15. Bunda is the best

496 79 37
                                    

Angin bertiup sedikit kencang bersamaan dengan matahari yang tenggelam di balik awan lembayung. Fafa dan Rahel berjalan sejauh 100 m, dari gapura besar yang akan menembus rumah Rahel.

"Raf beneran kamu nggak mau pulang? Bunda ada dirumah lo,"

"Ya beneran lah, masa bercanda. Sekalian gue mau kenalan dengan mamah mertua," Fafa tersenyum setelah melontarkan perkataannya.

"Bunda cerewet lo, bahkan pertanyaan-pertanyaan nggak masuk akal aja dia tanyain. Lo yakin bisa betah bicara dengan bunda?"

"Jangankan bunda lo, burung beo aja gue ladenin,"

"Hussh... bunda gue manusia, jangan samain dengan hewan," tegas Rahel sedikit tidak terima.

"Hehe... maap Rahel imut, kamu cantik deh hari ini,"

"Nggak usah banyak menggombal, buruan masuk,"

Rahel membuka pintu gerbang rumahnya yang sudah tidak terkunci, lalu berjalan santai menuju teras depan rumahnya. Fafa terus membututi Rahel dari belakang, layaknya anak kucing yang baru lahir.

Rahel memberi kesempatan kepada Fafa untuk menekan bel rumahnya, tetapi Fafa menolak halus tawaran Rahel dengan alasan nggak sopan menekan bel rumah orang jika salah satu tuan rumahnya sudah ada. Rahel menatap kecut kearah Fafa, menurutnya alasan Fafa kurang mantap.

Rahel menekan bel yang terdapat disamping daun pintunya, sesekali mengetuk daun pintu.

Ceklek

Pintu terbuka dari dalam, memperlihatkan sosok wanita paruh baya dengan potongan rambut sebahu. Fafa segera mengulurkan tangannya kepada wanita itu dan menyalaminya.

"Bunda ini Rafael, ketua kelas Rahel,"

"Rafael Anandito, bunda," ujar Fafa memperjelas namanya.

"Umm... Rafael ya, bunda sering dengar nama kamu dari Rahel. Kamu itu ketua kelas atau ketua hati putri saya?" Bunda melontarkan candaannya kepada Fafa dan Rahel, membuat seseorang dihadapannya tersipu malu. "Ayo masu-masuk jangan diluar, nanti masuk angin,"

Rahel memasuki ruangan rumahnya terlebih dahulu, dan berlari menuju kamarnya. Sementara Fafa berjalan perlahan-lahan, menyapu tatapan matanya ke deretan dinding tembok yang terdapat bingkai-bingkai foto. Sekitar sepuluh bingkai foto, terpampang foto Rahel waktu kecil hingga seumuran sekarang.

"Itu foto Rahel waktu masih kecil. Bunda ceritaiin ya, dulu tuh Rahel kecilnya nakal susah diatur. Waktu Rahel kecil keluarga bunda masih tinggal di desa mertua, Rahel kalau udah ditinggal satu menit aja sudah menghilang dari rumah dan lari ke sawah belakang," cerita bunda kepada Fafa.

"Iya Bun, sekarang aja masih tetap nakal. Pelajaran sekolah dia malah lari ke perpustakaan, katanya sih bosen sama pelajarannya,"

"Bohong itu Bun. Jangan percaya sama omongan Rafael, Rafael kalau di sekolahnya juga sering bohong," celutuk Rahel yang sudah nongol di hadapan mereka berdua dengan pakaian kaos putih dan kolor hitam.

"Ya sudah-sudah, bunda percaya sama omongan kalian berdua. Dek Rafael ayo silakan duduk, dari tadi berdiri aja apa nggak capek. Dan Rahel jangan lupa buatin minuman untuk dek Rafael,"

Rahel menatap tak acuh kearah Fafa, bola matanya ia putarkan jelah, "Mau minum apa?"

"Terserah kan buatan kamu,"

"Yasudah air putih aja,"

"Rahel, yang sopan kepada tamu!" tegas bunda pada Rahel.

Rahel membalikkan badannya dari hadapan mereka. Rahel membiarkan kebebasan untuk mereka berdua supaya berbincang-bincang hingga mulut mereka menjadi dower dan tenggorokan menjadi serat.

Ketua Kelas [END]Where stories live. Discover now