24. Rooftop

363 34 1
                                    

Bel istirahat pertama berbunyi . Tanpa di beri aba-aba, semua murid sudah bergerak keluar dari kelas menuju kantin. Murid-murid mengerumuni pos-pos kantin, dan tak banyak juga yang mengantri panjang di teras koperasi untuk mengenyangkan perut-perut mereka yang keroncongan akibat pelajaran yang lalu.

Putri menghirup sebanyak udara segar setelah berhasil meloloskan diri dari apitan krumunan yang berserbu menuju kantin. Dalam genggamannya, ada sebuah roti bakar yang masih terbungkus kertas minyak.

Putri memicingkan matanya setelah mendapati punggung Rehan yang berlari kearah yang salah. Setelah menghabiskan roti bakar yang dipesannya secara kilat, cepat-cepat Putri berlari membututi Rehan yang sudah jauh dari pandangannya.

Putri berjalan perlahan-lahan saat sudah berada beberapa meter mendekat kejalan Rehan. Anak tangga yang begitu tinggi dan banyak, tak membuat Putri lelah mengikuti jejak Rehan.

“Brukk…”

Samapai pada puncaknya, sebuah papan tulis kapur terjatuh dari tempat asalnya. Segera Putri bersembunyi di balik triplek panjang, yang sudah sedikit lapuk. Putri mengeluskan dadanya, sepertinya Rehan belum mengetahui keberadaan Putri di belakangnya. Putri kembali bangkit, melihat-lihat keadaan ruangan yang baru diketahuinya selama tiga tahun berada disekolah ini. Ini adalah gudang atas.

Lama melihat-lihat keadaan ruangan, Putri tertinggal jejak Rehan yang sudah tidak berada di ruang ini.

“Kemana dia pergi?”

Putri terus berjalan, sekarang dia harus mencari jejak Rehan yang sudah menghilang di ruang ini. Putri menemukan pintu kayu yang sudah terbuka lebar, dengan membranikan diri Putri berjalan melewati pintu kayu.

“Eh ayam goreng, ayam golek, ayam jago, ayam-ayaman,” reflek Putri saat melihat dirinya menyadari berada di rooftop sekolahnya.

Rehan yang mendengar jeritan Putri, melirik sekilas wajah putri. Rehan mempergoh saku celananya, mengambil seputung rokok yang dikantungnya. Rehan menyalakan api, dan mengarahkannya pada putung rokok, lalu menghisapnya.

“Kenapa lo mbututin gue?”

“Hah?”

“Lo bisa sampai sini pasti buntutin gue kan? Karena jarang ada yang mengetahui tentang atap yang berada disekolah ini. Kecuali para bad boy.”

Atap adalah tempat yang nyaris dianggap tidak ada. Tapi sekarang, Rehan dan Putri berada disana. Pemandangan di bawah sangat mengagumkan, jalanan raya terlihat jelas dari atap sekolah. Angin bertiup begitu lembut, tetapi terik matahari disini begitu mengganggu pemandangan ini.

Putri berjalan, mendekati garis pembatas. Baru kali ini Putri melihat pemandangan seindah ini dan yang lebihmengangumkannya lagi ia tidak sendiri, ada Rehan di belakangnya. Walau Putri tahu, Rehan tidak menginginkan hal ini.

“Kenapa?” tanya Putri di sela-sela menikmati pemandanganya.

“Hah?” Rehan melepaskan putung rokoknya, ingin mengetahui maksud dari pertanyaan Putri.

“Kenapa lo sendiri disini, kenapa nggak mengajak teman-teman yang lo bilang para bad boy, kenapa lo ngerokok?” pertanyaan bertubi Putri membuat kepala Rehan semakin pusing.

“Apa masalah lo?”

“Masalahnya gue suka sama lo, tapi lo malah suka sama yang lain,” terang  Putri pada Rehan tanpa ada rasa takut.

Pernyataan Putri, mampu membuat mulut Rehan tertutup rapat. Tetapi Rehan berusaha bersikap tenang tak ingin memperpanjang masalah ini.

“Kenapa orang-orang di dunia ini begitu bodoh. Kenapa dia menyukai seseorang yang sama sekali tidak pernah memikirkannya?” Rehan terkekeh pelan, dan menelan ludahnya mentah-mentah.

Ketua Kelas [END]Where stories live. Discover now