Bab 12. Dunia Malam

4.5K 555 88
                                    

Malam ini, mudah bagi Maya untuk kabur dari rumah. Jendela besar di kamar tidak terlalu sulit dilompati, apalagi ketika Tony ikut membantu dari luar.

Jalanan setapak desa tampak lengang. Maklum, sudah pukul sembilan malam. Jangankan sekarang, usai maghrib saja desa ini sudah sepi seperti kuburan.

Berjalan beberapa meter dari rumah, mata Maya membulat takjub, "Woah!" pekiknya tiba-tiba, "Ini mobil lo, Ton?" Lidahnya berdecak, mengagumi mini cooper biru di hadapannya.

Tony mengangguk, "Hadiah ulang tahun dari Papi. "

Bak seorang gentleman, Tony membukakan pintu. Jika Maya kagum pada mobilnya, cowok berambut cepak ini justru kagum pada penampilan Maya. Tubuh sintal itu dibalut loose t-shirt warna merah dipadukan dengan celana hot pants jeans yang menampakkan paha putih mulus. Seksi sekali.

Sebelum memasuki mobil, Maya tersenyum mengucapkan terimakasih.

Gadis itu menyamankan diri di dalam sana. Sudah lama ia tidak merasakan kemewahan semacam ini. Tepatnya sejak pindah ke desa ini.

Ketika hendak melaju, deruman mobil tipe beetleborg ini mengaum garang. Knalpotnya sengaja didesain bersuara nyaring seperti mobil balap. Untung Tony memarkir agak jauh, sehingga suara stereo knalpot tidak perlu mengusik keluarga Jaka.

Perjalanan menuju pusat kota sangat lancar. Jika normalnya Maya dan Jaka sampai di sekolah memakan waktu 30 menit naik mobil Darma. Ini hanya memakan waktu 15 menit saja. Kecepatannya luar biasa. Meski begitu, Tony mengemudi dengan hati-hati, jauh dari kata ugal-ugalan.

Setelah memarkirkan mobil di area parkir, Tony mendampingi Maya memasuki pintu diskotik.

"Ris!" sapanya pada seorang pria berpakaian formal yang berdiri di sebelah tiang pole dance.

"Oi, Tony. " Pria itu tersenyum menyambut kedatangan Tony. Mereka saling bertukar sapa.

Kepalan tinju keduanya beradu sebagai bentuk keakraban.

"Ini Maya, cewek yang kuceritakan tadi, " ucap Tony pada temannya, "May, kenalin, ini Haris, manajer HRD di sini." Disambung pemberitahuannya pada Maya.

Pria yang tingginya tidak melebihi Tony itu mengulurkan tangan, "Haris. "

Maya menyambut uluran tangan sang manager sembari menyebutkan nama.

Mata sang manager memandangi Maya secara kagum, "I know you. Who doesn't?" ucapnya sebagai pujian.

Maya tersenyum keGRan.

"Tony udah bilang berapa gaji lo di sini?" Haris sengaja bertanya dalam bahasa gaul yang sudah biasa digunakan oleh anak milenial zaman sekarang. Bahkan di kota sekecil Kediri pun sudah banyak anak dari kalangan atas yang menggunakan bahasa gaul.

"Udah, sih. Dikasih tahu Tony. Tapi gue mau denger sendiri dari lo, takutnya ada yang kelewat. "

Bibir Haris menipis ketika tersenyum, "Yuk, masuk ke dalam dulu. Gue tunjukin turntable-nya."

Maya terpekik ketika papan hitam penuh tombol terpampang megah di hadapannya, "SL-1200? Canggih!"

Pria itu mengangguk, "Tahu aja lo. "

"Profesi gue ini." Jemari lentiknya membelai seolah turntable itu adalah sebuah barang berharga.

Haris menepuk pundak Tony di sebelahnya, "Nggak salah kamu bawa Maya ke sini." Ditanggapi tawa jumawa dari Tony.

Usai mengagumi dan mempelajari sekilas turntable itu, Maya kembali berdiri di hadapan mereka, "Jadi berapa bayaran gue malem ini?"

"Sejuta. Kalau main lo bagus, gue bakal usulin ke Bos buat nambah tarif lo. Gimana?" tawar Haris diplomatis.

My JackTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang