengah bercicit di atas dahan pohon bisa terhantar ke dalam sini.

Kala itu mereka serentak mengangkat kepala tepat ketika mendengar suara pintu yang terbuka. Aleah adalah orang yang pertama untuk segera beranjak untuk memeriksa keadaan.

Lantas ia mendapati Kirika berdiri di depan pintu dengan sepasang tongkat peyangganya.

"Ah, Kirika. Hari ini bangun pagi, ya?"

Kirika tak membalas apa-apa. Dia melanjutkan langkahnya dengan hati-hati menuruni tangga. Aleah tahu ia tidak ingin dibantu, jadi dia menunggu. Sementara Silvis menyusul. Sepasang alisnya bahkan naik setelah mendapati keponakannya mau keluar kamar setelah sekian lama.

Sesampainya gadis itu di hadapan kedua insan, ia mengangkat kepala seolah memperlihatkan dengan jelas sepasang kantung matanya yang sembab.

"Aku mau bicara."

Hehe

اوووه! هذه الصورة لا تتبع إرشادات المحتوى الخاصة بنا. لمتابعة النشر، يرجى إزالتها أو تحميل صورة أخرى.

Hehe. Karena kepanjangan, jadi chapter ini dibagi dua. Kira-kira jumlah katanya mencapai lebih dari 3000 kata.

Semoga suka. Jangan lupa memberikan jejak. Sampai jumpa di chapter selanjutnya.

Fate : A Journey of The Bloody Rose [END]حيث تعيش القصص. اكتشف الآن