Bab 7. Kandang Sapi

5.7K 590 41
                                    

Jaka itu ...

Seperti baling-baling bambu.

Suatu saat membawa Maya terbang tinggi ke atas awan, tetapi di lain waktu menghempaskannya hingga ke dasar jurang yang paling dalam.

Seperti saat ini ...

Setelah tadi siang berhasil membuat hati Maya berbunga-bunga dengan perlakuan penuh perhatiannya, sekarang dia berubah total menjadi iblis jantan yang baru turun dari kerak neraka untuk menyiksa Maya tanpa ampun.

Dalam kandang sapi—bagi Maya terlihat seperti rumah hampir roboh—dipenuhi dengan bau kotoran busuk yang dihasilkan dari pencernaan keenam sapi-sapi montok ini, Maya dipaksa Jaka memakai sepatu dan sarung tangan karet untuk memasukkan kotoran-kotoran sapi tersebut ke dalam sorong pengangkut untuk diproses menjadi pupuk tanaman nantinya. Hal itu dilakukan sebagai hukuman yang harus diterima, karena tadi pagi Maya sudah bersikap tidak sopan pada Parmi.

Jika di ruang BP Maya berhasil lolos dari jerat hukum Bu Hera, tidak untuk kali ini. Jaka tidak mau berbaik hati pada Maya. Dan Maya pun tidak mendapat dukungan dari siapa pun. Darma, satu-satunya orang yang selalu membela, sedang keluar kota untuk membeli benih bawang merah.

"Jak, tega lo ... bau busuk kayak gini, ugh! masa lo nyuruh gue masukin ke sini?" rengek Maya, memencet hidung mancungnya dan menendang bagian roda sorong pengangkut.

"Aw, aw, aw, aw, Sakit!" Maya mengusap-usap ujung sepatu bootnya, kesakitan.

"Kerjakan sekarang, nggak usah banyak ngeluh, " perintah Jaka tegas. Ia berdiri tak jauh dari pintu kandang.

"Nggak mau!" bentak Maya, berkacak pinggang.

"Oke. Kamu nggak keberatan kalau ku-upload foto ini ke Facebook?" ancam Jaka menunjukkan layar ponsel yang menampakkan foto celana dalam Maya tersingkap waktu jatuh dijegal Septi tadi.

Maya melotot. Tak menyangka Jaka akan menggunakan cara murahan yang sama untuk mengancamnya.

"Bosen, ah. Itu mulu ancemannya. Nggak kreatif lo, Jak!" kata Maya mencibir, mengibaskan tangannya di depan wajah agar bau busuk kotoran sapi bisa sedikit enyah dari hidungnya, "Lagian, pasti udah banyak anak-anak yang lebih berengsek dari kamu upload fotoku ke mana-mana."

Maya tidak tahu, setelah dia pergi menghadap guru BP, Jaka harus berjuang keras merebut semua ponsel dari tangan teman-temannya untuk menghapus foto-foto celana dalam Maya yang sudah dengan kurang ajar mereka jepret tanpa ijin.

Menghapus satu per satu tentu sangat merepotkan. Apalagi satu ponsel tidak hanya mengambil satu atau dua foto, ada yang lusinan bahkan puluhan, karena memakai fitur shutter yang sekali tekan dapat membidik banyak foto sekaligus.

Jaka tak mau ambil pusing. Dia memformat ulang ponsel para siswa sesuai setting bawaan dari pabrik alias di-flash, sehingga semua foto celana dalam Maya musnah semuanya termasuk foto-foto pribadi milik mereka yang tidak ada hubungannya dengan Maya dan data-data di memori ponsel mereka pun ikut terhapus. Alhasil Jaka mendapat banyak bogem mentah dan makian dari teman-temannya.

Maya mana tahu itu?

"Kerjakan sekarang. Harus udah selesai setelah aku kembali ke sini, " Jaka melangkah keluar dari kandang sapi.

"Jak, ke mana lo? Kok gue ditinggalin? Jaka!" berteriak seribu oktaf pun Jaka takkan terpengaruh teriakan Maya.

Mendengkus kesal, Maya tak tahu apa yang harus dilakukan dengan kotoran-kotoran sapi ini?

Memindahkan kotoran itu ke dalam sorong adalah satu-satunya pilihan yang tidak dapat dihindari.

"Oke! Siapa takut?!" seru Maya, memasang masker, menggulung lengan baju, dan mulai menyerok kotoran sapi memakai sekop.

My JackTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang