15: Davin dan Kepercayaan Dirinya

8 6 0
                                    

Hari Minggu. Sesuai janjinya Sarah membawa laptop dan menonton film Disney bersama Snow, ditambah Sena yang datang menjenguk. Sudah satu judul film beres mereka tonton, dan film kedua pun diputar. Kali ini Sarah memilih film Moana.

Kali ini kamar inapnya ramai. Ada Alma, Sarah, Sena, Leon, Arga, dan juga Nazri. Kedua teman Nazri sengaja berkunjung karena kebetulan hari ini free dari segala kegiatan. Ketiga cowok itu sekarang sedang menikmati camilan yang Alma bawa.

"Kak Princess, kalo Kakak masuk film Moana, mau jadi siapa?" Sarah bertanya di tengah adegan Moana dan Maui berusaha mengambil Fish Hook yang berada di atas punggung kepiting raksasa.

"Hm, siapa ya..." Snow berpikir sejenak. "Aku mau jadi Te Fiti aja."

"Te Fiti? Tapi dia kalo nggak punya hati, bisa berubah jadi Te Ka." Sarah memperagakan monster lava besar bernama Te Ka itu.

"Tapi Te Fiti itu Dewi yang memberikan kemakmuran untuk bumi. Tanpa dia, tumbuhan dan ikan-ikan di lautan nggak akan ada," jelas Snow. "Itu menurut film-nya."

Sarah mengangguk. "Bener juga. Kalo Kak Sena?"

Sena yang fokus pada film hanya menaikkan kedua alisnya saat Sarah bertanya. "Gue baru nonton film ini. Jadi gue nggak tau mau jadi siapa." Sena kemudian terkekeh.

"Jadi Hei Hei aja, Kak. Lucu, tuh!" Sarah menunjuk ayam yang ada di layar laptopnya.

"Yaelah, ayam bego itu mah."

Sarah terkikik sambil memakan kacang, "Kalo aku mau jadi Moana-"

"Moana, Moana, Moana..." Leon bersenandung seraya menggerakan kedua tangannya dengan lentur. Arga dan Nazri menertawakannya saking jijik.

"Apa sih, Kak Le!" sambar Sarah tak suka.

"Le apa Le? Le Miranel?" saut Leon tertawa. "Manggil cogan tuh yang lengkap dong namanya."

"Ganti aja panggilannya jadi Kak On. Kakak Oon." Arga menambahkan.

"Anjir!" Leon mendepak kepala Arga dengan gemulai. "Sebel gue lama-lama sama lo."

"Bodo amat gusti."

Alma masuk bersama seseorang. Semuanya langsung tertuju pada makhluk asing yang datang membawa buket bunga mawar.

"Tante tadi ketemu sama dia, katanya mau jenguk Snow." Alma berkata ramah dan merangkul bahu Davin.

Snow tak bisa berkata. Buket bunga mawar merah yang begitu besar itu pasti mencuri perhatian siapapun yang berpapasan dengannya. Apa Davin pikir Snow mati hingga membawa benda itu ke rumah sakit?

"Snow," sapa Davin dengan senyuman. "Lo sakit apa sampe nggak sekolah? Gue khawatir."

"Hah?" Itu bukan Snow, tapi Sarah yang terkejut karena adegan so romantis Davin. "Kakak siapa? Nggak boleh romantis-romatisan di sini, nanti Abangku marah."

"Sarah." Alma mengingatkan.

Sarah cemberut dan mematikan laptopnya. "Aku nggak suka ya ada cowok selain Abang yang deketin Kak Princess."

"Sarah, kamu-"

"Nanti kita nonton lagi ya, Kak." Sarah memotong ucapan Snow dan keluar kamar bersama laptopnya. Suasana mendadak jadi tak enak.

"Duh, maaf ya, Nak. Anak bungsu Tante itu kadang emang suka seenaknya. Jangan dimasukin hati." Alma mencoba mencairkan suasana. Davin tersenyum dan menyimpan buket bunganya di atas nakas. Menindih makanan yang ada di sana.

Eh, bego. Nazri mendengus.

"Gue denger dari Sena kalo lo kecelakaan waktu pulang bareng Nazri. Kenapa lo nggak minta anter gue aja?" kata Davin dengan nada sedih. Sena yang berada di samping Snow memberikan tatapan 'Dia tanya, ya udah gue kasih tau'.

Snow tersenyum lembut, "Aku nggak apa-apa, kok. Nazri juga yang nolongin aku waktu itu."

"Tapi dia juga 'kan yang bikin lo celaka." Davin makin nyolot ternyata. Membuat Leon, Arga, dan Nazri agak sebal.

Leon berdeham, "Bucin."

"Eh, batuk lo? Minum-minum." Arga memberi Leon segelas air berisi soda yang langsung diteguk Leon. Niatnya sih menyindir, tapi kemudian Leon malah terbatuk-batuk secara nyata.

"Keselek, bego," cetus Leon di sela batuknya. Dia mengelus-ngelus dadanya sendiri yang terasa sesak. "Hah, dunia sempit sama bucin. Gue butuh oksigen."

"Gue anter ke kamar jenazah, yo, biar sembuhan. Buruan." Arga menarik Leon meninggalkan kamar inap Snow. Leon yang masih terbatuk pun berjalan sempoyongan mengikuti temannya. "Pamit bentar ya, Snow."

"Iya," jawab Snow. "Hati-hati."

Nazri tersenyum tipis melihat aksi dua temannya. Dia mengerti, Arga dan Leon menyindir Davin. Entahlah yang disindir merasa atau tidak. Dilihat dari gesturnya, sepertinya Davin tak menyadarinya.

"Kapan lo bisa pulang?" tanya Davin.

"Aku belum tau." Snow kemudian bertanya pada Alma. "Tadi Tante keluar buat tanyain kepulangan aku?"

"Ah, iya. Dokter bilang, sore ini kamu bisa pulang. Nanti Tante yang urus, kamu tenang aja ya, Sayang."

"Sore ini?" Ada seberkas kesenangan yang Nazri tangkap dari sorot mata Snow.

"Iya." Alma tersenyum.

"Kalo gitu gue sampe sore juga nemenin lo. Sekalian bantu-bantu." Sena nyengir di tempatnya.

"Makasih, Tante, Sena." Snow memberikan semuanya senyum bahagia. Bahagia karena mereka masih perhatian dan menganggapnya ada. "Makasih semuanya."

Sena merangkul bahu Snow. "Apa sih yang nggak buat Princess Snow White ini." Snow makin tersenyum lebar. Alma juga pengusap kepala Snow dengan lembut, lalu izin keluar untuk mencari Sarah.

"Gue akan selalu ada di sisi lo. Nggak akan gue biarin lo terluka lagi, apalagi sama cowok macem Nazri," celetuk Davin saat Alma sudah keluar kamar.

Omongan Davin sontak saja meruntuhkan atmosfer kebahagiaan yang baru saja tercipta. Hancur dalam sekali ucapan. Monster beruang itu tetap saja monster yang tidak bisa melihat orang lain bahagia.

"Emangnya cowok macem gue itu kayak gimana?" Nazri yang sedari tadi diam, buka suara. Dia merasa tersinggung, tentu saja.

"Nazri itu lo, dan lo bisa introspeksi diri buat tau 'Cowok macem Nazri' itu kaya gimana," kata Davin menantang.

"Lo ngomong apa sih, Dav. Nggak malu apa." Sena menghardik.

"Gue cuman mau Snow baik-baik aja di bawah pengawasan gue." Davin tersenyum penuh arti pada Snow, sang pujaan hati. Namun Snow malah menemukan senyuman itu lagi. Senyuman Davin saat mengatakan jika dia tahu segala tentangnya.

"Emang lo pengawas ujian?" dengus Nazri. Cowok seperti Davin itu tipe-tipe banyak omong yang pada kenyataannya, tidak sesuai dengan apa yang dia bilang.

"Gue Davin yang bakalan ngisi hati Snow. Mau gimana pun, Snow bakalan jadi cewek gue." Snow melotot tak suka. Davin benar-benar menantangnya. "Jadi, lo mending mundur teratur sebelum kalah secara nyata."

Nazri tetap berusaha tenang. Melirik Snow yang tak nyaman di tempatnya, cowok itu berkata, "Lo terlalu percaya diri, sedangkan diri lo nggak bisa dipercaya."

***

😤

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 12, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Snow White Queen Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang